Kamis, 31 Januari 2019

Doktrin Tentang Manusia dan Dosa

MAKALAH
Disusun dan Diajukan
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk
Menyelesaikan Mata Kuliah Sistematika II
Pascasarjana Sekolah Tinggi Teologi Real Batam
KELOMPOK 3
MANGADAR, S.Pd
 JUNI SRIYANTI SIMANJUNTAK, S.Pd.K
EFFRAT ASSO, S.Th

 












PROGRAM PASCASARJANA
SEKOLAH TINGGI TEOLOGI REAL
BATAM

2017



BAB I
PENDAHULUAN
            Menurut gambar dan rupa Allah (imagodei) adalah hakikat penciptaan yang sesunggunya. Dari awal penciptaan dirancang oleh Allah, dijadikan sesuai dengan apa yang Allah inginkan. Hanya dengan berfirman maka apa yang ingin Allah ciptakan jadi sesuai dengan apa yang sudah Allah firmankan. Dan saat menciptakan manusia adalah satu proses yang sangat unik dan berbeda dari ciptaan lainnya. Dimana manusia diciptakan tidak hanya dengan firman akan tetapi Allah sendiri yang berkarya, membentuk ciptaan itu sesuai dengan apa yang Allah inginkan ( Kej 1:26 ). Manusia berusaha untuk memahami sudut pandang Allah dalam segala aspek dari maksud dan tujuan Allah dalam kehidupan manusia. Dan semua hal yang dilakukan oleh manusia memiliki sumber yaitu Allah. Apapun yang sedang dilakukan manusia semuanya merupakan pertanggungjawaban kepada Allah. Walaupun dalam perjalanan kehidupan manusia ada penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan manusia sehingga manusia menjadi berdosa. Manusia melanggar apa yang Allah perintahkan sebagai suatu bukti nyata bahwa manusia memiliki kehendak bebas. Manusia kehilangan kemuliaan Allah dengan satu pelanggaran yang menjadikan hubungan Allah dengan manusia menjadi renggang, manusia malu bertemu dengan Allah sehingga manusia bersembunyi saat Allah datang mencari mereka.
            Dalam bukunya Thomy J. Matakupan dan Julio Kristano ada beberapa hal penting yang harus dipelajari tentang doktrin manusia dan dosa:
1. Menolong manusia itu sendiri untuk memahami siapakah Allah
2. Membawa manusia untuk memahami dirinya sesuai dengan tujuan penciptaanya.
3. Menolong setiap orang percaya memahami kehidupan barunya sebagai umat tebusan Allah didalam Kristus Yesus
4. Menolong memahami natur Kristus, dalam kaitannya dengan natur manusia, oleh karena Kristus didalam tubuh inkarnasi-Nya sebagai manusia sejati menunjukkan bagaimanakah sehatrusnya seorang manusia hidup dihadapan Allah
5. Membawa manusia untuk memahami tingkatan kehidupan yang lebih tinggi, anggun, mulia, terhormat, dan agung
6. Memperlengkapi setiap pelayanan penginjilan dan pastoral dengan memberikan pemahaman mengenai keberadaan manusia dihadapan Allah dan mengapa manusia membutuhkan Injil secara mutlak
7. Menolong manusia untuk memahami semua doktrin lainnya di dalam Alkitab
            Dari uraian diatas sangat jelas bahwa Allah memiliki rencana yang besar bagi manusia sebagai pengeolola dan penguasa atas semua ciptaan yang ada. Allah member kepercayaan yang penuh kepada manusia untuk menjadi penguasa atas seluruh ciptaan yang ada. Gambar dan rupa Allah di dalam diri manusia membedakan manusia dari ciptaan yang lain. Namun dosa telah merusak semua kehormatan dan kemuliaan yang diberikan Allah kepada manusia.


BAB II
MANUSIA dan DOSA
            Dalam perspektif Kristen manusia adalah ciptaan Allah, yang diciptakan menurut rupa dan gambar Allah. Tentu saja hal ini sangat bertentangan dengan teori evolusi yang sangat terkenal itu. Manusia adalah karya Allah yang diciptakan secara sadar sistematis serta punya tujuan. Gambaran dan sifat Allah itu menjadi bagian dasar dari manusia. Secara khusus perlu diperhatikan bahwa meskipun Allah mengomunikasikan atribut-Nya kepada manusia, Allah tetap berbeda dengan manusia secara kualitatif. Semua atribut yang dimiliki Allah bersifat tidak terbatas atau dikenal dengan istilah “maha” sementara atribut Allah yang dimiliki manusia berada didalam keterbatasan. Sama seperti soerang yang berdiri di depan cermin. Walaupun gambaran yang terdapat di dalam cermin mempunyai keakuratan sempurna dengan diri orang tersebut, tetap ada perbedaan kualitas diantara keduanya.[1]
Dalam bukunya Millard J Erickson berkata bahwa :
“Manusia juga memiliki dimensi abadi. Manusia memiliki sebuah awal keberadaan yang tertentu. Namun dia diciptakan oleh Allah yang abadi, sehingga dengan demikian manusia memiliki masa depan yang abadi pula. Jadi, apabila ditanyakan apa yang terbaik untuk manusia, kita jangan menjawabnya hanya berkenaan dengan kesejahteraan sementara serta kesenangan hidup jasmaniah. Di dalam manusia terdapat dimensi lain (yang jauh lebih penting) dan yang harus dipuaskan. Oleh karena itu, tidak ada untungnya bagi manusia untuk mengelak kenyataan akan tujuan hidupnya yang terletak dalam keabadian itu”.[2]

 MANUSIA
Di luar Alkitab, kita mengetahui bahwa manusia didefinisikan secara berbeda-beda, melalui pendekatan dan penekanan yang berbeda-beda. Lalu apakah yang dikatakan Alkitab mengenai manusia? Kita akan memahami definisi  manusia dengan memperhatikan apa yang pertama kali Alkitab katakan mengenai manusia, yaitu penciptaannya. Ayat yang paling jelas menyatakan hal tersebut adalah Kejadian 1:26, baik dalam Alkitab bahasa Indonesia, dan Alkitab versi New King James Version, sebagai berikut:
Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi."
Then God said, "Let Us make man in Our image, according to Our likeness; let them have dominion over the fish of the sea, over the birds of the air, and over the cattle, over all the earth and over every creeping thing that creeps on the earth."

Kejadian 1:26 merupakan ayat yang pertama kali membicarakan manusia. Ayat tersebut berbicara dalam konteks penciptaan manusia. Hal tersebut membawa kita kepada suatu definisi utama sekaligus pertama mengenai manusia dalam Alkitab, yaitu satu-satunya makhluk yang diciptakan Allah menurut gambar dan rupa Allah. Karena setelah ayat ini pun, tidak ada ayat lain di dalam Alkitab yang menyatakan bahwa ada ciptaan lain yang diciptakan segambar dan serupa dengan Allah. Tetapi, apakah sebenarnya arti dari diciptakan menurut gambar Allah?

Prof. Sung Wook Chung [3] mengartikan diciptakan menurut gambar Allah dalam ketiga pandangan yang menyeluruh, yaitu substantif, relasional, dan fungsional. Substantif dalam arti manusia memiliki akal budi dan kehendak bebas sebagai gambar Allah di dalam manusia yang membedakan manusia dengan binatang (pandangan Agustinus). Luther dan Calvin mengadaptasi posisi Agustinus dan menambahkan bahwa karakteristik-karakteristik moral juga merupakan karakter dari gambar Allah.
Pandangan relasional menyatakan bahwa gambar Allah, bukanlah suatu unsur yang dilimpahkan ke dalam seorang manusia, melainkan merupakan kemampuan manusia untuk menjaga relasi dengan Allah dan orang-orang lain. Pandangan ini dianut oleh teolog-teolog Neo-ortodoks, seperti Emil Brunner dan Karl Barth. Karl Barth secara khusus terkenal karena pendapatnya bahwa manusia-manusia mampu untuk bereksistensi di dalam relasi dengan Allah dan orang-orang lain, khususnya karena mereka diciptakan di dalam gambar Allah Tritunggal yang bersifat relasional.
Pandangan ketiga adalah pandangan fungsional yang mulai meraih perhatian pada abad ke-20. Menurut pandangan ini, gambar Allah bukanlah karakteristik dasar atau pun kemampuan umat manusia untuk membangun relasi-relasi, melainkan gambar Allah diwujud nyatakan dalam tujuan atau fungsi manusia untuk menampilkan karya-karya natur Ilahi. Allah memanggil manusia untuk menjadi wakil pengawas atas ciptaan. Dengan demikian, Allah memerintahkan manusia untuk merefleksikan gambar-Nya dengan berfungsi sebagai raja atas ciptaan.
Ketiga pandangan tersebut secara menyeluruh yaitu substansi, relasional, dan fungsional, merupakan jawaban yang terbaik saat ini untuk menjelaskan arti dari “diciptakan menurut gambar Allah.” Secara substansi manusia mewarisi sifat-sifat Allah yang communicable (dapat dikomunikasikan) seperti kekudusan, kebijaksanaan, kebenaran, kasih, dan keadilan.
Secara relasional, manusia diciptakan dalam gambar Allah Tritunggal yang memiliki persekutuan dalam ketiga oknum Tritunggal dalam kesatuan-Nya. Gambar Allah secara relasional ini, terpancar dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial, yang tidak mampu hidup sendiri, tanpa melakukan hubungan sosial. Manusia sebagai makhluk sosial juga berarti bahwa manusia memiliki ketergantungan secara sosial terhadap manusia lainnya.
Secara fungsional, manusia memiliki peran manajerial atas dunia ini. Manusia dapat dikatakan memiliki jabatan sebagai raja atas dunia ini. Tetapi hal tersebut tidaklah berarti bahwa manusia dapat menggunakan alam semesta secara semena-mena, melainkan hal tersebut berarti manusia harus merefleksikan gambar Allah dalam diri-Nya dengan mengelola alam semesta secara bertanggung jawab bagi kemuliaan Allah pencipta-Nya.

Keadaan Manusia Pertama Diciptakan
Dalam bagian ini, kita akan membahas manusia yang mampu memancarkan gambar diri Allah sebelum manusia jatuh dalam dosa. Bagian ini tidak mungkin dibahas lepas dari definisi manusia. Hal tersebut disebabkan karena manusia didefinisikan sesuai dengan penciptaannya yang unik. Tidak ada satu pun perbedaan manusia dengan ciptaan lain, selain penciptaannya yang khas dan tujuan Allah dalam penciptaannya yang khas tersebut. Tanpa manusia diciptakan sesuai dengan gambar Allah, kita akan kehilangan makna sesungguhnya dari manusia, dan manusia tidak akan menjadi berbeda dengan binatang.
Prof. DR. Werner Gitt menyatakan, “Jika kita menolak fakta penciptaan, kita akan terseok-seok berputar-putar di semak belukar sistem pemikiran evolusi dan tidak akan bertemu dengan kebenaran.”[4]  Bila kita setuju dengan pendapat tersebut, maka kita akan menyimpulkan, bahwa tanpa fakta penciptaan, kita tidak akan menemukan kebenaran mengenai manusia. Apakah yang Alkitab katakan mengenai penciptaan manusia?
1)   Manusia Diciptakan Dari Debu Tanah

Kejadian 2:7 menyatakan, “Ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.” Dalam ayat ini, Alkitab versi Indonesia Terjemahan Baru memberikan terjemahan yang baik. Dikatakan Allah “membentuk” manusia, dan bukannya “menciptakan”. Perlu sekali diketahui bahwa dalam bahasa Ibrani, istilah menciptakan sedikitnya diterjemahkan dari dua kata Ibrani, yakni בּרא (baca: bara) dan יָצַר (baca: yatsar). Definisi yang paling mendasar untuk kata בּרא (baca: bara) adalah menciptakan dari yang tidak ada menjadi ada, sedangkan untuk יָצַר (baca: yatsar) adalah menyempurnakan/membentuk suatu ciptaan dari ciptaan yang sudah ada.[5]  Menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya.” Dalam hal ini juga penciptaan manusia menjadi sangat unik. Karena tidak ada ciptaan lain dalam Kejadian 1 yang diberikan nafas hidup oleh Allah selain manusia, demikianlah melalui bagian ini dapat dimengerti suatu alasan utama atas keunggulan manusia dari ciptaan lainnya.

2)   Manusia Merefleksikan Diri Allah
Seperti telah dibahas dalam bagian sebelumnya, manusia adalah satu-satunya makhluk dalam alam semesta ciptaan Allah yang menerima nafas Allah sendiri. Nafas Allah yang diberikan kepada manusia, memampukan manusia untuk merefleksikan diri Allah, karena nafas Allah tersebut tidaklah diciptakan, melainkan dinafaskan oleh Sang Pencipta kedalam bentuk fisik dari manusia. Maka, di dalam diri manusia, terdapat diri Allah. Tentu saja bukan diri Allah yang sempurna. Melainkan hanya gambar diri-Nya yang diberikan langsung (tidak diciptakan) kepada debu tanah. 
Substansi/hakekat manusia mewarisi atribut-atribut Allah yang communicable (dapat dikomunikasikan), seperti hikmat, kebijaksanaan, akal budi, kehendak bebas, kesucian, kasih, dsb. Tetapi atribut-atribut tersebut tidak diberikan Allah secara sempurna, tetapi dalam suatu batasan yang jauh antara pencipta dengan ciptaan. Hal tersebut hanyalah cermin yang digunakan Allah untuk merefleksikan/memantulkan kemuliaan-Nya melalui manusia.
Maka, segala substansi Ilahi yang dimiliki manusia, ketika pertama kali diciptakan, tidak pernah dimaksudkan untuk membuat manusia bermegah di dalam dirinya sendiri. Melainkan, dimaksudkan untuk membuat manusia memuliakan Allah melalui dirinya. H. Henry Meeter [6] mengatakan:
“Manusia sebelum kejatuhannya dalam dosa pun, jika dibandingkan dengan Allah yang mulia, tidak ada artinya dan seperti kesia-siaan belaka. Semua bangsa-bangsa hanya ibarat debu halus di atas timbangan. Manusia yang belum terjatuh ke dalam dosa pun, sudah sepenuhnya bergantung kepada Allah. Apalagi manusia yang sudah jatuh ke dalam dosa?

DOSA
Pengertian dosa
Dalam Perjanjian Lama ada beberapa kata untuk dosa “Khatta”  yang pokok artinya adalah “tidak kena”. Dalam Perjanjian Baru dosa adalah “a nomia” ( 1 Yoh. 3:4). Jadi dosa adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan kehendak Allah.[7]  Kata dosa sudah lazim dipergunakan dikalangan Kristen. Dosa tidakalah sama dengan kejahatan, dosa itu tidak boleh dijadikan istilah etika manusia yang berbicara tentang pelanggaran pelbagai aturan atau kebiasaan. Tetapi kata dosa adalah istilah teologia yang langsung ada sangkut pautnya dengan hubungan anatara Allah dan manusia.[8] Menurut Becker pengertian dosa yaitu, dalam Perjanjian Lama, arti dosa dimengerti sebagai “ketidaktaatan” yaitu yang diungkapkan melalui istilah Pesya (pemberontakan), khatta (pelanggaran), danawon (perbuatan yang tidak senonoh). Sedangkan dalam Perjanjian Baru, Dosa juga diartikan sebagai “ketidaktaan” (Rom. 5:19). Ketidaktaan yang dimaksud tidak hanya melanggar hak dan hukum taurat Allah ( 1 Yoh. 3:4), tetapi juga melawan Allah sendiri.[9] Dosa ialah kegagalan, kekeliruan atau kesalahan, kejahatan, pelanggaran, tidak menaati hukum, kelaliman, atau ketidakadilan. Dosa adalah kejahatan dalam segala bentuknya.[10] Padahal dosa menurut Kej. 4:7, adalah musuh yang setiap saat telah mengintip di depan pintu hati manusia untuk memasukinya. Dosa senantiasa menyembunyikan diri dibelakang perbuatan-perbuatan yang tampaknya baik.[11]

Asal mula dosa
Dosa sudah ada di alam semesta sebelum Adam dan Hawa jatuh kedalam dosa. Ini terbukti dari hadirnya penggoda (ular) itu di Taman Eden. Kejadian 3 menjelaskan jalannnya peristiwa pencobaan, si penggoda (ular) meyakinkan bahwa Hawa dan Adam akan menjadi sama seperti Allah , yakni mengenal mana yang baik dan mana yang jahat. Kepada keinginan jahat inilah perhatian Hawa dipusatkan dan keinginan inilah yang disoroti untuk melacak asal mula dosa.[12] Permasalahan mengenai asal mula kejahatan yang ada di dalam dunia telah dianggap sebagai salah satu masalah yang paling sulit dalam filsafat maupun teologi. Kejahatan ini bermula dalam pilihan bebas manusia, baik dalam eksistensi sekarang atau eksistensi sebelumnya.  Berkenaan dengan asal mula dosa dalam sejarah manusia, Alkitab mengajarkan bahwa dosa itu dimulai dengan pelanggaran Adam di Firdaus, dengan demikian dimulai juga dengan tindakan yang dilakukan oleh manusia dengan kesadaran penuh. Akan tetapi kemudian persoalannya tidak berhenti sampai disitu saja, sebab oleh dosa yang pertama itu Adam menjadi budak dosa yang tidak bebas. Dosa itu membawa kekotoran permanen, Allah memutuskan bahwa seluruh manusia adalah orang berdosa di dalam Adam, sama halnya dengan Ia memutuskan bahwa semua orang percaya menjadi benar di dalam Yesus Kristus. “Jadi sama seperti oleh ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa, demikian pula oleh ketaatan satu orang semua orang menjadi orang benar (Rom 5: 18-19)”. Berkenaan dengan semua ini maka jelas merupakan suatu penghujatan jika mengatakan bahwa Allah adalah pembuat dosa.[13]  Dalam Rom. 5:12 juga dikatakan bahwa “sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa. Jadi ayat ini menunjukkan, bahwa dosa telah masuk kedalam dunia karena perbuatan Adam, atau oleh karena Adam melanggar perintah Tuhan Allah atau memberontak terhadap Tuhan Allah, maka pintu gerbang dunia terbuka bagi masuknya dosa kedalam dunia.[14] Karena dosa Adam, manusia sudah masuk kedalam lingkaran setan yang mengurungnya. Artinya, apa saja yang secara konkret diperbuat oleh manusia , hanya mengukuhkan saja perbudakannya terhadap dosa, biarpun perbuatan konkret itu dilakukannya secara bebas dan atas tanggung jawab sendiri. Dari dirinya sendiri manusia tidak dapat keluar dari lingkaran ini. Yang dapat menyelamatkan manusia dari kuasa dosa ialah Allah.[15]

Hakikat Dosa
Sebenarnya segala tabiat dosa, baik dipandang sebagai ketidakpercayaan atau pelanggaran atau ketidaktaatan, semuanya itu telah diungkapakan dalam Kej. 3. Menurut Alkitab, segala dosa pada hakikatnya sama dengan dosa yang diungkapkan di Kej. 3. Dosa merusak hubungan, baik hubungan antara manusia dengan Allah maupun hubungan antara manusia dengan manusia. Oleh karena dosa manusia membenci Allah ( Yoh. 15: 23), tidak layak disebut anak-anak Allah ( Luk 15: 21), tetapi manusia lalu juga membenci sesamanya (Kej. 3:12). Hakikat dosa berarti tidak mengindahkan hukum Tuhan. Dalam pengertian anomia berarti kehilangan hukum Tuhan sama dengan tidak adanya kepercayaan terhadap pribadi yang memberikan hukum itu, dan ingin merebut hak wewenang Allah.[16]

Akibat dosa
Dosa Adam dan Hawa bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri tanpa kaitan. Akibat-akibatnya terhadap mereka keturunannya dan terhadap dunia segera kelihatan.
a.       Sikap manusia terhadap Allah
Perubahan sikap Adam dan hawa terhadap Allah menunjukan pemberontakan yang terjadi dalam hati mereka. Bersembunyilah manusia dan istrinya itu terhadap Allah Yahweh diantara pohon-pohonan dalam taman ( Kej. 3:8), dan ditutupilah dirinya dengan cawat (Kej. 3:7). Padahal manusia diciptakan untuk hidup dihadapan Allah dan dalam persekutuan dengan Dia. Tapi sekarang setelah mereka jatuh ke dalam dosa mereka gemetar berjumpa dengan Allah. Rasa malu dan ketakutan yang sekarang marajai hati mereka, ( Bnd. Kej. 2:25;3:7,10) menunjukan bahwa perpecahan sudah terjadi.
b.      Sikap Allah terhadap manusia
Perubahan tidak hanya terjadi pada sikap manusia terhadap  Allah , tapi juga pada sikap Allah terhadap manusia. Hajaran hukuman , kutukan dan pengusiran dari Taman Eden, semuanya ini menandakan perubahan itu. Dosa timbul pada satu pihak , tapi akibat-akibatnya melibatkan kedua pihak. Dosa menimbulkan amarah dan kegusaran Allah, dan memang harus demikian sebab dosa bertentangan mutlak dengan hakikat Allah. Mustahil Allah masa bodoh terhadap dosa, karena mustahil pula Allah menyangkali diriNya sendiri.
c.         Akibat-akibatnya terhadap umat manusia
Sejarah umat manusia berikutnya melengkapai daftar kejahatan ( Kej. 4:8,19,23, 24;6:2,3,5). Dan timbunan kejahatan yang merajalela itu mencapai kesudahannya dlam pemusnahan umat manusia, kecuali 8 orang ( Kej. 6:7, 13; 7:21-24). Kejatuhan ke dalam dosa berakibat tetap dan menyeluruh, tidak hanya menimpa Adam dan Hawa, tapi juga menimpa segenap keturunan mereka ; dalam ihwal dosa dan kejahatan terkandung solidaritas insani, yakni sama-sama langsung terhisap dalam perbuatan dosa itu dan menanggung segala akibatnya.
d.      Akibat-akibat terhadap alam semua
Akibat –akibat dari kejatuhan ke dalam dosa meluas sampai alam semesta. ‘ terkutuklah tanah  ini kerena engkau’ ( Kej. 3: 17; bnd Rm 8:20). Manusia adalah mahkota seluruh ciptaan, jadilah menurut gambar Allah dan karena itu merupakan wakil Allah ( Kej. 1:26). Bencana kejatuhan manusia ke dsalam dosa mendatangkan bencana laknat atas alam semesta yang terjadinya manusia telah dikaruniai kuasa. Dosa adalah peristiwa dalam kawasan rohani manusia, tapi akibatnya menimpa seluruh alam semesta.
e.       Munculnya maut
Maut adalah rangkuman dari hukuman atas dosa. Inilah peringatan yang bertalian dengan larangan di Taman Eden ( Kej. 2:17 ), Maut sebagai gejala alamiah, porak  porandanya unsur-unusur kedirian manusia yang pada aslinya adalah utuh dan pandu sejali. Keporandaan ini melukiskan hakikat maut, yaitu keterpisahan manusia dari Allah , yang nyata pada pengusiran manusia dari Taman Eden. Oleh karena dosa, manusia gentar mengahadapi kematian (Luk. 12:5; Ibr. 2:15).[17]

Sebagai akibat dari perbuatan dosa, Millard J. Erickson[18] (2003:211-236)  menulis bahwa ada akibat yang ditimbulkan :
1.      Terhadap hubungan dengan Allah yang mencakup: Tidak diperkenan Allah, Rasa Bersalah, Penghukuman, Kematian.
2.      Terhadap orang yang berbuat dosa yaitu Perbudakan, lari dari kenyataan, Penolakan Dosa, menipu diri sendiri, ketidakpekaan,, mementingkan diri sendiri, ketidaktenangan.
3.      Terhadap sesama manusia : Persaingan, tidak mampu menaruh empati, menolak pihak yang berkuasa, tidak mampu mengasihi.


Kuasa Dosa
Rom. 5:12 memberi keterangan: “sebab itu, sama seperti dosa telah masuk kedalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, dengan demikian maut itu telah menjalar pada semua orang”. Di sini dosa digambarkan seperti suatu kuasa yang berpribadi, yang kemudian masuk ke dalam dunia. Oleh karena Adam sekalian manusia dikuasai oleh dosa, sebaliknya oleh karena Kristus, para manusia dikuasai oleh kasih karunia. Hidup yang dikuasai oleh dosa dapat disebut hidup yang berakar, bersandar serta berada di dalam suasana dosa. Dengan gambaran yang ada pada zaman sekarang, hidup yang dikuasai dosa tadi dapat digambarkan sebagai hidup yang dikuasai oleh suatu doktrin tertentu. Doktrin-doktrin ini menjiwai hidup orang sedemikian rupa sehingga keadaan hidupnya dikuasai oleh dosa.[19]

Teori Tentang Dosa
a. Teori Pelagian – Teori ketidak-berdosaan manusia secara alamiah. Teori ini berasal dari Pelagius, seorang rahib di Inggris yang lahir sekitar tahun 370 M. Ia mengajarkan bahwa dosa Adam hanya mempengaruhi dirinya. Ia berpendapat bahwa setiap jiwa manusia yang diciptakan Allah tidak berdosa dan bebas dari kecenderungan yang rusak. Allah menetapkan bahwa manusia bertanggungjawab untuk perbuatan dosa yang dengan sengaja ia lakukan. Roma 5:12 yang mengatakan bahwa maut telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa, ditafsirkannya bahwa itu telah menunjuk kepada kematian fisik yang berlaku kepada manusia setelah ia berbuat dosa.
b. Teori Arminian – Teori kerusakan yang diambil secara sukarela. Arminius seorang profesor di Belanda ( 1560-1609 ) mengajarkan teori tentang dosa yang dianggap Semi – Pelagianisme. Teori ini berpegang bahwa akibat dosa Adam manusia dilahirkan tanpa kebenaran dan tak berkemampuan memperoleh kebenaran. Namun manusia tidak diperhitungkan bersalah karena dosa Adam. Ia hanya bertanggungjawab karena dosa perbuatannya yang sadar. Mengenai Roma 5:12 ia menafsirkan bahwa maut telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa, yaitu bahwa manusia menderitakan konsekuensi dosa Adam. Karena itu Allah diwajibkan oleh tabiatNya untuk mengirimkan pengaruh Roh Kudus untuk meniadakan kecenderungan yang jahat yang diwarisi manusia karena kejatuhan Adam.
c. Teori Aliran Baru – Teori kerusakan yang tak-dapat-dihukum. Teori ini berdekatan dengan teori Arminian. Teori ini berpegang bahwa manusia hanya bertanggungjawab atas perbuatan pribadi, walaupun semua manusia lahir dengan kecenderungan untuk berdosa. Kematian bukanlah hukuman pada manusia, tetapi konsekuensi ketidak-senangan Allah atas pelanggaran Adam. Mengenai Roma 5:12 ditafsirkan bahwa kematian rohani melanda semua manusia, karena semua manusia secara aktual dan pribadi telah berdosa.
d. Teori Federal – Teori tuduhan oleh perjanjian. Teori ini berasal dari Cocceius ( 1603- 1669 ), seorang profesor Belanda, yang dikembangkan oleh Francis Turretin, juga seorang profesor Belanda. Teori ini berpegang bahwa Allah mengadakan perjanjian dengan Adam sebagai kepada perwakilan manusia, yang menjanjikan kehidupan kekal bila patuh, dan ada kematian dan kehancuran bila ia tidak menaati. Karena Adam berdosa maka semua keturunannya berdosa. Allah menyalahkan semua karena pelanggaran Adam. Teori ini berpegang bahwa setiap jiwa yang diciptakan Allah ada sifat buruk dan berdosa sebagai hukuman atas Adam.
e. Teori tuduhan tak langsung – Teori penghukuman karena kerusakan. Teori ini berasal dari Plaesus ( 1605-1655 ), seorang profesor Perancis. Ia mengajarkan bahwa semua manusia telah rusak secara fisik dan moral dan inilah sumber semua dosa di dalam manusia. Kerusakan fisik datang dari Adam karena pembiakan alami tetapi jiwa yang diciptakan Allah menjadi rusak saat bersatu dengan tubuh. Roma 5:12 ditafsirkannya bahwa semua berdosa karena mempunyai sifat alamiah yang berdosa.
f. Teori Augustinus – Teori pimpinan alami Adam. Teori ini pertama kali diterangkan oleh Augustinus ( 354-430 ), dan kemudian dilanjutkan oleh Tertulianus. Teori ini yang dipegang secara umum oleh para Reformator. Teori ini mengajarkan bahwa dosa Adam dituduhkan kepada generasi keturunannya yang belum lahir, karena kesatuan organis semua manusia “di dalam Adam”. Semua manusia ada di dalam di pinggangnya, walaupun belum lahir. Adam sebagai kepala perwakilan manusia, melakukan apa yang dilakukan manusia lain dalam percobaan yang sama. Roma 5:12 ditafsirkannya bahwa di dalam Adam semua manusia telah berdosa. Ini berarti kematian fisik, rohani dan kekal, dan semuanya terlibat dalam pimpinan Adam secara alamiah. Teori inilah yang paling Alkitabiah dibanding teori-teori yang lainnya.[20]



BAB III
KESIMPULAN
            Sejak semula Allah menciptakan manusia adalah manusia yang tanpa dosa tetapi pengaruh rayuan iblis di taman eden terhadap manusia (perempuan) itu menyakibatkan masuknya dosa dalam alam semesta. Sebagai akibatnya manusia diusir dari taman eden dan harus mengusahakan bumi dengan berjerih lelah dalam mencari rezeki. Hubungan Allah dan manusia menjadi rusak, hubungan manusia dengan manusia juga rusak, hubungan manusia dengan alam pun rusak juga, dan yang paling fatal adalah manusia itu harus mengalami kematian, baik kematian daging (sementara)  maupun kematian kekal (penghukuman kekal).


DAFTAR PUSTAKA
1.      Becker, Theol. Dieter, Pedoman Dogmatika, (Jakarta: BPK-GM, 2009)
2.      Berkhof, Louis,  Teologi Sistematika 2 (Doktrin Manusia), (Surabaya: LRII, 1994)
3.      Biblewoerks 8
4.      Chung, Sung Wook, Belajar Teologi Sistematika Dengan Mudah (Bandung: Visi Press, 2011)
5.      Dister ,Nico Syukur, Teologi Sistematika 2, (Yogyakarta: Kanisius, 2004)
6.      ………………………Ensiklopedia Alkitab Masa Kini Jilid A-L (Jakarta: YKBK, 2011)
7.      Erickson, J. Millard, Teologi Kristen (dua),(Malang: Penerbit Gandum Mas, 2003)
8.      Gitt, Werner, Keajaiban Manusia (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2009)
9.      Hadiwijono,H., Iman Kristen, ( Jakarta: BPK-GM, 2010)
10.  J. Thomy, Matakupan,  Kristano Julio, Doktrin Manusia dan Dosa, (Surabaya:Penerbit Momentum, 2013)
11.  Meeter, Henry, Pandangan-Pandangan Dasar Calvinisme (Surabaya: Penerbit Momentum, 2009)
12.  Millard, A. R., Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid 1 ( A-l), ( Jakarta: YKBK, 1992)
13.  Niftrik, G.C. Van, B.J. Boland, Dogmatika Masa Kini, (Jakarta: BPK-GM, 1990)
14.  Soedarmo, R., Kamus Istilah Teologi, (Jakarta: BPK-GM, 2002)
15.  https://gpdirapak.com/doktrin-tentang-dosa-hamartiologi/


[1] Matakupan. J. Thomy dan Kristano Julio, Doktrin Manusia dan Dosa, (Surabaya:Penerbit Momentum, 2013), hal 14,

[2] Erickson, J. Millard, Teologi Kristen (dua),(Malang: Penerbit Gandum Mas, 2003) hal 34-35
[3] Sung Wook Chung, Belajar Teologi Sistematika Dengan Mudah (Bandung: Visi Press, 2011), 46-47.
[4] . Werner Gitt, Keajaiban Manusia (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2009), 163.
[5] Biblewoerks 8
[6] Henry Meeter, Pandangan-Pandangan Dasar Calvinisme (Surabaya: Penerbit Momentum, 2009), 47.
[7] R. Soedarmo, Kamus Istilah Teologi, (Jakarta: BPK-GM, 2002), 21
[8] G.C. Van Niftrik & B.J. Boland, Dogmatika Masa Kini, (Jakarta: BPK-GM, 1990), 466-467
[9] Theol. Dieter Becker, Pedoman Dogmatika, (Jakarta: BPK-GM, 2009), 101
[10] ..........., Ensiklopedia Alkitab Masa Kini Jilid A-L (Jakarta: YKBK, 2011), 256
[11] H. Hadiwijono, Iman Kristen, ( Jakarta: BPK-GM, 2010), 234
[12] ..........., Ensiklopedia Alkitab Masa Kini Jilid A-L (Jakarta: YKBK, 2011),257
[13] Louis Berkhof,  Teologi Sistematika 2 (Doktrin Manusia), (Surabaya: LRII, 1994), 85-91
[14] H. Hadiwijono, Iman Kristen, ( Jakarta: BPK-GM, 2010), 238
[15] Nico Syukur Dister, OFM, Teologi Sistematika 2, (Yogyakarta: Kanisius, 2004), 156
[16] R. Soedarmo, Ikhtisar Dogmatika, (Jakarta: BPK-GM, 2002),153
[17] A. R. Millard, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid 1 ( A-l), ( Jakarta: YKBK, 1992), 257-258
[18] Erickson, J. Millard, Teologi Kristen (dua),(Malang: Penerbit Gandum Mas, 2003) hal 211-236
[19] H. Hadiwijono, Iman Kristen, ( Jakarta: BPK-GM, 2010), 238-240
[20] https://gpdirapak.com/doktrin-tentang-dosa-hamartiologi/

1 komentar:

  1. Make money from games with no deposit bonus codes - Work
    games with no deposit bonus codes. Find the best sites 샌즈카지노 with free money bonus codes for playing casino games 제왕 카지노 online. See which sites have the best no หาเงินออนไลน์ deposit bonus.

    BalasHapus

ANDROID “PERUSAK” MASA DEPAN

Smart People, jagalah anak kita dengan segala kewaspadaan yang kita miliki. Karena existensi kita ditentukan oleh keturunan kita (anak...