MAKALAH
Disusun
dan Diajukan
Sebagai
Salah Satu Syarat Untuk
Menyelesaikan
Mata Kuliah Sistematika II
Pascasarjana Sekolah
Tinggi Teologi Real Batam
KELOMPOK 3
MANGADAR, S.Pd
JUNI SRIYANTI SIMANJUNTAK, S.Pd.K
EFFRAT ASSO,
S.Th
PROGRAM PASCASARJANA
SEKOLAH
TINGGI TEOLOGI REAL
BATAM
2017
BAB
I
PENDAHULUAN
Menurut gambar
dan rupa Allah (imagodei) adalah hakikat penciptaan yang sesunggunya. Dari awal
penciptaan dirancang oleh Allah, dijadikan sesuai dengan apa yang Allah
inginkan. Hanya dengan berfirman maka apa yang ingin Allah ciptakan jadi sesuai
dengan apa yang sudah Allah firmankan. Dan saat menciptakan manusia adalah satu
proses yang sangat unik dan berbeda dari ciptaan lainnya. Dimana manusia
diciptakan tidak hanya dengan firman akan tetapi Allah sendiri yang berkarya,
membentuk ciptaan itu sesuai dengan apa yang Allah inginkan ( Kej 1:26 ).
Manusia berusaha untuk memahami sudut pandang Allah dalam segala aspek dari
maksud dan tujuan Allah dalam kehidupan manusia. Dan semua hal yang dilakukan
oleh manusia memiliki sumber yaitu Allah. Apapun yang sedang dilakukan manusia
semuanya merupakan pertanggungjawaban kepada Allah. Walaupun dalam perjalanan
kehidupan manusia ada penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan manusia sehingga
manusia menjadi berdosa. Manusia melanggar apa yang Allah perintahkan sebagai
suatu bukti nyata bahwa manusia memiliki kehendak bebas. Manusia kehilangan
kemuliaan Allah dengan satu pelanggaran yang menjadikan hubungan Allah dengan
manusia menjadi renggang, manusia malu bertemu dengan Allah sehingga manusia
bersembunyi saat Allah datang mencari mereka.
Dalam
bukunya Thomy J. Matakupan dan Julio Kristano ada beberapa hal penting yang
harus dipelajari tentang doktrin manusia dan dosa:
1. Menolong manusia itu sendiri untuk memahami
siapakah Allah
2. Membawa manusia untuk memahami dirinya sesuai
dengan tujuan penciptaanya.
3. Menolong setiap orang percaya memahami kehidupan
barunya sebagai umat tebusan Allah didalam Kristus Yesus
4. Menolong memahami natur Kristus, dalam kaitannya
dengan natur manusia, oleh karena Kristus didalam tubuh inkarnasi-Nya sebagai
manusia sejati menunjukkan bagaimanakah sehatrusnya seorang manusia hidup
dihadapan Allah
5. Membawa manusia untuk memahami tingkatan
kehidupan yang lebih tinggi, anggun, mulia, terhormat, dan agung
6. Memperlengkapi setiap pelayanan penginjilan dan
pastoral dengan memberikan pemahaman mengenai keberadaan manusia dihadapan
Allah dan mengapa manusia membutuhkan Injil secara mutlak
7. Menolong manusia untuk memahami semua doktrin
lainnya di dalam Alkitab
Dari
uraian diatas sangat jelas bahwa Allah memiliki rencana yang besar bagi manusia
sebagai pengeolola dan penguasa atas semua ciptaan yang ada. Allah member
kepercayaan yang penuh kepada manusia untuk menjadi penguasa atas seluruh
ciptaan yang ada. Gambar dan rupa Allah di dalam diri manusia membedakan
manusia dari ciptaan yang lain. Namun dosa telah merusak semua kehormatan dan kemuliaan
yang diberikan Allah kepada manusia.
BAB
II
MANUSIA
dan DOSA
Dalam
perspektif Kristen manusia adalah ciptaan Allah, yang diciptakan menurut rupa
dan gambar Allah. Tentu saja hal ini sangat bertentangan dengan teori evolusi
yang sangat terkenal itu. Manusia adalah karya Allah yang diciptakan secara
sadar sistematis serta punya tujuan. Gambaran dan sifat Allah itu menjadi
bagian dasar dari manusia. Secara khusus perlu diperhatikan bahwa meskipun
Allah mengomunikasikan atribut-Nya kepada manusia, Allah tetap berbeda dengan
manusia secara kualitatif. Semua atribut yang dimiliki Allah bersifat tidak
terbatas atau dikenal dengan istilah “maha” sementara atribut Allah yang
dimiliki manusia berada didalam keterbatasan. Sama seperti soerang yang berdiri
di depan cermin. Walaupun gambaran yang terdapat di dalam cermin mempunyai
keakuratan sempurna dengan diri orang tersebut, tetap ada perbedaan kualitas
diantara keduanya.[1]
Dalam bukunya Millard J
Erickson berkata bahwa :
“Manusia juga memiliki dimensi abadi.
Manusia memiliki sebuah awal keberadaan yang tertentu. Namun dia diciptakan
oleh Allah yang abadi, sehingga dengan demikian manusia memiliki masa depan
yang abadi pula. Jadi, apabila ditanyakan apa yang terbaik untuk manusia, kita
jangan menjawabnya hanya berkenaan dengan kesejahteraan sementara serta
kesenangan hidup jasmaniah. Di dalam manusia terdapat dimensi lain (yang jauh
lebih penting) dan yang harus dipuaskan. Oleh karena itu, tidak ada untungnya
bagi manusia untuk mengelak kenyataan akan tujuan hidupnya yang terletak dalam
keabadian itu”.[2]
MANUSIA
Di luar Alkitab, kita mengetahui
bahwa manusia didefinisikan secara berbeda-beda, melalui pendekatan dan
penekanan yang berbeda-beda. Lalu apakah yang dikatakan Alkitab mengenai
manusia? Kita akan memahami definisi manusia dengan memperhatikan apa
yang pertama kali Alkitab katakan mengenai manusia, yaitu penciptaannya. Ayat
yang paling jelas menyatakan hal tersebut adalah Kejadian 1:26, baik dalam
Alkitab bahasa Indonesia, dan Alkitab versi New King James Version, sebagai
berikut:
Berfirmanlah Allah: "Baiklah
Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa
atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas
seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi."
Then God said, "Let Us make man
in Our image, according to Our likeness; let them have dominion over the fish
of the sea, over the birds of the air, and over the cattle, over all the earth
and over every creeping thing that creeps on the earth."
Kejadian 1:26 merupakan ayat yang
pertama kali membicarakan manusia. Ayat tersebut berbicara dalam konteks
penciptaan manusia. Hal tersebut membawa kita kepada suatu definisi utama
sekaligus pertama mengenai manusia dalam Alkitab, yaitu satu-satunya
makhluk yang diciptakan Allah menurut gambar dan rupa Allah. Karena setelah
ayat ini pun, tidak ada ayat lain di dalam Alkitab yang menyatakan bahwa ada
ciptaan lain yang diciptakan segambar dan serupa dengan Allah. Tetapi, apakah
sebenarnya arti dari diciptakan menurut gambar Allah?
Prof. Sung Wook Chung [3]
mengartikan diciptakan menurut gambar Allah dalam ketiga pandangan yang
menyeluruh, yaitu substantif, relasional, dan fungsional. Substantif dalam arti
manusia memiliki akal budi dan kehendak bebas sebagai gambar Allah di dalam
manusia yang membedakan manusia dengan binatang (pandangan Agustinus). Luther
dan Calvin mengadaptasi posisi Agustinus dan menambahkan bahwa
karakteristik-karakteristik moral juga merupakan karakter dari gambar Allah.
Pandangan relasional menyatakan
bahwa gambar Allah, bukanlah suatu unsur yang dilimpahkan ke dalam seorang
manusia, melainkan merupakan kemampuan manusia untuk menjaga relasi dengan
Allah dan orang-orang lain. Pandangan ini dianut oleh teolog-teolog Neo-ortodoks,
seperti Emil Brunner dan Karl Barth. Karl Barth secara khusus terkenal karena
pendapatnya bahwa manusia-manusia mampu untuk bereksistensi di dalam relasi
dengan Allah dan orang-orang lain, khususnya karena mereka diciptakan di dalam
gambar Allah Tritunggal yang bersifat relasional.
Pandangan ketiga adalah pandangan
fungsional yang mulai meraih perhatian pada abad ke-20. Menurut pandangan ini,
gambar Allah bukanlah karakteristik dasar atau pun kemampuan umat manusia untuk
membangun relasi-relasi, melainkan gambar Allah diwujud nyatakan dalam tujuan
atau fungsi manusia untuk menampilkan karya-karya natur Ilahi. Allah memanggil
manusia untuk menjadi wakil pengawas atas ciptaan. Dengan demikian, Allah
memerintahkan manusia untuk merefleksikan gambar-Nya dengan berfungsi sebagai
raja atas ciptaan.
Ketiga pandangan tersebut secara
menyeluruh yaitu substansi, relasional, dan fungsional, merupakan jawaban yang
terbaik saat ini untuk menjelaskan arti dari “diciptakan menurut gambar Allah.”
Secara substansi manusia mewarisi sifat-sifat Allah yang communicable (dapat
dikomunikasikan) seperti kekudusan, kebijaksanaan, kebenaran, kasih, dan
keadilan.
Secara relasional, manusia
diciptakan dalam gambar Allah Tritunggal yang memiliki persekutuan dalam ketiga
oknum Tritunggal dalam kesatuan-Nya. Gambar Allah secara relasional ini,
terpancar dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial, yang tidak mampu
hidup sendiri, tanpa melakukan hubungan sosial. Manusia sebagai makhluk sosial
juga berarti bahwa manusia memiliki ketergantungan secara sosial terhadap
manusia lainnya.
Secara fungsional, manusia memiliki
peran manajerial atas dunia ini. Manusia dapat dikatakan memiliki jabatan
sebagai raja atas dunia ini. Tetapi hal tersebut tidaklah berarti bahwa manusia
dapat menggunakan alam semesta secara semena-mena, melainkan hal tersebut
berarti manusia harus merefleksikan gambar Allah dalam diri-Nya dengan
mengelola alam semesta secara bertanggung jawab bagi kemuliaan Allah
pencipta-Nya.
Keadaan Manusia Pertama Diciptakan
Dalam bagian ini, kita akan membahas
manusia yang mampu memancarkan gambar diri Allah sebelum manusia jatuh dalam
dosa. Bagian ini tidak mungkin dibahas lepas dari definisi manusia. Hal
tersebut disebabkan karena manusia didefinisikan sesuai dengan penciptaannya
yang unik. Tidak ada satu pun perbedaan manusia dengan ciptaan lain, selain
penciptaannya yang khas dan tujuan Allah dalam penciptaannya yang khas
tersebut. Tanpa manusia diciptakan sesuai dengan gambar Allah, kita akan
kehilangan makna sesungguhnya dari manusia, dan manusia tidak akan menjadi
berbeda dengan binatang.
Prof. DR. Werner Gitt menyatakan,
“Jika kita menolak fakta penciptaan, kita akan terseok-seok berputar-putar di
semak belukar sistem pemikiran evolusi dan tidak akan bertemu dengan
kebenaran.”[4]
Bila kita setuju dengan pendapat tersebut, maka kita akan
menyimpulkan, bahwa tanpa fakta penciptaan, kita tidak akan menemukan kebenaran
mengenai manusia. Apakah yang Alkitab katakan mengenai penciptaan manusia?
1) Manusia Diciptakan Dari Debu Tanah
Kejadian 2:7 menyatakan, “Ketika
itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan
nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang
hidup.” Dalam ayat ini, Alkitab versi Indonesia Terjemahan Baru memberikan
terjemahan yang baik. Dikatakan Allah “membentuk” manusia, dan bukannya
“menciptakan”. Perlu sekali diketahui bahwa dalam bahasa Ibrani, istilah
menciptakan sedikitnya diterjemahkan dari dua kata Ibrani, yakni בּרא (baca: bara) dan יָצַר (baca: yatsar). Definisi yang
paling mendasar untuk kata בּרא (baca: bara)
adalah menciptakan dari yang tidak ada menjadi ada, sedangkan untuk יָצַר (baca: yatsar) adalah
menyempurnakan/membentuk suatu ciptaan dari ciptaan yang sudah ada.[5] “Menghembuskan nafas hidup ke dalam
hidungnya.” Dalam hal ini juga penciptaan manusia menjadi sangat unik.
Karena tidak ada ciptaan lain dalam Kejadian 1 yang diberikan nafas hidup oleh
Allah selain manusia, demikianlah melalui bagian ini dapat dimengerti suatu
alasan utama atas keunggulan manusia dari ciptaan lainnya.
2) Manusia Merefleksikan Diri Allah
Seperti telah dibahas dalam bagian
sebelumnya, manusia adalah satu-satunya makhluk dalam alam semesta ciptaan
Allah yang menerima nafas Allah sendiri. Nafas Allah yang diberikan kepada
manusia, memampukan manusia untuk merefleksikan diri Allah, karena nafas Allah
tersebut tidaklah diciptakan, melainkan dinafaskan oleh Sang Pencipta kedalam
bentuk fisik dari manusia. Maka, di dalam diri manusia, terdapat diri Allah.
Tentu saja bukan diri Allah yang sempurna. Melainkan hanya gambar diri-Nya yang
diberikan langsung (tidak diciptakan) kepada debu tanah.
Substansi/hakekat manusia mewarisi
atribut-atribut Allah yang communicable (dapat
dikomunikasikan), seperti hikmat, kebijaksanaan, akal budi, kehendak bebas,
kesucian, kasih, dsb. Tetapi atribut-atribut tersebut tidak diberikan Allah
secara sempurna, tetapi dalam suatu batasan yang jauh antara pencipta dengan
ciptaan. Hal tersebut hanyalah cermin yang digunakan Allah untuk
merefleksikan/memantulkan kemuliaan-Nya melalui manusia.
Maka, segala substansi Ilahi yang
dimiliki manusia, ketika pertama kali diciptakan, tidak pernah dimaksudkan
untuk membuat manusia bermegah di dalam dirinya sendiri. Melainkan, dimaksudkan
untuk membuat manusia memuliakan Allah melalui dirinya. H. Henry Meeter [6]
mengatakan:
“Manusia sebelum kejatuhannya dalam dosa pun, jika
dibandingkan dengan Allah yang mulia, tidak ada artinya dan seperti kesia-siaan
belaka. Semua bangsa-bangsa hanya ibarat debu halus di atas timbangan. Manusia
yang belum terjatuh ke dalam dosa pun, sudah sepenuhnya bergantung kepada
Allah. Apalagi manusia yang sudah jatuh ke dalam dosa?”
DOSA
Pengertian dosa
Dalam Perjanjian Lama ada beberapa kata untuk dosa “Khatta”
yang pokok artinya adalah “tidak kena”. Dalam Perjanjian Baru dosa adalah
“a nomia” ( 1 Yoh. 3:4). Jadi dosa adalah perbuatan yang tidak sesuai
dengan kehendak Allah.[7]
Kata dosa sudah lazim dipergunakan dikalangan Kristen. Dosa tidakalah sama dengan
kejahatan, dosa itu tidak boleh dijadikan istilah etika manusia yang berbicara
tentang pelanggaran pelbagai aturan atau kebiasaan. Tetapi kata dosa adalah
istilah teologia yang langsung ada sangkut pautnya dengan hubungan anatara
Allah dan manusia.[8] Menurut
Becker pengertian dosa yaitu, dalam Perjanjian Lama, arti dosa dimengerti
sebagai “ketidaktaatan” yaitu yang diungkapkan melalui istilah Pesya (pemberontakan), khatta (pelanggaran),
danawon (perbuatan yang tidak senonoh). Sedangkan dalam Perjanjian
Baru, Dosa juga diartikan sebagai “ketidaktaan” (Rom. 5:19). Ketidaktaan yang
dimaksud tidak hanya melanggar hak dan hukum taurat Allah ( 1 Yoh. 3:4), tetapi
juga melawan Allah sendiri.[9] Dosa
ialah kegagalan, kekeliruan atau kesalahan, kejahatan, pelanggaran, tidak
menaati hukum, kelaliman, atau ketidakadilan. Dosa adalah kejahatan dalam
segala bentuknya.[10] Padahal
dosa menurut Kej. 4:7, adalah musuh yang setiap saat telah mengintip di depan
pintu hati manusia untuk memasukinya. Dosa senantiasa menyembunyikan diri
dibelakang perbuatan-perbuatan yang tampaknya baik.[11]
Asal mula dosa
Dosa sudah ada di alam semesta
sebelum Adam dan Hawa jatuh kedalam dosa. Ini terbukti dari hadirnya penggoda
(ular) itu di Taman Eden. Kejadian 3 menjelaskan jalannnya peristiwa pencobaan,
si penggoda (ular) meyakinkan bahwa Hawa dan Adam akan menjadi sama seperti
Allah , yakni mengenal mana yang baik dan mana yang jahat. Kepada keinginan
jahat inilah perhatian Hawa dipusatkan dan keinginan inilah yang disoroti untuk
melacak asal mula dosa.[12] Permasalahan
mengenai asal mula kejahatan yang ada di dalam dunia telah dianggap sebagai
salah satu masalah yang paling sulit dalam filsafat maupun teologi. Kejahatan
ini bermula dalam pilihan bebas manusia, baik dalam eksistensi sekarang atau eksistensi
sebelumnya. Berkenaan dengan asal mula dosa dalam sejarah manusia,
Alkitab mengajarkan bahwa dosa itu dimulai dengan pelanggaran Adam di Firdaus,
dengan demikian dimulai juga dengan tindakan yang dilakukan oleh manusia dengan
kesadaran penuh. Akan tetapi kemudian persoalannya tidak berhenti sampai disitu
saja, sebab oleh dosa yang pertama itu Adam menjadi budak dosa yang tidak
bebas. Dosa itu membawa kekotoran permanen, Allah memutuskan bahwa seluruh
manusia adalah orang berdosa di dalam Adam, sama halnya dengan Ia memutuskan
bahwa semua orang percaya menjadi benar di dalam Yesus Kristus. “Jadi sama
seperti oleh ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa,
demikian pula oleh ketaatan satu orang semua orang menjadi orang benar (Rom 5:
18-19)”. Berkenaan dengan semua ini maka jelas merupakan suatu penghujatan jika
mengatakan bahwa Allah adalah pembuat dosa.[13] Dalam
Rom. 5:12 juga dikatakan bahwa “sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke
dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu
telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa. Jadi
ayat ini menunjukkan, bahwa dosa telah masuk kedalam dunia karena perbuatan
Adam, atau oleh karena Adam melanggar perintah Tuhan Allah atau memberontak
terhadap Tuhan Allah, maka pintu gerbang dunia terbuka bagi masuknya dosa
kedalam dunia.[14] Karena
dosa Adam, manusia sudah masuk kedalam lingkaran setan yang mengurungnya.
Artinya, apa saja yang secara konkret diperbuat oleh manusia , hanya mengukuhkan
saja perbudakannya terhadap dosa, biarpun perbuatan konkret itu dilakukannya
secara bebas dan atas tanggung jawab sendiri. Dari dirinya sendiri manusia
tidak dapat keluar dari lingkaran ini. Yang dapat menyelamatkan manusia dari
kuasa dosa ialah Allah.[15]
Hakikat Dosa
Sebenarnya segala tabiat dosa, baik dipandang sebagai
ketidakpercayaan atau pelanggaran atau ketidaktaatan, semuanya itu telah
diungkapakan dalam Kej. 3. Menurut Alkitab, segala dosa pada hakikatnya sama
dengan dosa yang diungkapkan di Kej. 3. Dosa merusak hubungan, baik hubungan
antara manusia dengan Allah maupun hubungan antara manusia dengan manusia. Oleh
karena dosa manusia membenci Allah ( Yoh. 15: 23), tidak layak disebut
anak-anak Allah ( Luk 15: 21), tetapi manusia lalu juga membenci sesamanya
(Kej. 3:12). Hakikat dosa berarti tidak mengindahkan hukum Tuhan. Dalam
pengertian anomia berarti kehilangan hukum Tuhan sama dengan tidak adanya
kepercayaan terhadap pribadi yang memberikan hukum itu, dan ingin merebut hak
wewenang Allah.[16]
Akibat dosa
Dosa Adam dan Hawa bukanlah
peristiwa yang berdiri sendiri tanpa kaitan. Akibat-akibatnya terhadap mereka
keturunannya dan terhadap dunia segera kelihatan.
a.
Sikap
manusia terhadap Allah
Perubahan sikap Adam dan hawa
terhadap Allah menunjukan pemberontakan yang terjadi dalam hati mereka.
Bersembunyilah manusia dan istrinya itu terhadap Allah Yahweh diantara
pohon-pohonan dalam taman ( Kej. 3:8), dan ditutupilah dirinya dengan cawat
(Kej. 3:7). Padahal manusia diciptakan untuk hidup dihadapan Allah dan dalam
persekutuan dengan Dia. Tapi sekarang setelah mereka jatuh ke dalam dosa mereka
gemetar berjumpa dengan Allah. Rasa malu dan ketakutan yang sekarang marajai
hati mereka, ( Bnd. Kej. 2:25;3:7,10) menunjukan bahwa perpecahan sudah terjadi.
b.
Sikap
Allah terhadap manusia
Perubahan tidak hanya terjadi pada
sikap manusia terhadap Allah , tapi juga pada sikap Allah terhadap
manusia. Hajaran hukuman , kutukan dan pengusiran dari Taman Eden, semuanya ini
menandakan perubahan itu. Dosa timbul pada satu pihak , tapi akibat-akibatnya
melibatkan kedua pihak. Dosa menimbulkan amarah dan kegusaran Allah, dan memang
harus demikian sebab dosa bertentangan mutlak dengan hakikat Allah. Mustahil
Allah masa bodoh terhadap dosa, karena mustahil pula Allah menyangkali diriNya
sendiri.
c.
Akibat-akibatnya
terhadap umat manusia
Sejarah umat manusia berikutnya
melengkapai daftar kejahatan ( Kej. 4:8,19,23, 24;6:2,3,5). Dan timbunan
kejahatan yang merajalela itu mencapai kesudahannya dlam pemusnahan umat
manusia, kecuali 8 orang ( Kej. 6:7, 13; 7:21-24). Kejatuhan ke dalam dosa
berakibat tetap dan menyeluruh, tidak hanya menimpa Adam dan Hawa, tapi juga
menimpa segenap keturunan mereka ; dalam ihwal dosa dan kejahatan terkandung
solidaritas insani, yakni sama-sama langsung terhisap dalam perbuatan dosa itu
dan menanggung segala akibatnya.
d.
Akibat-akibat
terhadap alam semua
Akibat –akibat dari kejatuhan ke
dalam dosa meluas sampai alam semesta. ‘ terkutuklah tanah ini kerena
engkau’ ( Kej. 3: 17; bnd Rm 8:20). Manusia adalah mahkota seluruh ciptaan,
jadilah menurut gambar Allah dan karena itu merupakan wakil Allah ( Kej. 1:26).
Bencana kejatuhan manusia ke dsalam dosa mendatangkan bencana laknat atas alam
semesta yang terjadinya manusia telah dikaruniai kuasa. Dosa adalah peristiwa
dalam kawasan rohani manusia, tapi akibatnya menimpa seluruh alam semesta.
e.
Munculnya
maut
Maut adalah rangkuman dari hukuman
atas dosa. Inilah peringatan yang bertalian dengan larangan di Taman Eden (
Kej. 2:17 ), Maut sebagai gejala alamiah, porak porandanya unsur-unusur kedirian manusia yang
pada aslinya adalah utuh dan pandu sejali. Keporandaan ini melukiskan hakikat
maut, yaitu keterpisahan manusia dari Allah , yang nyata pada pengusiran
manusia dari Taman Eden. Oleh karena dosa, manusia gentar mengahadapi kematian
(Luk. 12:5; Ibr. 2:15).[17]
Sebagai akibat dari perbuatan dosa, Millard J. Erickson[18]
(2003:211-236) menulis bahwa ada akibat
yang ditimbulkan :
1.
Terhadap hubungan
dengan Allah yang mencakup: Tidak diperkenan Allah, Rasa Bersalah, Penghukuman,
Kematian.
2.
Terhadap orang yang
berbuat dosa yaitu Perbudakan, lari dari kenyataan, Penolakan Dosa, menipu diri
sendiri, ketidakpekaan,, mementingkan diri sendiri, ketidaktenangan.
3.
Terhadap sesama manusia
: Persaingan, tidak mampu menaruh empati, menolak pihak yang berkuasa, tidak
mampu mengasihi.
Kuasa Dosa
Rom. 5:12
memberi keterangan: “sebab itu, sama seperti dosa telah masuk kedalam dunia
oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, dengan demikian maut itu telah
menjalar pada semua orang”. Di sini dosa digambarkan seperti suatu kuasa yang
berpribadi, yang kemudian masuk ke dalam dunia. Oleh karena Adam sekalian
manusia dikuasai oleh dosa, sebaliknya oleh karena Kristus, para manusia
dikuasai oleh kasih karunia. Hidup yang dikuasai oleh dosa dapat disebut hidup
yang berakar, bersandar serta berada di dalam suasana dosa. Dengan gambaran
yang ada pada zaman sekarang, hidup yang dikuasai dosa tadi dapat digambarkan
sebagai hidup yang dikuasai oleh suatu doktrin tertentu. Doktrin-doktrin ini
menjiwai hidup orang sedemikian rupa sehingga keadaan hidupnya dikuasai oleh
dosa.[19]
Teori Tentang Dosa
a. Teori Pelagian – Teori ketidak-berdosaan manusia
secara alamiah. Teori ini berasal dari Pelagius, seorang rahib di Inggris yang
lahir sekitar tahun 370 M. Ia mengajarkan bahwa dosa Adam hanya mempengaruhi
dirinya. Ia berpendapat bahwa setiap jiwa manusia yang diciptakan Allah tidak
berdosa dan bebas dari kecenderungan yang rusak. Allah menetapkan bahwa manusia
bertanggungjawab untuk perbuatan dosa yang dengan sengaja ia lakukan. Roma 5:12
yang mengatakan bahwa maut telah menjalar kepada semua orang, karena semua
orang telah berbuat dosa, ditafsirkannya bahwa itu telah menunjuk kepada kematian
fisik yang berlaku kepada manusia setelah ia berbuat dosa.
b. Teori Arminian – Teori kerusakan yang diambil secara
sukarela. Arminius seorang profesor di Belanda ( 1560-1609 ) mengajarkan teori
tentang dosa yang dianggap Semi – Pelagianisme. Teori ini berpegang bahwa
akibat dosa Adam manusia dilahirkan tanpa kebenaran dan tak berkemampuan
memperoleh kebenaran. Namun manusia tidak diperhitungkan bersalah karena dosa
Adam. Ia hanya bertanggungjawab karena dosa perbuatannya yang sadar. Mengenai
Roma 5:12 ia menafsirkan bahwa maut telah menjalar kepada semua orang, karena
semua orang telah berbuat dosa, yaitu bahwa manusia menderitakan konsekuensi
dosa Adam. Karena itu Allah diwajibkan oleh tabiatNya untuk mengirimkan
pengaruh Roh Kudus untuk meniadakan kecenderungan yang jahat yang diwarisi
manusia karena kejatuhan Adam.
c. Teori Aliran Baru – Teori kerusakan yang
tak-dapat-dihukum. Teori ini berdekatan dengan teori Arminian. Teori ini
berpegang bahwa manusia hanya bertanggungjawab atas perbuatan pribadi, walaupun
semua manusia lahir dengan kecenderungan untuk berdosa. Kematian bukanlah
hukuman pada manusia, tetapi konsekuensi ketidak-senangan Allah atas
pelanggaran Adam. Mengenai Roma 5:12 ditafsirkan bahwa kematian rohani melanda
semua manusia, karena semua manusia secara aktual dan pribadi telah berdosa.
d. Teori Federal – Teori tuduhan oleh perjanjian. Teori
ini berasal dari Cocceius ( 1603- 1669 ), seorang profesor Belanda, yang
dikembangkan oleh Francis Turretin, juga seorang profesor Belanda. Teori ini
berpegang bahwa Allah mengadakan perjanjian dengan Adam sebagai kepada
perwakilan manusia, yang menjanjikan kehidupan kekal bila patuh, dan ada
kematian dan kehancuran bila ia tidak menaati. Karena Adam berdosa maka semua
keturunannya berdosa. Allah menyalahkan semua karena pelanggaran Adam. Teori
ini berpegang bahwa setiap jiwa yang diciptakan Allah ada sifat buruk dan
berdosa sebagai hukuman atas Adam.
e. Teori tuduhan tak langsung – Teori penghukuman karena kerusakan.
Teori ini berasal dari Plaesus ( 1605-1655 ), seorang profesor Perancis. Ia
mengajarkan bahwa semua manusia telah rusak secara fisik dan moral dan inilah
sumber semua dosa di dalam manusia. Kerusakan fisik datang dari Adam karena
pembiakan alami tetapi jiwa yang diciptakan Allah menjadi rusak saat bersatu
dengan tubuh. Roma 5:12 ditafsirkannya bahwa semua berdosa karena mempunyai
sifat alamiah yang berdosa.
f. Teori Augustinus – Teori pimpinan alami Adam. Teori ini
pertama kali diterangkan oleh Augustinus ( 354-430 ), dan kemudian dilanjutkan
oleh Tertulianus. Teori ini yang dipegang secara umum oleh para Reformator.
Teori ini mengajarkan bahwa dosa Adam dituduhkan kepada generasi keturunannya
yang belum lahir, karena kesatuan organis semua manusia “di dalam Adam”. Semua
manusia ada di dalam di pinggangnya, walaupun belum lahir. Adam sebagai kepala
perwakilan manusia, melakukan apa yang dilakukan manusia lain dalam percobaan
yang sama. Roma 5:12 ditafsirkannya bahwa di dalam Adam semua manusia telah
berdosa. Ini berarti kematian fisik, rohani dan kekal, dan semuanya terlibat
dalam pimpinan Adam secara alamiah. Teori inilah yang paling Alkitabiah
dibanding teori-teori yang lainnya.[20]
BAB III
KESIMPULAN
Sejak
semula Allah menciptakan manusia adalah manusia yang tanpa dosa tetapi pengaruh
rayuan iblis di taman eden terhadap manusia (perempuan) itu menyakibatkan
masuknya dosa dalam alam semesta. Sebagai akibatnya manusia diusir dari taman
eden dan harus mengusahakan bumi dengan berjerih lelah dalam mencari rezeki.
Hubungan Allah dan manusia menjadi rusak, hubungan manusia dengan manusia juga
rusak, hubungan manusia dengan alam pun rusak juga, dan yang paling fatal
adalah manusia itu harus mengalami kematian, baik kematian daging
(sementara) maupun kematian kekal
(penghukuman kekal).
DAFTAR PUSTAKA
1.
Becker,
Theol. Dieter, Pedoman Dogmatika, (Jakarta: BPK-GM, 2009)
2.
Berkhof,
Louis, Teologi Sistematika 2 (Doktrin Manusia), (Surabaya:
LRII, 1994)
3.
Biblewoerks 8
4.
Chung,
Sung Wook, Belajar Teologi Sistematika Dengan Mudah (Bandung:
Visi Press, 2011)
5.
Dister
,Nico Syukur, Teologi Sistematika 2, (Yogyakarta: Kanisius,
2004)
6.
………………………Ensiklopedia
Alkitab Masa Kini Jilid A-L (Jakarta:
YKBK, 2011)
7.
Erickson, J. Millard, Teologi Kristen
(dua),(Malang: Penerbit Gandum Mas, 2003)
8.
Gitt,
Werner, Keajaiban Manusia (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina
Kasih, 2009)
9.
Hadiwijono,H., Iman
Kristen, ( Jakarta: BPK-GM, 2010)
10.
J. Thomy, Matakupan, Kristano Julio, Doktrin Manusia dan Dosa,
(Surabaya:Penerbit Momentum, 2013)
11.
Meeter,
Henry, Pandangan-Pandangan Dasar Calvinisme (Surabaya:
Penerbit Momentum, 2009)
12.
Millard,
A. R., Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid 1 ( A-l), (
Jakarta: YKBK, 1992)
13.
Niftrik,
G.C. Van, B.J. Boland, Dogmatika Masa Kini, (Jakarta: BPK-GM, 1990)
14.
Soedarmo,
R., Kamus Istilah Teologi, (Jakarta: BPK-GM, 2002)
15.
https://gpdirapak.com/doktrin-tentang-dosa-hamartiologi/
[1]
Matakupan. J. Thomy dan Kristano Julio, Doktrin Manusia dan Dosa, (Surabaya:Penerbit
Momentum, 2013), hal 14,
[2]
Erickson, J. Millard, Teologi Kristen (dua),(Malang: Penerbit Gandum Mas, 2003)
hal 34-35
[5]
Biblewoerks 8
[18]
Erickson, J. Millard, Teologi Kristen (dua),(Malang: Penerbit Gandum Mas, 2003)
hal 211-236
[20] https://gpdirapak.com/doktrin-tentang-dosa-hamartiologi/
Make money from games with no deposit bonus codes - Work
BalasHapusgames with no deposit bonus codes. Find the best sites 샌즈카지노 with free money bonus codes for playing casino games 제왕 카지노 online. See which sites have the best no หาเงินออนไลน์ deposit bonus.