Kamis, 31 Januari 2019

ISU – ISU KRITIS PAK MASA KINI : NARSISISME


ISU – ISU KRITIS PAK MASA KINI : NARSISISME
Mangadar,A.Md.,S.Pd., M.Pd(C) 


Pendahuluan
Narsisisme (dari bahasa Inggris) atau narsisme (dari bahasa Belanda) adalah perasaan cinta terhadap diri sendiri yang berlebihan. Orang yang mengalami gejala ini disebut narsisis (narcissist). Istilah ini pertama kali digunakan dalam psikologi oleh Sigmund Freud dengan mengambil dari tokoh dalam mitos Yunani, Narkissos (versi bahasa Latin: Narcissus), yang dikutuk sehingga ia mencintai bayangannya sendiri di kolam. Ia sangat terpengaruh oleh rasa cinta akan dirinya sendiri dan tanpa sengaja menjulurkan tangannya hingga tenggelam dan akhirnya tumbuh bunga yang sampai sekarang disebut bunga narsis.[1]
Sifat narsisisme ada dalam setiap manusia sejak lahir[2], bahkan Andrew Morrison berpendapat bahwa dimilikinya sifat narsisisme dalam jumlah yang cukup akan membuat seseorang memiliki persepsi yang seimbang antara kebutuhannya dalam hubungannya dengan orang lain[3]. Selain itu, seseorang dengan sifat narsis yang berlebihan memiliki kecenderungan untuk meninggikan dirinya di hadapan orang lain, menjaga harga dirinya dengan merendahkan orang lain saat orang lain memiliki kemampuan atau hal yang lebih baik darinya, bahkan tidak segan untuk mengasingkan orang lain untuk memperoleh kemenangan.[4]
Narsisme menurut “The US National Library of Medicine” adalah seseorang memiliki rasa kepercayaan diri berlebihan, keseruan dengan diri sendiri dan tidak memiliki empati terhadap orang lain. Orang yang menderita narsisme biasanya emosi yang sangat tidak stabil.[5]
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Narsisme adalah : 1 hal (keadaan) mencintai diri sendiri secara berlebihan; 2 hal (keadaan) mempunyai kecenderungan (ke inginan) seksual dng diri sendiri[6]
Penyebab Narsisme
Menurut Lam (2012) nasisme berasal dari konsep diri dan rasa percaya diri, rasa percaya diri tersebut diaktualisasikan melalui perilaku seperti percaya diri sebagai individu yang unik, memiliki intelegensi yang lebih, dan memiliki potensi lebih dari orang lain sehingga cenderung tidak menerima diri sendiri karena berperilaku secara berlebihan dari kemampuan serta keadaan yang sebenarnya. Kompensasi narsistik cenderung negatif, pencarian untuk meniadakan perasaan mendalam mengenai inferioriti dan berusaha untuk menciptakan suatu ilusi menjadi individu yang berkuasa dan luar biasa. Narsisme menjadikan individu berada pada suatu kondisi yang bermasalah secara regresif menggunakan dirinya sendiri, bukan orang lain sebagai objek cinta karena narsisme menjadi individu cenderung mencintai dirinya sendiri.[7]
Menurut Sadarjoen (2003) yang mengutip Mitchell JJ dalam bukunya,The Natural Limitations of Youth, ada lima penyebab kemunculan narsis pada remaja, yaitu adanya kecenderungan mengharapkan perlakuan khusus, kurang bisa berempati sama orang lain, sulit memberikan kasih sayang, belum punya kontrol moral yang kuat, dan kurang rasional. Kedua aspek terakhir inilah yang paling kuat memicu narsisme yang berefek gawat.[8]
Beberapa orang mengatakan, kejadian saat masa kecil bisa menjadi salah satu penyebab narsisme, seperti ekspetasi yang terlalu tinggi, sering dimanja, ditelantarkan dan pelecehan. Mungkin diantara penderita narsis belajar untuk memanipulasi perilaku dari orang tua mereka atau anggota keluarga sejak kecil.Beberapa ahli mengatakan narsisme bisa disebabkan oleh hubungan genetik dan juga cara berpikir otak dalam bereaksi terhadap rangsangan dari lingkungan. Jika seorang anak dibesarkan dipaksa untuk melakukan seluruh hal dengan perfeksionis, nantinya mereka akan menjadi individu yang tidak peka untuk mengetahui perasaan dan kebutuhan orang lain.[9]
Beberapa penulis, termasuk Kohut (1971, 1977), percaya bahwa gangguan kepribadian narsistik muncul dari kegagalan meniru empati dari orang tua pada masa perkembangan awal anak. Akibatnya, anak tetap terfiksasi di tahap perkembangan grandiose[10]. Selain itu, anak (dan kelak setelah dewasa) menjadi terlibat dalam pencarian, yang tak berkunjung dan tanpa hasil, figur ideal yang dianggapnya dapat memenuhi kebutuhan empatinya, yang tak pernah terpenuhi.Banyak teori yang berbeda tentang faktor kebetulan yang terkait di dalam perkembangan penyakit kepribadian narsistik telah dikemukakan, dan masing-masing mempunyai penyokong yang kuat. Di sisi yang lain, ahli teori psikodinamik yang berpengaruh seperti Heinz Kohut setuju bahwa semua anak yang melewati fase primitif grandiositi selama apa yang mereka pikirkan tentang semua kejadian dan kebutuhan berputar di sekeliling mereka. Untuk perkembangan normal diluar fase yang terjadi, menurut pandangan ini, orang tua harus melakukan suatu pencerminan terhadap anak. Ini membantu anak mengembangkan tingkat kepercayaan diri yang normal dan perasaan harga diri guna menopang di kehidupan mereka, ketika realita hidup mereka diumbar untuk membesarkan. Kohut dan Kernberg (1978) mengemukakan lebih jauh bahwa kelainan kepribadian narsistik lebih mungkin berkembang jika orang tua lalai, menghilangkan nilai, atau tidak berempati kepada anak; individu ini akan terus menerus mencari penegasan dari sebuah pengidealan dan perasaan megah terhadap diri. Walaupun teori ini telah menjadi sangat berpengaruh di antara dokter-dokter klinik psikodinamik, sayangnya ini mempunyai sedikit dukungan empiris.Dari sebuah pendirian teoritis yang sangat berbeda, Theodore Millon mempunyai argument yang sangat berbeda. Dia percaya bahwa kelainan kepribadian narsistik datang dari penilaian berlebihan orang tua yang tidak realistis (Millon & Davis, 1995; Widiger & Bornstein, 2001). Seperti contoh, dia telah mengemukakan bahwa “orang tua memanjakan dan menurutkan permintaan anak-anaknya dalam cara mendidik mereka bahwa keinginan mereka adalah sebuah perintah, bahwa mereka dapat menerima tanpa harus mengembalikannya, dan bahwa mereka pantas menjadi seseorang yang menonjol bahkan tanpa perjuangan yang minim” (Millo, 1981, p.175; dari Widiger & Trull, 1993). Ahli teori itu dari dua tradisi yang berbeda (psikodinamik dan pelajaran sosial) dapat menjadi semacam kesimpulan yang berlawanan yang mengilustrasikan kekurangan saat ini dari pengetahuan empiris mengenai bagian terdahulu dari kelainan semacam ini.[11]
Jenis Narsisme
Narsisme Terbuka (Overt Narcissism) dan Narsisme Tertutup (Covert Narcissism)[12]
Psikiater Amerika James F. Masterson, mengemukakan dua jenis narsisisme patologis, yaitu, terang-terangan dan tertutup. Gangguan kepribadian ini juga disebut sebagai narsisme nyata dan rahasia. Kata ‘nyata’ berarti sesuatu yang mudah dilihat, sesuatu yang tidak tersembunyi. Di sisi lain, kata ‘rahasia’ berarti sesuatu yang tidak mudah untuk dilihat, sesuatu yang bersifat rahasia atau tersembunyi. Nama-nama itu sendiri menunjukkan kepribadian yang dimiliki narsisis terbuka dan rahasia. Narsisme terbuka sering diamati pada orang-orang ekstrovert, sedangkan narsisme tertutup bisa dikenali pada orang-orang introvert. Mari kita cari tahu lebih banyak tentang kedua jenis gangguan ini.
Narsisme Terbuka
·         Narsisme jenis ini lebih mudah ditemukan pada kebanyakan orang. Cirinya seperti perilaku yang suka pamer, menuntut perhatian, dan mudah tersinggung terhadap setiap kritik bersifat nyata atau imajiner.
·         Narsisme jenis ini memiliki ciri kepribadian terlalu percaya berlebihan, bahwa mereka berhak untuk mencapai keberhasilan yang luar biasa. Mereka tak segan menuntut segala sesuatu pada skala megah. Mereka juga memiliki ambisi yang kuat tentang segala hal.
·         Tipe kepribadian ini mungkin memiliki hubungan yang renggang atau tidak pernah bertahan lama. Alasan utamanya adalah mereka selalu membayangkan diri mereka selalu lebih baik daripada orang lain. Meskipun mereka terkadang menunjukkan kerendahan hati, tapi sebenarnya mereka kekurangan empati terhadap orang lain. Mereka benar-benar tidak dapat berpartisipasi dalam kelompok.
·         Karakteristik positif dari narsisme terbuka adalah mereka adalah tipe orang-orang pekerja keras. Namun, sebagian besar waktu, kerja keras yang dilakukan hanya demi mencari penghargaan orang. Mereka juga dapat dikenali lewat sifatnya yang sibuk menilai penampilan seseorang.
·         Berharap untuk dikenal sebagai sosok yang superior, bahkan tanpa memiliki prestasi atau pencapaian yang mendukung.
·         Narsisis ekstrovert mencari jalan pintas untuk memperoleh pengetahuan mereka. Selain itu, mereka sangat mendominasi dan memiliki pendapat mereka sendiri. Mereka mengartikulasikan pendapat mereka setiap kali mereka mendapatkan kesempatan. Mereka dianggap memiliki persepsi yang sangat egosentris.
Narsisme Terselubung
·         Meskipun narsisis terselubung atau rahasia disebut pemalu, tapi kepribadian mereka mirip dengan narsisis terbuka. Tapi, hanya saja mereka kurang percaya diri.
·         Sebaliknya, mereka penuh dengan keraguan diri dan malu. Meskipun mereka sebenarnya lapar untuk kekuasaan dan kemuliaan, tapi mereka tidak percaya diri untuk mencapainya. Mereka juga sensitif terhadap kritik.
·         Mereka menderita rasa iri terus-menerus dengan harta orang lain, bakat, hubungan, dll. Tapi, kecemburuan ini lebih banyak disimpannya dalam hati.
·         Mereka tak punya arah dan tujuan jelas, karena itu selalu merasa bosan dalam kesendiriannya. Narsisis tertutup ini mudah bosan dengan apapun yang mereka lakukan. Tak jarang, hal ini menyebabkan dirinya tak mampu meraih sebuah prestasi.
·         Jenis kepribadian ini menderita kebohongan patologis kronis. Akar dari semua kebohongan itu bersumber dari rasa malu, sifat meragukan diri, dan dorongan untuk menyembunyikan diri dari orang lain. Bahkan meski mereka tidak menunjukkan, tapi jauh didalam pikirannya, mereka mencintai gaya hidup materialistis.
·         Kepribadian narsisis introvert memiliki ketidakmampuan untuk benar-benar terhubung dengan orang-orang. Sejauh ini, sikap acuh tak acuhnya berfungsi sebagai mekanisme defensif dari orang-orang. Beberapa narsisis introvert terlalu berfokus pada pekerjaan, teknologi, jaringan sosial, kelompok kecil, buku, game, fantasi, atau usaha lain untuk meminimalkan interaksi dengan orang lain. Cara ini juga dapat membantu mereka menyembunyikan persona diri mereka.
Narsisme Individu dan Narsisme Kelompok
Menurut Muhammad Alwi [13]Narsisme itu berlaku pada individu juga pada kelompok. Erich Fromm mengatakan Narsisisme jenis ini meletakkan kelompok sebagai obyek Narsisisme-nya.Individu narsistik dapat sepenuhnya menyadari narsisismenya, dan mengungkapkannya tanpa hambatan apa pun dengan kelompoknya. Kelompok akan menerima sepenuhnya ungkapan narsistik individu tersebut, bahkan dianggap sebagai bagian dari kesetiaan terhadap kelompok. 
Kelompok narsistik ini biasanya membangun kenyataan berdasarkan konsensus yang dibangun, bukan pemikiran atau pengkajian kritis. Narsisisme kelompok berguna dalam meningkatkan solidaritas kelompok, dan memberikan kepuasan bagi para anggota kelompok terutama dalam hal kepercayaan diri.
Sekalipun dia tidak merupakan bagian penting dalam kelompok, tapi ia merasa bangga diri, bahkan sangat bangga dengan berani dan siap mengorbankan apa saja demi kelompok, untuk kelompok.  Karena disana mereka memiliki semacam kompensasi dari dirinya menjadi kelompok. Lihatlah para supporter sepak bola, supporter salah satu partai dst. Mereka siap bentrok bahkan mempertaruhkan dirinya.
Narsisme kelompok itu menjalari semua anggotanya. Disinilah munculnya fanatisme, militansi kelompok sebagai hasil dari narsisme kelompok. Sama halnya dengan narsisisme individu, narsisisme kelompok ini mudah bereaksi keras terhadap segala bentuk pelecehan kelompoknya.
Dalam konteks Indonesia, kita bisa dengan mudah menemukan narsisisme kelompok ini diterapkan lewat kelompok-kelompok radikal. Lewat ciri khas fanatisme yang menonjol, serta menganggap kelompoknya sebagai paling benar berdasarkan konsensus internal. Kelompok Takfiri (yang mudah menyatakan kelompok lain sesat, kafir dst), dan kelompok ekstrem lainnya merupakan contoh dari narsisisme kelompok ini. Narcisme bisa masuk dalam narcisme kelompok bila perilakunya adalah menganggap hanya dirinya yang benar dan yang lain tidak ada apa-apanya.

Teknologi dan Narsisme
            Perkembangan teknologi tidak dapat kita bending walau dengan alasan apapun. Tekonologi hanyalah perangkat yang dibuat guna mempermudah kita manusia dalam menjalankan kegiatan kita. Kita yang menggunakan tekonologi adalah yang paling berperan penting dan bertanggungjawab atas pengunaannya. Kita tidak dapat menyalahkan perangkat atas apa yang telah kita lakukan dengan perangkat tersebut, sehingga bijak dalam memilih perangkat yang cocok, dewasa dalam berpikir, bertindak hati – hati, dan tetap waspada adalah tindakan yang dibutuhkan dalam mengantisipasi segala kemungkinan yang dapat timbul sebagai akibat dari penggunaan teknologi.   
Kemajuan teknologi dan pengembangan situs jejaring sosial yang sangat populer, seperti Facebook, mengubah cara menghabiskan waktu luang kita dengan berkomunikasi. Saat ini, ada hampir 936 juta pengguna Facebook aktif setiap hari di seluruh dunia. Kecanduan internet adalah daerah baru studi dalam kesehatan mental dan penelitian cross-sectional terbaru. Hasil penelitian terbru menunjukkan bahwa kecanduan Facebook sangat terkait dengan perilaku narsis dan rendah diri[14]

Narsisme dalam dunia pendidikan
Jika kita melihat atau merujuk kepada penyebab dari muncul atau timbulnya rasa narsis, maka dengan perkembangan zaman yang terus melaju dengan kencang, dimana kebanyakan orangtua tidak lagi memiliki waktu yang cukup untuk bisa menghabiskan waktu bersama dengan anak – anaknya, maka sangat besar kemungkinan perilaku narsis atau rasa narsis akan berkembang pesat dalam lingkungan keluarga.
Sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa keluarga adalah dasar atau awal mula dari pendidikan itu sendiri, sehingga apabila narsis itu telah mulai muncul dalam lingkungan keluarga, maka sangat mungkin hal tersebut juga akan terbawa sampai ke dalam dunia pendidikan. Guru Pendidikan Agama Kristen perlu memperhatikan gejala – gejala yang timbul, yang memiliki kecenderungan mengarah kepada perilaku narsis.
Kebijakan pemerintah yang menghapuskan istilah “Sekolah Berstandar Internasional” merupakan suatu tindakan pencegahan dini terhadap semakin maraknya sekolah yang dengan terang – terangan merendahkan sekolah yang lain, yang hanya berstandar nasional atau mungkin non standar alias siapa saja bisa belajar disana. Kepekaan pemerintah terhadap isu tersebut sangat patut untuk diapresiasi.
”Membangun pendidikan yang setara internasional tidak harus mencantumkan label bertaraf internasional. Sistem pendidikan di dalamnya juga berdampak mengurangi pembangunan jati diri nasional,” kata hakim konstitusi Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan di gedung Mahkamah Konstitusi, Selasa, 8 Januari 2013.[15] Ini adalah sepenggal tanggapan tentang pemberian label dalam dunia pendidikan.
Pemberian “label” kepada siswa, sekolah, atau institusi dapat berpengaruh kepada anak didik, diantaranya: anak yang sekolah di sekolah yang berlabel “Sekolah Berstandar Internasional”(SBI) akan merasa lebih hebat dari anak yang sekolah di sekolah biasa, bagi anak yang bersekolah di sekolah biasa akan merasa rendah diri jika bertemu dengan temannya yang bersekolah di sekolah SBI. Sementara kita semua tahu bahwa perbedaan yang paling jelas dari semua itu bukanlah ilmu yang mereka dapat, tetapi besarnya biaya yang mereka keluarkan.
Disinilah peranan kita sebagai pengajar atau pendidik dibutuhkan, kita harus bisa menjelaskan kepada anak didik kita bahwa dunia nyata tidaklah seindah masa – masa sekolah. Label sekolah tidaklah berpengaruh signifikan terhadap mereka setelah mereka tamat sekolah, tetapi bagaimana mereka memandang hidup, bagaimana mereka memaknai hidup, bagaimana mereka menjalani hidup, bagaimana mereka hidup dengan orang lain, serta bagaimana mereka menghidupi hidup, itu lebih penting. 
Ojanen (2012) dalam penelitiannya menyatakan adanya hubungan antara narsisme, temperamen, agresi fisik, dan agresi relasional antar teman sebaya pada remaja. Narsisme memicu munculnya perilaku agresi fisik pada laki-laki, serta agresi fisik dan relasional pada laki-laki dan perempuan.[16]  Dalam dunia pendidikan, kita sering, melihat, mendengar atau mungkin pernah merasakan perilaku agresi (menyerang) terutama dalam pendidikan menengah (SMP dan SMA/K) yang terlihat dari aksi bully, pembentukan geng dalam kelas atau pembentukan geng sekolah, yang bertujuan untuk menunjukkan bahwa mereka berkuasa dan berusaha menguasai teman – temannya atau orang lain. Di televisi singapura, iklan “Stop Bullying” sering ditayangkan guna mendegredasi perilaku narsis baik dimasyarakat luas maupun dalam dunia pendidikan.
Menurut Kernan (Santrock, 1980: 220) “penampilan diri terutama di hadapan teman-teman sebaya merupakan petunjuk yang kuat dari minat remaja dalam sosialisasi”. Remaja mengaktualisasikan minatnya terhadap penampilan diri secara berlebihan memiliki kecenderungan narsis, namun biasanya memiliki permasalahan dengan kepercayaan diri. [17] Berdasarkan pengalaman penulis, orang yang paling sering narsis, atau yang paling sering menonjolkan keberadaannya adalah mereka – mereka yang memiliki permasalahan, entah itu masalah pribadi, keluarga, ataupun masalah dalam masyarakat. Mereka berusaha untuk tetap mendapat perhatian dengan melakukan apa yang menurut mereka dapat menjadi perhatian banyak orang, tetapi sayangnya kebanyakan dari mereka melakukan hal yang salah. Dalam dunia pendidikan, kita sering mendengar bahwa “ada dua tipe siswa yang dikenal dan diingat oleh guru, yaitu siswa yang pintar dan siswa yang nakal / bodoh”, sehingga tidak heran bila ada siswa yang mencoba mengaktualisasikan dirinya dengan berbuat sesuatu yang menggangu dalam kelas.
Cakupan narsisme lebih luas tidak hanya dipandang dari segi gaya hidup, dan finansial, tetapi juga kekuasaan, prestasi, fisik dan penampilan. Individu yang mempunyai kecenderungan narsisme lebih tertarik dengan hal yang hanya menyangkut dengan kesenangan pribadi. Hal ini juga memberikan pengaruh cukup besar dalam pergaulan sehar-hari dan biasanya tidak memiliki kepedulian terhadap perasaan orang lain. [18]

Penanganan Narsisme  
Jenis terapi yang dapat membantu untuk gangguan kepribadian narsistik meliputi:[19]
§       Terapi perilaku kognitif. Secara umum, terapi perilaku kognitif membantu Anda mengidentifikasi  keyakinan dan perilaku negatif (tidak sehat) dan menggantinya dengan yang sehat dan  positif.
§       Terapi Keluarga. Terapi keluarga biasanya membawa seluruh keluarga bersama-sama dalam sesi terapi. Anda dan keluarga Anda mengeksplorasi konflik, komunikasi dan pemecahan masalah untuk membantu mengatasi masalah dalam hubungan antar anggota keluarga
§       Terapi Kelompok . Terapi kelompok, di mana Anda bertemu dengan sekelompok orang dengan kondisi serupa, mungkin dapat membantu dengan mengajar Anda untuk berhubungan baik dengan orang lain. Ini mungkin cara yang baik untuk belajar tentang  mendengarkan orang lain, belajar tentang perasaan mereka dan menawarkan dukungan.



Kesimpulan
Bagi kebanyakan orang Narsisme adalah hal yang lumrah atau biasa saja tetapi berdasarkan apa yang telah dibahas diatas, kita dapat membaca bahwa narsis itu memiliki dampak yang tidak baik bagi pelakunya maupun bagi orang yang berada di sekelilingnya.
Peranan orangtua serta keterlibatan pendidik dan dengan bantuan dokter atau pun psikiater  sangat dibutuhkan agar perilaku narsis yang sedang terjadi pada saat ini tidak bergerak terlalu bebas sehingga kebablasan.
Orangtua sebagai pribadi yang terkait langsung dengan pertumbuhan anak, perlu mengetahui dan memahami setiap perubahan yang terjadi pada anak, sehingga dapat sedini mungkin meminta bantuan kepada yang dapat membantu mengatasi atau menangani perilaku tersebut.
Pendidik sebagai pribadi yang tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan tetapi juga menjadi pribadi yang mampu mentransfer kehidupan kepada anak didik agar anak didik mampu menghidupi hidup yang mereka hidupi saat ini. Keberadaan guru bimbingan konseling sangat berperan penting dalam penanganan perilaku narsis di sekolah.
Psikiater sebagai pribadi yang menangani masalah kejiwaan juga diharapkan dapat menemukan cara – cara yang lebih efektif untuk mengantisipasi serta menghindari timbulnya gejala narsis pada anak. Dengan mengadakan seminar terbuka atau seminar umum bagi orangtua dan anak di sekolah – sekolah akan sangat membantu dalam mengedukasi serta mengkampanyekan penanganan perilaku narsis.    




[1] Ann M. King, Sheri L. Johnson, Gerald C. Davison, John M. Neale . 2010 . Abnormal Psychology, 11th Edition . John Wiley & Sons, Inc. ISBN 978-0-470-43314-0
[2] Freud, Sigmund. 1914. On Narcissism: An Introduction.
[3] Morrison, Andrew. 1997. Shame: The Underside of Narcissism. The Analytic Press. ISBN 0-88163-280-5
[4] Ann M. King, Sheri L. Johnson, Gerald C. Davison, John M. Neale . 2010 . Abnormal Psychology, 11th Edition . John Wiley & Sons, Inc. ISBN 978-0-470-43314-0
[6] KBBI Offlin 1.5

[7] Wida Widiyanti, M. Solehuddin, Aas Saomah Indonesian Journal Of Educational Counseling  Volume 1, No. 1, Januari 2017: Page 15-26  ISSN 2541-2779 (print)  ISSN 2541-2787 (online)
[10] Grandiose = perasaan megah, besar diri,
[15] https://m.tempo.co/read/news/2013/01/08/079452878/mk-bubarkan-sekolah-bertaraf-internasional
[16] Ojanen, T., Findley, D., & Fuller, S. (2012). Physical and relational aggression in early adolescence: Associations with narcissism, temperament, and social goals. Aggressive behavior, 38(2), 99-107.
[17] Santrock, J. W. (1980). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.
[18] Wida Widiyanti, M. Solehuddin, Aas Saomah Indonesian Journal Of Educational Counseling  Volume 1, No. 1, Januari 2017: Page 15-26  ISSN 2541-2779 (print)  ISSN 2541-2787 (online)
[19] http://terapipsikologi.com/?cara-ampuh-mengobati-gangguan-kepribadian-narsistik,54

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ANDROID “PERUSAK” MASA DEPAN

Smart People, jagalah anak kita dengan segala kewaspadaan yang kita miliki. Karena existensi kita ditentukan oleh keturunan kita (anak...