ISU –
ISU KRITIS PAK MASA KINI : NARSISISME
Mangadar,A.Md.,S.Pd., M.Pd(C)
Pendahuluan
Narsisisme (dari bahasa
Inggris) atau narsisme (dari bahasa
Belanda) adalah perasaan cinta terhadap diri sendiri yang
berlebihan. Orang yang mengalami gejala ini disebut narsisis (narcissist).
Istilah ini pertama kali digunakan dalam psikologi oleh Sigmund Freud
dengan mengambil dari tokoh dalam mitos Yunani, Narkissos (versi bahasa Latin:
Narcissus), yang dikutuk sehingga ia mencintai bayangannya sendiri di kolam. Ia
sangat terpengaruh oleh rasa cinta akan dirinya sendiri dan tanpa sengaja
menjulurkan tangannya hingga tenggelam dan akhirnya tumbuh bunga yang sampai
sekarang disebut bunga narsis.[1]
Sifat
narsisisme ada dalam setiap manusia sejak lahir[2],
bahkan Andrew Morrison berpendapat bahwa dimilikinya sifat narsisisme dalam
jumlah yang cukup akan membuat seseorang memiliki persepsi yang seimbang antara kebutuhannya
dalam hubungannya dengan orang lain[3]. Selain itu, seseorang dengan sifat
narsis yang berlebihan memiliki kecenderungan untuk meninggikan dirinya di
hadapan orang lain, menjaga harga dirinya dengan merendahkan orang lain saat
orang lain memiliki kemampuan atau hal yang lebih baik darinya, bahkan tidak
segan untuk mengasingkan orang lain untuk memperoleh kemenangan.[4]
Narsisme
menurut “The US National Library of Medicine” adalah seseorang memiliki rasa
kepercayaan diri berlebihan, keseruan dengan diri sendiri dan tidak memiliki
empati terhadap orang lain. Orang yang menderita narsisme biasanya emosi yang
sangat tidak stabil.[5]
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Narsisme adalah : 1 hal (keadaan) mencintai diri sendiri
secara berlebihan; 2 hal
(keadaan) mempunyai kecenderungan (ke inginan) seksual dng diri sendiri[6]
Penyebab Narsisme
Menurut Lam (2012)
nasisme berasal dari konsep diri dan rasa percaya diri, rasa percaya diri
tersebut diaktualisasikan melalui perilaku seperti percaya diri sebagai
individu yang unik, memiliki intelegensi yang lebih, dan memiliki potensi lebih
dari orang lain sehingga cenderung tidak menerima diri sendiri karena
berperilaku secara berlebihan dari kemampuan serta keadaan yang sebenarnya.
Kompensasi narsistik cenderung negatif, pencarian untuk meniadakan perasaan
mendalam mengenai inferioriti dan berusaha untuk menciptakan suatu ilusi
menjadi individu yang berkuasa dan luar biasa. Narsisme menjadikan individu
berada pada suatu kondisi yang bermasalah secara regresif menggunakan dirinya
sendiri, bukan orang lain sebagai objek cinta karena narsisme menjadi individu
cenderung mencintai dirinya sendiri.[7]
Menurut Sadarjoen
(2003) yang mengutip Mitchell JJ dalam bukunya,The Natural Limitations of
Youth, ada lima penyebab kemunculan narsis pada remaja, yaitu
adanya kecenderungan mengharapkan perlakuan khusus, kurang bisa berempati sama
orang lain, sulit memberikan kasih sayang, belum punya kontrol moral yang kuat,
dan kurang rasional. Kedua aspek terakhir inilah yang paling kuat memicu
narsisme yang berefek gawat.[8]
Beberapa orang mengatakan, kejadian saat masa kecil bisa
menjadi salah satu penyebab narsisme, seperti ekspetasi yang terlalu tinggi,
sering dimanja, ditelantarkan dan pelecehan. Mungkin diantara penderita
narsis belajar untuk memanipulasi perilaku dari orang tua mereka atau anggota
keluarga sejak kecil.Beberapa ahli mengatakan narsisme bisa disebabkan oleh
hubungan genetik dan juga cara berpikir otak dalam bereaksi terhadap rangsangan
dari lingkungan. Jika seorang anak dibesarkan dipaksa untuk melakukan seluruh
hal dengan perfeksionis, nantinya mereka akan menjadi individu yang tidak peka
untuk mengetahui perasaan dan kebutuhan orang lain.[9]
Beberapa penulis,
termasuk Kohut (1971, 1977), percaya bahwa gangguan kepribadian narsistik
muncul dari kegagalan meniru empati dari orang tua pada masa perkembangan awal anak.
Akibatnya, anak tetap terfiksasi di tahap perkembangan grandiose[10].
Selain itu, anak (dan kelak setelah dewasa) menjadi terlibat dalam pencarian,
yang tak berkunjung dan tanpa hasil, figur ideal yang dianggapnya dapat
memenuhi kebutuhan empatinya, yang tak pernah terpenuhi.Banyak teori yang
berbeda tentang faktor kebetulan yang terkait di dalam perkembangan penyakit
kepribadian narsistik telah dikemukakan, dan masing-masing mempunyai penyokong
yang kuat. Di sisi yang lain, ahli teori psikodinamik yang berpengaruh seperti
Heinz Kohut setuju bahwa semua anak yang melewati fase primitif grandiositi
selama apa yang mereka pikirkan tentang semua kejadian dan kebutuhan berputar
di sekeliling mereka. Untuk perkembangan normal diluar fase yang terjadi,
menurut pandangan ini, orang tua harus melakukan suatu pencerminan terhadap
anak. Ini membantu anak mengembangkan tingkat kepercayaan diri yang normal dan
perasaan harga diri guna menopang di kehidupan mereka, ketika realita hidup
mereka diumbar untuk membesarkan. Kohut dan Kernberg (1978) mengemukakan lebih
jauh bahwa kelainan kepribadian narsistik lebih mungkin berkembang jika orang
tua lalai, menghilangkan nilai, atau tidak berempati kepada anak; individu ini
akan terus menerus mencari penegasan dari sebuah pengidealan dan perasaan megah
terhadap diri. Walaupun teori ini telah menjadi sangat berpengaruh di antara
dokter-dokter klinik psikodinamik, sayangnya ini mempunyai sedikit dukungan
empiris.Dari sebuah pendirian teoritis yang sangat berbeda, Theodore Millon mempunyai
argument yang sangat berbeda. Dia percaya bahwa kelainan kepribadian narsistik
datang dari penilaian berlebihan orang tua yang tidak realistis (Millon &
Davis, 1995; Widiger & Bornstein, 2001). Seperti contoh, dia telah
mengemukakan bahwa “orang tua memanjakan dan menurutkan permintaan anak-anaknya
dalam cara mendidik mereka bahwa keinginan mereka adalah sebuah perintah, bahwa
mereka dapat menerima tanpa harus mengembalikannya, dan bahwa mereka pantas
menjadi seseorang yang menonjol bahkan tanpa perjuangan yang minim” (Millo,
1981, p.175; dari Widiger & Trull, 1993). Ahli teori itu dari dua tradisi
yang berbeda (psikodinamik dan pelajaran sosial) dapat menjadi semacam
kesimpulan yang berlawanan yang mengilustrasikan kekurangan saat ini dari pengetahuan
empiris mengenai bagian terdahulu dari kelainan semacam ini.[11]
Jenis Narsisme
Narsisme Terbuka (Overt Narcissism) dan
Narsisme Tertutup (Covert Narcissism)[12]
Psikiater Amerika James F. Masterson,
mengemukakan dua jenis narsisisme patologis, yaitu, terang-terangan dan
tertutup. Gangguan kepribadian ini juga disebut sebagai narsisme nyata dan
rahasia. Kata ‘nyata’ berarti sesuatu yang mudah dilihat, sesuatu yang tidak
tersembunyi. Di sisi lain, kata ‘rahasia’ berarti sesuatu yang tidak mudah
untuk dilihat, sesuatu yang bersifat rahasia atau tersembunyi. Nama-nama itu
sendiri menunjukkan kepribadian yang dimiliki narsisis terbuka dan rahasia.
Narsisme terbuka sering diamati pada orang-orang ekstrovert, sedangkan narsisme
tertutup bisa dikenali pada orang-orang introvert. Mari kita cari tahu lebih
banyak tentang kedua jenis gangguan ini.
Narsisme Terbuka
·
Narsisme jenis ini lebih mudah ditemukan pada
kebanyakan orang. Cirinya seperti perilaku yang suka pamer, menuntut perhatian,
dan mudah tersinggung terhadap setiap kritik bersifat nyata atau imajiner.
·
Narsisme jenis ini memiliki ciri kepribadian terlalu
percaya berlebihan, bahwa mereka berhak untuk mencapai keberhasilan yang luar
biasa. Mereka tak segan menuntut segala sesuatu pada skala megah. Mereka juga
memiliki ambisi yang kuat tentang segala hal.
·
Tipe kepribadian ini mungkin memiliki hubungan yang
renggang atau tidak pernah bertahan lama. Alasan utamanya adalah mereka selalu
membayangkan diri mereka selalu lebih baik daripada orang lain. Meskipun mereka
terkadang menunjukkan kerendahan hati, tapi sebenarnya mereka kekurangan empati
terhadap orang lain. Mereka benar-benar tidak dapat berpartisipasi dalam
kelompok.
·
Karakteristik positif dari narsisme terbuka adalah
mereka adalah tipe orang-orang pekerja keras. Namun, sebagian besar waktu,
kerja keras yang dilakukan hanya demi mencari penghargaan orang. Mereka juga
dapat dikenali lewat sifatnya yang sibuk menilai penampilan seseorang.
·
Berharap untuk dikenal sebagai sosok yang superior,
bahkan tanpa memiliki prestasi atau pencapaian yang mendukung.
·
Narsisis ekstrovert mencari jalan pintas untuk
memperoleh pengetahuan mereka. Selain itu, mereka sangat mendominasi dan
memiliki pendapat mereka sendiri. Mereka mengartikulasikan pendapat mereka
setiap kali mereka mendapatkan kesempatan. Mereka dianggap memiliki persepsi
yang sangat egosentris.
Narsisme Terselubung
·
Meskipun narsisis terselubung atau rahasia disebut
pemalu, tapi kepribadian mereka mirip dengan narsisis terbuka. Tapi, hanya saja
mereka kurang percaya diri.
·
Sebaliknya, mereka penuh dengan keraguan diri dan
malu. Meskipun mereka sebenarnya lapar untuk kekuasaan dan kemuliaan, tapi
mereka tidak percaya diri untuk mencapainya. Mereka juga sensitif terhadap
kritik.
·
Mereka menderita rasa iri terus-menerus dengan harta
orang lain, bakat, hubungan, dll. Tapi, kecemburuan ini lebih banyak
disimpannya dalam hati.
·
Mereka tak punya arah dan tujuan jelas, karena itu
selalu merasa bosan dalam kesendiriannya. Narsisis tertutup ini mudah bosan
dengan apapun yang mereka lakukan. Tak jarang, hal ini menyebabkan dirinya tak
mampu meraih sebuah prestasi.
·
Jenis kepribadian ini menderita kebohongan patologis
kronis. Akar dari semua kebohongan itu bersumber dari rasa malu, sifat
meragukan diri, dan dorongan untuk menyembunyikan diri dari orang lain. Bahkan
meski mereka tidak menunjukkan, tapi jauh didalam pikirannya, mereka mencintai
gaya hidup materialistis.
·
Kepribadian narsisis introvert memiliki
ketidakmampuan untuk benar-benar terhubung dengan orang-orang. Sejauh ini,
sikap acuh tak acuhnya berfungsi sebagai mekanisme defensif dari orang-orang.
Beberapa narsisis introvert terlalu berfokus pada pekerjaan, teknologi,
jaringan sosial, kelompok kecil, buku, game, fantasi, atau usaha lain untuk
meminimalkan interaksi dengan orang lain. Cara ini juga dapat membantu mereka
menyembunyikan persona diri mereka.
Narsisme Individu dan Narsisme Kelompok
Menurut Muhammad Alwi [13]Narsisme
itu berlaku pada individu juga pada kelompok. Erich Fromm mengatakan Narsisisme
jenis ini meletakkan kelompok sebagai obyek Narsisisme-nya.Individu narsistik
dapat sepenuhnya menyadari narsisismenya, dan mengungkapkannya tanpa hambatan
apa pun dengan kelompoknya. Kelompok akan menerima sepenuhnya ungkapan
narsistik individu tersebut, bahkan dianggap sebagai bagian dari kesetiaan
terhadap kelompok.
Kelompok narsistik ini biasanya membangun kenyataan
berdasarkan konsensus yang dibangun, bukan pemikiran atau pengkajian kritis.
Narsisisme kelompok berguna dalam meningkatkan solidaritas kelompok, dan
memberikan kepuasan bagi para anggota kelompok terutama dalam hal kepercayaan
diri.
Sekalipun dia tidak merupakan bagian penting
dalam kelompok, tapi ia merasa bangga diri, bahkan sangat bangga dengan berani
dan siap mengorbankan apa saja demi kelompok, untuk kelompok. Karena
disana mereka memiliki semacam kompensasi dari dirinya menjadi kelompok.
Lihatlah para supporter sepak bola, supporter salah satu partai dst. Mereka
siap bentrok bahkan mempertaruhkan dirinya.
Narsisme kelompok itu menjalari semua
anggotanya. Disinilah munculnya fanatisme, militansi kelompok sebagai hasil
dari narsisme kelompok. Sama halnya dengan narsisisme individu, narsisisme
kelompok ini mudah bereaksi keras terhadap segala bentuk pelecehan kelompoknya.
Dalam konteks Indonesia, kita bisa dengan
mudah menemukan narsisisme kelompok ini diterapkan lewat kelompok-kelompok
radikal. Lewat ciri khas fanatisme yang menonjol, serta menganggap kelompoknya
sebagai paling benar berdasarkan konsensus internal. Kelompok Takfiri (yang
mudah menyatakan kelompok lain sesat, kafir dst), dan kelompok ekstrem lainnya
merupakan contoh dari narsisisme kelompok ini. Narcisme bisa masuk dalam
narcisme kelompok bila perilakunya adalah menganggap hanya dirinya yang benar
dan yang lain tidak ada apa-apanya.
Teknologi dan Narsisme
Perkembangan
teknologi tidak dapat kita bending walau dengan alasan apapun. Tekonologi
hanyalah perangkat yang dibuat guna mempermudah kita manusia dalam menjalankan
kegiatan kita. Kita yang menggunakan tekonologi adalah yang paling berperan penting
dan bertanggungjawab atas pengunaannya. Kita tidak dapat menyalahkan perangkat
atas apa yang telah kita lakukan dengan perangkat tersebut, sehingga bijak
dalam memilih perangkat yang cocok, dewasa dalam berpikir, bertindak hati –
hati, dan tetap waspada adalah tindakan yang dibutuhkan dalam mengantisipasi
segala kemungkinan yang dapat timbul sebagai akibat dari penggunaan
teknologi.
Kemajuan
teknologi dan pengembangan situs jejaring sosial yang sangat populer, seperti
Facebook, mengubah cara menghabiskan waktu luang kita dengan berkomunikasi.
Saat ini, ada hampir 936 juta pengguna Facebook aktif setiap hari di seluruh
dunia. Kecanduan internet adalah daerah baru studi dalam kesehatan mental dan
penelitian cross-sectional terbaru. Hasil penelitian terbru menunjukkan bahwa
kecanduan Facebook sangat terkait dengan perilaku narsis dan rendah diri[14]
Narsisme dalam dunia
pendidikan
Jika kita melihat atau merujuk kepada
penyebab dari muncul atau timbulnya rasa narsis, maka dengan perkembangan zaman
yang terus melaju dengan kencang, dimana kebanyakan orangtua tidak lagi
memiliki waktu yang cukup untuk bisa menghabiskan waktu bersama dengan anak –
anaknya, maka sangat besar kemungkinan perilaku narsis atau rasa narsis akan
berkembang pesat dalam lingkungan keluarga.
Sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa
keluarga adalah dasar atau awal mula dari pendidikan itu sendiri, sehingga
apabila narsis itu telah mulai muncul dalam lingkungan keluarga, maka sangat
mungkin hal tersebut juga akan terbawa sampai ke dalam dunia pendidikan. Guru
Pendidikan Agama Kristen perlu memperhatikan gejala – gejala yang timbul, yang
memiliki kecenderungan mengarah kepada perilaku narsis.
Kebijakan pemerintah yang menghapuskan
istilah “Sekolah Berstandar Internasional” merupakan suatu tindakan pencegahan
dini terhadap semakin maraknya sekolah yang dengan terang – terangan
merendahkan sekolah yang lain, yang hanya berstandar nasional atau mungkin non
standar alias siapa saja bisa belajar disana. Kepekaan pemerintah terhadap isu
tersebut sangat patut untuk diapresiasi.
”Membangun
pendidikan yang setara internasional tidak harus mencantumkan label bertaraf
internasional. Sistem pendidikan di dalamnya juga berdampak mengurangi
pembangunan jati diri nasional,” kata hakim konstitusi Anwar Usman dalam sidang
pembacaan putusan di gedung Mahkamah Konstitusi, Selasa, 8 Januari 2013.[15] Ini adalah sepenggal
tanggapan tentang pemberian label dalam dunia pendidikan.
Pemberian “label” kepada siswa, sekolah,
atau institusi dapat berpengaruh kepada anak didik, diantaranya: anak yang
sekolah di sekolah yang berlabel “Sekolah Berstandar Internasional”(SBI) akan merasa
lebih hebat dari anak yang sekolah di sekolah biasa, bagi anak yang bersekolah
di sekolah biasa akan merasa rendah diri jika bertemu dengan temannya yang
bersekolah di sekolah SBI. Sementara kita semua tahu bahwa perbedaan yang
paling jelas dari semua itu bukanlah ilmu yang mereka dapat, tetapi besarnya
biaya yang mereka keluarkan.
Disinilah peranan kita sebagai pengajar atau
pendidik dibutuhkan, kita harus bisa menjelaskan kepada anak didik kita bahwa
dunia nyata tidaklah seindah masa – masa sekolah. Label sekolah tidaklah
berpengaruh signifikan terhadap mereka setelah mereka tamat sekolah, tetapi
bagaimana mereka memandang hidup, bagaimana mereka memaknai hidup, bagaimana
mereka menjalani hidup, bagaimana mereka hidup dengan orang lain, serta
bagaimana mereka menghidupi hidup, itu lebih penting.
Ojanen (2012) dalam penelitiannya
menyatakan adanya hubungan antara narsisme, temperamen, agresi fisik, dan
agresi relasional antar teman sebaya pada remaja. Narsisme memicu munculnya
perilaku agresi fisik pada laki-laki, serta agresi fisik dan relasional pada
laki-laki dan perempuan.[16] Dalam dunia pendidikan, kita sering, melihat,
mendengar atau mungkin pernah merasakan perilaku agresi (menyerang) terutama
dalam pendidikan menengah (SMP dan SMA/K) yang terlihat dari aksi bully,
pembentukan geng dalam kelas atau pembentukan geng sekolah, yang bertujuan
untuk menunjukkan bahwa mereka berkuasa dan berusaha menguasai teman – temannya
atau orang lain. Di televisi singapura, iklan “Stop Bullying” sering
ditayangkan guna mendegredasi perilaku narsis baik dimasyarakat luas maupun
dalam dunia pendidikan.
Menurut Kernan (Santrock, 1980: 220)
“penampilan diri terutama di hadapan teman-teman sebaya merupakan petunjuk yang
kuat dari minat remaja dalam sosialisasi”. Remaja mengaktualisasikan minatnya
terhadap penampilan diri secara berlebihan memiliki kecenderungan narsis, namun
biasanya memiliki permasalahan dengan kepercayaan diri. [17]
Berdasarkan pengalaman penulis, orang yang paling sering narsis, atau yang
paling sering menonjolkan keberadaannya adalah mereka – mereka yang memiliki
permasalahan, entah itu masalah pribadi, keluarga, ataupun masalah dalam
masyarakat. Mereka berusaha untuk tetap mendapat perhatian dengan melakukan apa
yang menurut mereka dapat menjadi perhatian banyak orang, tetapi sayangnya
kebanyakan dari mereka melakukan hal yang salah. Dalam dunia pendidikan, kita
sering mendengar bahwa “ada dua tipe siswa yang dikenal dan diingat oleh guru,
yaitu siswa yang pintar dan siswa yang nakal / bodoh”, sehingga tidak heran
bila ada siswa yang mencoba mengaktualisasikan dirinya dengan berbuat sesuatu
yang menggangu dalam kelas.
Cakupan narsisme lebih luas tidak hanya
dipandang dari segi gaya hidup, dan finansial, tetapi juga kekuasaan, prestasi,
fisik dan penampilan. Individu yang mempunyai kecenderungan narsisme lebih
tertarik dengan hal yang hanya menyangkut dengan kesenangan pribadi. Hal ini juga
memberikan pengaruh cukup besar dalam pergaulan sehar-hari dan biasanya tidak
memiliki kepedulian terhadap perasaan orang lain. [18]
Penanganan Narsisme
Jenis terapi yang dapat membantu untuk
gangguan kepribadian narsistik meliputi:[19]
§ Terapi
perilaku kognitif. Secara umum, terapi perilaku kognitif membantu Anda
mengidentifikasi keyakinan dan perilaku negatif (tidak sehat) dan
menggantinya dengan yang sehat dan positif.
§ Terapi
Keluarga. Terapi keluarga biasanya membawa seluruh keluarga bersama-sama
dalam sesi terapi. Anda dan keluarga Anda mengeksplorasi konflik, komunikasi
dan pemecahan masalah untuk membantu mengatasi masalah dalam hubungan antar
anggota keluarga
§ Terapi
Kelompok . Terapi kelompok, di mana Anda bertemu dengan sekelompok
orang dengan kondisi serupa, mungkin dapat membantu dengan mengajar Anda untuk
berhubungan baik dengan orang lain. Ini mungkin cara yang baik untuk belajar
tentang mendengarkan orang lain, belajar tentang perasaan mereka dan
menawarkan dukungan.
Kesimpulan
Bagi kebanyakan orang Narsisme adalah hal
yang lumrah atau biasa saja tetapi berdasarkan apa yang telah dibahas diatas,
kita dapat membaca bahwa narsis itu memiliki dampak yang tidak baik bagi
pelakunya maupun bagi orang yang berada di sekelilingnya.
Peranan orangtua serta keterlibatan pendidik
dan dengan bantuan dokter atau pun psikiater
sangat dibutuhkan agar perilaku narsis yang sedang terjadi pada saat ini
tidak bergerak terlalu bebas sehingga kebablasan.
Orangtua sebagai pribadi yang terkait
langsung dengan pertumbuhan anak, perlu mengetahui dan memahami setiap
perubahan yang terjadi pada anak, sehingga dapat sedini mungkin meminta bantuan
kepada yang dapat membantu mengatasi atau menangani perilaku tersebut.
Pendidik sebagai pribadi yang tidak hanya
mentransfer ilmu pengetahuan tetapi juga menjadi pribadi yang mampu mentransfer
kehidupan kepada anak didik agar anak didik mampu menghidupi hidup yang mereka
hidupi saat ini. Keberadaan guru bimbingan konseling sangat berperan penting
dalam penanganan perilaku narsis di sekolah.
Psikiater sebagai pribadi yang menangani
masalah kejiwaan juga diharapkan dapat menemukan cara – cara yang lebih efektif
untuk mengantisipasi serta menghindari timbulnya gejala narsis pada anak.
Dengan mengadakan seminar terbuka atau seminar umum bagi orangtua dan anak di
sekolah – sekolah akan sangat membantu dalam mengedukasi serta mengkampanyekan
penanganan perilaku narsis.
[1] Ann M. King, Sheri L. Johnson, Gerald C. Davison, John M.
Neale . 2010 . Abnormal Psychology, 11th Edition . John Wiley
& Sons, Inc. ISBN
978-0-470-43314-0
[3] Morrison, Andrew. 1997. Shame: The Underside of
Narcissism. The Analytic Press. ISBN
0-88163-280-5
[4] Ann M. King, Sheri L. Johnson, Gerald C. Davison, John M.
Neale . 2010 . Abnormal Psychology, 11th Edition . John Wiley
& Sons, Inc. ISBN
978-0-470-43314-0
[6] KBBI Offlin 1.5
[7]
Wida Widiyanti, M. Solehuddin, Aas Saomah Indonesian Journal Of Educational Counseling Volume 1, No. 1, Januari 2017: Page
15-26 ISSN 2541-2779 (print) ISSN 2541-2787 (online)
[10] Grandiose =
perasaan megah, besar diri,
[13] https://www.facebook.com/notes/muhammad-alwi/narsisme-akar-kekerasan-dinamika-tawuran-dan-kekerasan-/442923465746802
[15]
https://m.tempo.co/read/news/2013/01/08/079452878/mk-bubarkan-sekolah-bertaraf-internasional
[16] Ojanen, T.,
Findley, D., & Fuller, S. (2012). Physical and relational aggression in
early adolescence: Associations with narcissism, temperament, and social goals.
Aggressive behavior, 38(2), 99-107.
[17] Santrock, J. W.
(1980). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.
[18] Wida Widiyanti,
M. Solehuddin, Aas Saomah Indonesian
Journal Of Educational Counseling Volume
1, No. 1, Januari 2017: Page 15-26 ISSN
2541-2779 (print) ISSN 2541-2787
(online)
[19]
http://terapipsikologi.com/?cara-ampuh-mengobati-gangguan-kepribadian-narsistik,54
Tidak ada komentar:
Posting Komentar