SKB /SPB [Surat Peraturan Bersama] tentang PENDIRIAN RUMAH IBADAH SP
No 8 dan No 9/2006
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Bersama ini yang dimaksud dengan:
1. Kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan sesama umat beragama
yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati,
menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Pemeliharaan kerukunan umat beragama adalah upaya bersama umat
beragama dan Pemerintah di bidang pelayanan, pengaturan, dan
pemberdayaan umat beragama.
3. Rumah ibadat adalah bangunan yang memiliki ciri-ciri tertentu yang
khusus dipergunakan untuk beribadat bagi para pemeluk masing-masing
agama secara permanen, tidak termasuk tempat ibadat keluarga.
4. Organisasi Kemasyarakatan Keagamaan yang selanjutnya disebut Ormas
Keagamaan adalah organisasi nonpemerintah bervisi kebangsaan yang
dibentuk berdasarkan kesamaan agama oleh warga negara Republik Indonesia
secara sukarela, berbadan hukum, dan telah terdaftar di pemerintah
daerah setempat serta bukan organisasi sayap partai politik.
5. Pemuka Agama adalah tokoh komunitas umat beragama baik yang memimpin
ormas keagamaan maupun yang tidak memimpin ormas keagamaan yang diakui
dan atau dihormati oleh masyarakat setemapat sebagai panutan.
6. Forum Kerukunan Umat Beragama, yang selanjutnya disingkat FKUB,
adalah forum yang dibentuk oleh masyarakat dan difasilitasi oleh
Pemerintah dalam rangka membangun, memelihara, dan memberdayakan umat
beragama untuk kerukunan dan kesejahteraan.
7. Panitia pembangunan rumah ibadat adalah panitia yang dibentuk oleh
umat beragama, ormas keagamaan atau pengurus rumah ibadat.
8. Izin Mendirikan Bangunan rumah ibadat yang selanjutnya disebut IMB
rumah ibadat, adalah izin yang diterbitkan oleh bupati/walikota untuk
pembangunan rumah ibadat.
BAB II
TUGAS KEPALA DAERAH DALAM PEMELIHARAAN
KERUKUNAN UMAT BERAGAMA
Pasal 2
(1) Pemeliharaan kerukunan umat beragama di provinsi menjadi tugas dan
kewajiban gubernur.
(2) Pelaksanaan tugas dan kewajiban gubernur sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dibantu oleh kepala kantor wilayah departemen agama provinsi.
Pasal 4
(1) Pemeliharaan kerukunan umat beragama di kabupaten/kota menjadi tugas
dan kewajiban bupati/walikota.
(2) Pelaksanaan tugas dan kewajiban bupati/walikota sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dibantu oleh kepala kantor departemen agama
kabupaten/kota.
Pasal 5
(1) Tugas dan kewajiban gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
meliputi:
a. memlihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk
memfasilitasi terwujudnya kerukunan umat beragama di provinsi
b. mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal di provinsi dalam
pemeliharaan kerukunan umat beragama;
c. menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian, saling
menghormati, dan saling percaya di antara umat beragama; dan
d. membina dan mengoordinasikan bupati/wakil bupati dan walikota/wakil
walikota dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang
ketenteraman dan ketertiban masyarakat dalam kehidupan beragama.
(2) Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf
c, dan huruf d dapat didelegasikan kepada wakil gubernur.
Pasal 6
(1) Tugas dan kewajiban bupati/walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 meliputi:
a. memlihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk
memfasilitasi terwujudnya kerukunan umat beragama di kabupaten/kota;
b. mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal di kabupaten/kota dalam
pemeliharaan kerukunan umat beragama;
c. menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian, saling
menghormati, dan saling percaya di antara umat bergama;
d. membina dan mengoordinasikan camat, lurah, atau kepala desa dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang ketenteraman dan
ketertiban masyarakat dalam kehidupan beragama;
e. menerbitkan IMB rumah ibadat.
(2) Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf
c, dan huruf d dapat didelegasikan kepada walikota/bupati/wakil
walikota.
(3) Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan
huruf c di wilayah kecamatan dilimpahkan kepada camat dan di wilayah
kelurahan/desa dilimpahkan kepada lurah/kepala desa melalui camat.
Pasal 7
(1) Tugas dan kewajiban camat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat
(3) meliputi:
a. memlihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk
memfasilitasi terwujudnya kerukunan umat beragama di wilayah kecamatan;
b. menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian, saling
menghormati, dan saling percaya di antara umat beragama; dan
c. membina dan mengoordinasikan lurah dan kepala desa dalam
penyelenggaraan
pemerintahan daerah di bidang ketenteraman dan ketertiban masyarakat
dalam kehidupan keagamaan.
(2) Tugas dan kewajiban lurah/kepala desa sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 ayat (3) meliputi:
a. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk
memfasilitasi terwujudnya kerukunan umat beragama di wilaya
kelurahan/desa; dan
b. menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian, saling
menghormati, dan saling percaya di antara umat beragama.
BAB III
FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA
Pasal 8
(1) FKUB dibentuk di provinsi dan kabupaten/kota.
(2) Pembentukan FKUB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah daerah.
(3) FKUB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki hubungan yang
bersifat konsultatif.
Pasal 9
(1) FKUB provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) mempunyai
tugas:
a. melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat;
b. menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat;
c. menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat dalam bentuk
rekomendasi sebagai bahan kebijakan gubernur; dan
d. melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan di
bidang keagamaan yang bekaitan dengan kerukunan umat beragama dan
pemberdayaan masyarakat.
(2) FKUB kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1)
mempunyai tugas:
a. melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat.
b. menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat;
c. menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat dalam bentuk
rekomendasi sebagai bahan kebijakan bupati/walikota;
d. melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan di
bidang keagamaan yang berkaitan dengan kerukunan umat beragama dan
pemberdayaan masyarakat; dan
e. memberikan rekomendasi tertulis atas permohonan pendirian rumah
ibadat.
Pasal 10
(1) Keanggotaan FKUB terdiri atas pemuka-pemuka agama setempat.
(2) Jumlah anggota FKUB provinsi paling banyak 21 orang dan jumlah
anggota
FKUB kabupaten/kota paling banyak 17 orang.
(3) Komposisi keanggotaan FKUB provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) ditetapkan berdasarkan perbandingan jumlah
pemeluk agama setempat dengan keterwakilan minimal 1 (satu) orang dari
setiap agama yang ada di provinsi dan kabupaten/kota.
(4) FKUB dipimpin oleh 1 (satu) orang ketua, 2 (dua) orang wakil ketua, 1
(satu) orang sekretaris, 1 (satu) orang wakil sekretaris, yang dipilih
secara musyarawah oleh anggota.
Pasal 11
(1) Dalam memberdayakan FKUB, dibentuk Dewan Penasihat FKUB di provinsi
dan kabupaten/kota.
(2) Dewan Penasihat FKUB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai
tugas:
a. membantu kepala daerah dalam merumuskan kebijakan pemeliharaan
kerukunan umat beragama; dan
b. memfasillitasi hubungan kerja FKUB dengan pemerintah daerah dan
hubungan antara sesama instansi pemerintah di daerah dalam pemeliharaan
kerukunan umat beragama.
(3) Keanggotaan Dewan Penasehat FKUB provinsi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan oleh gubernur dengan susunan keanggotaan:
a. Ketua : wakil gubernur
b. Wakil Ketua : kepala kantor wilayah departemen agama provinsi;
c. Sekretaris : badan kesatuan bangsa dan politik provinsi;
d. Anggota : pimpinan instansi terkait.
(4) Dewan Penasehat FKUB kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan oleh bupati/walikota dengan susunan keanggotaan:
a. Ketua : wakil bupat/wakil walikota;
b. Wakil Ketua : kepala kantor departemen agama kabupaten/kota;
c. Sekretaris : kepala badan kesatuan bangsa dan politik kabupaten/kota
d. Anggota : pimpinan instansi terkait.
Pasal 12
Ketentuan lebih lanjut mengenai FKUB dan Dewan Penasihat FKUB provinsi
dan kabupaten/kota diatur dengan Peraturan Gubernur.
BAB IV
PENDIRIAN RUMAH IBADAT
Pasal 13
(1) Pendirian rumah ibadat didasarkan pada keperluan nyata dan
sungguh-sungguh berdasarkan komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan
umat beragama yang bersangkutan di wilayah kelurahan/desa.
(2) Pendirian rumah ibadat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan tetap menjaga kerukunan umat beragama, tidak mengganggu
ketenteraman dan ketertiban umum, serta mematuhi peraturan
perundang-undangan.
(3) Dalam hal keperluan nyata bagi pelayanan umat beragama di wilayah
kelurahan/desa sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak terpenuhi,
pertimbangan komposisi jumlah penduduk digunakan batas wilayah kecamatan
atau kabupaten/kota atau provinsi.
Pasal 14
(1) Pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan administratif dan
persyaratan teknis bangunan gedung.
(2) Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan khusus meliputi:
a. daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk pengguna rumah ibadat paling
sedikit 90 (sembilan puluh) orang yang disahkan oleh pejabat setempat
sesuai dengan tingkat batas wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
ayat (3);
b. dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 (enam puluh) orang
yang disahkan oleh lurah/kepala desa;
c. rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota;
dan
d. rekomendasi tertulis FKUB kabupaten/kota.
(3) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
terpenuhi sedangkan persyaratan huruf b belum terpenuhi, pemerintah
daerah berkewajiban memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumah
ibadat.
Pasal 15
Rekomendasi FKUB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf d
merupakan hasil musyarawah dan mufakat dalam rapat FKUB, dituangkan
dalam bentuk tertulis.
Pasal 16
(1) Permohonan pendirian rumah ibadat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
14 diajukan oleh panitia pembangunan rumah ibadat kepada bupati/walikota
untuk memperoleh IMB rumah ibadat.
(2) Bupati/walikota memberikan keputusan paling lambat 90 (sembilan
puluh) hari sejak permohonan pendirian rumah ibadat diajukan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
Pasal 17
Pemerintah daerah memfasilitasi penyediaan lokasi baru bagi bangunan
gedung rumah ibadat yang telah memiliki IMB yang dipindahkan karena
perubahan rencana tata ruang wilayah.
BAB V
IZIN SEMENTARA PEMANFAATAN BANGUNAN GEDUNG
Pasal 18
(1) Pemanfaatan bangunan gedung bukan rumah ibadat sebagai rumah ibadat
sementara harus mendapat surat keterangan pemberian izin sementara dari
bupati/walikota dengan memenuhi persyaratan.
a. laik fungsi; dan
b. pemeliharaan kerukunan umat beragama serta ketenteraman dan
ketertiban masyarakat.
(2) Persyaratan laik fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
mengacu pada peraturan perundang-undangan tentang bangunan gedung.
(3) Persyaratan pemeliharaan kerukunan umat beragama serta ketenteraman
dan ketertiban masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
meliputi:
a. Izin tertulis pemilik bangunan;
b. rekomendasi tertulis lurah/kepala desa;
c. pelaporan tertulis kepada FKUB kabupaten/kota; dan
d. pelaporan tertulis kepada kepala kantor departemen agama
kabupaten/kota.
Pasal 19
(1) Surat keterangan pemberian izin sementara pemanfaatan bangunan
gedung bukan rumah ibadat oleh bupati/walikota sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 18 ayat (1) diterbitkan setelah mempetimbangkan pendapat
tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota dan FKUB
kabupaten/kota.
(2) Surat keterangan pemberian izin sementara pemanfaatan bangunan
gedung bukan rumah ibadat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku
paling lama 2 (dua) tahun.
Pasal 20
(1) Penerbitan surat keterangan pemberian izin sementara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dapat dilimpahkan kepada camat.
(2) Penerbitan surat keterangan pemberian izin sementara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah mempertimbangkan pendapat
tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota dan FKUB
kabupaten/kota.
BAB VI
PENYELESAIAN PERSELISIHAN
Pasal 21
(1) Perselisihan akibat pendirian rumah ibadat diselesaikan secara
musyawarah oleh masyarakat setempat.
(2) Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
dicapai, penyelesaian perselisihan dilakukan oleh bupati/walikota
dibantu kepala kantor departemen agama kabupaten/kota melalui musyawarah
yang dilakukan secara adil dan tidak memihak dengan mempertimbangkan
pendapat atau saran FKUB kabupaten/kota.
(3) Dalam hal penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) tidak dicapai, penyelesaian perselisihan dilakukan melalui
Pengadilan setempat.
Pasal 22
Gebernur melaksanakan pembinaan terhadap bupati/walikota serta instansi
terkait di daerah dalam menyelesaikan perselisihan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21.
BAB VII
PENGAWASAN DAN PELAPORAN
Pasal 23
(1) Gubernur dibantu kepala kantor wilayah departemen agama provinsi
melakukan pengawasan terhadap bupati/walikota serta instansi terkait di
daerah atas perlaksanaan pemeliharaan kerukunan umat beragama,
pemberdayaan forum kerukunan umat beragama dan pendirian rumah ibadat.
Pasal 24
(1) Gubernur melaporkan pelaksanaan pemeliharaan kerukunan umat
beragama, pemberdayaan forum kerukunan umat beragama, dan pengaturan
pendirian rumah ibadat di provinsi kepada Menteri Dalam Negeri dan
Menteri Agama dengan tembusan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan
Keamanan, dan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat.
(2) Bupati/walikota melaporkan pelaksanaan pemeliharaan kerukunan umat
beragama, pemberdayaan forum kerukunan umat beragama, dan pengaturan
pendirian rumah ibadat di kabupaten/kota kepada gubernur dengan tembusan
Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan
setiap 6 (enam) bulan pada bulan Januari dan Juli, atau sewaktu-waktu
jika dipandang perlu.
Pasal 25
Belanja pembinaan dan pengawasan terhadap pemeliharaan kerukunan umat
beragama serta pemberdayaan FKUB secara nasional didanai dari dan atas
beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Pasal 26
(1) Belanja pelaksanaan kewajiban menjaga kerukunan nasional dan
memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat di bidang pemeliharaan
kerukunan umat beragama, pemberdayaan FKUB dan pengaturan pendirian
rumah ibadat di provinsi didanai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah provinsi.
(2) Belanja pelaksanaan kewajiban mennjaga kerukunan nasional dan
memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat di bidang pemeliharaan
kerukunan umat beragama, pemberdayaan FKUB dan pengaturan pendirian
rumah ibadat di kabupaten/kota didanai dari dan atas beban Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 27
(1) FKUB dan Dewan Penasihat FKUB di provinsi dan kabupaten/kota
dibentuk paling lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan Bersama ini
ditetapkan.
(2) FKUB atau forum sejenis yang sudah dibentuk di provinsi dan
kabupaten/kota disesuaikan paling lambat 1(satu) tahun sejak Peraturan
Bersama ini ditetapkan.
Pasal 28
(1) Izin bangunan gedung untuk rumah ibadat yang dikeluarkan oleh
pemerintah daerah sebelum berlakunya Peraturan Bersama ini dinyatakan
sah dan tetap berlaku.
(2) Renovasi bangunan gedung rumah ibadat yang telah mempunyai IMB untuk
rumah ibadat, diproses sesuai dengan ketentuan IMB sepanjang tidak
terjadi pemindahan lokasi.
(3) Dalam hal bangunan gedung rumah ibadat yang telah digunakan secara
permanen dan/atau memiliki nilai sejarah yang belum memiliki IMB untuk
rumah ibadat sebelum berlakunya Peraturan Bersama ini, bupati/walikota
membantu memfasilitasi penerbitan IMB untuk rumah ibadat dimaksud.
Pasal 29
Peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan oleh pemerintahan
daerah wajib disesuaikan dengan Peraturan Bersama ini paling lambat
dalam jangka waktu 2 (dua) tahun.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 30
Pada saat berlakunya Peraturan Bersama ini, ketentuan yang mengatur
pendirian rumah ibadat dalam Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri
Dalam Negeri Nomor 01/BER/MDN-MAG/1969 tentang Pelaksanaan Tugas
Aparatur Pemerintahan dalam Menjamin Ketertiban dan Kelancaran
Pelaksanaan Pengembangan dan Ibadat Agama oleh Pemeluk-Pemeluknya
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 31
Paraturan Bersama ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 Maret 2006
MENTERI AGAMA
MUHAMMAD M. BASYUNI
ttd
SUMBER :
MENTERI DALAM NEGERI
ttd
M. MOH MA’RUF
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
ANDROID “PERUSAK” MASA DEPAN
Smart People, jagalah anak kita dengan segala kewaspadaan yang kita miliki. Karena existensi kita ditentukan oleh keturunan kita (anak...
-
MAKALAH Disusun dan D iajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Sistematika II Pascasarjana Sekolah Tingg...
-
YESUS MENGUBAH SEGALANYA (Kesaksian Pertobatan) Saya dilahirkan di Pulau Samosir di keluarga Katolik. Meskipun orang tua saya bukanl...
-
GURU PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN YANG IDEAL SEBAGAI INSTRUMEN DALAM MENCAPAI TUJUAN MAKALAH Disusun dan D iajukan Sebagai Salah Sat...
dear bro,
BalasHapusbab VIII kok gak ada ya bro...
thanks..