TEKNIK DAN SRATEGI
BIMBINGAN KONSELING KELOMPOK
Mangadar,A.Md, S.Pd
STT IKAT, Program Magister Pendidikan Agama Kristen
A.
Pendahuluan
Konseling kelompok
bukan sebagai sebuah perspektif tetapi sebagai suatu teknik dan strategi dalam
konseling. Banyak tulisan yang mendiskusikan tentang konseling individual namun
demikian konseling kelompok kurang banyak menjadi bahan kajian dalam forum- forum
konseling. Schmidt (2003) mengemukakan bahwa konseling kelompok dan bimbingan
kelompok merupakan dua proses yang digunakan oleh konselor sekolah untuk
mengatasi antara lain perhatian dan minat siswa. Prosedur kelompok dipandang
efektif untuk membantu siswa dalam dengan banyak isu permasalahan. Keunggulan
prosedur kelompok adalah membantu pengembangan aspek sosial konseli dan
kemampuan mengadakan interaksi sosial dengan anggota kelompok yang lain. Ketika
individu berada dalam kelompok maka akan dituntut kemampuan dan keterampilan
sosial yang harus dilakukan. Kesediaan untuk mendengarkan pendapat orang lain
dan kemampuan menyampaikan pendapat, empati, cohesiveness merupakan dimensi positif bagi anggota kelompok
sehingga bagi anggota kelompok tertentu, proses kelompok sebagai media untuk
mengembangkan kepribadian. Selama ini kajian tentang konseling kelompok masih
disisipkan dalam buku- buku tentang konseling dan psikoterapi dan kurang
mendalam dalam memberikan wawasan tentang konseling kelompok secara komprehensif.
B.
Konsep Konseling Kelompok
Corey (2005)
menjelaskan bahwa pemahaman terhadap konseling kelompok harus dilakukan dalam
pendekatan integratif dan eklektif. Integrasi secara teoretis berusaha
mengkolaborasi dengan perspektif lain untuk memperkaya kajian sehingga
konseling tidak berkembang secara mandiri dan terpisah tetapi terintegrasi
dengan prinsip-prinsip keilmuan
yang lain. Eklektisisme adalah sikap berfilsafat dengan mengambil teori
yang sudah ada dan memilah mana yang disetujui dan mana yang tidak sehingga
dapat selaras dengan semua teori itu. Hal ini dilakukan agar dapat mengambil
nilai yang berguna dan dapat diterima. Dalam perspektif multikultural maka konseling kelompok
akan bersinggungan dengan masalah nilai, keyakinan, dan perilaku pada komunitas
tertentu. Kesadaran budaya meliputi usia, jenis kelamin, orientasi seksual,
agama dan status sosial-ekonomi. Perspektif budaya menjadi orientasi yang
penting dalam kelompok karena latar belakang budaya akan mempengaruhi sikap dan
perilaku anggota kelompok.
Konselor merupakan
figure sentral dalam proses kelompok, bagi konselor pemula akan banyak
mendapatkan kendala intern yang berkaitan dengan ketidakmampuan diri,
kepercayaan diri dan belum mahir dalam menentukan arah konseling kelompok.
Karakteristik pribadi seorang pemimpin kelompok yang efektif yaitu ; mampu
menjadi teladan, memiliki komitmen untuk bersama-sama dalam kelompok, memiliki
kemampuan membantu orang lain, jujur, peduli, memiliki keyakinan dalam proses
kelompok, terbuka, mau menerima kritik, memiliki kesadaran budaya, keinginan
untuk memperoleh pengetahuan baru, memiliki kewibawaan, memiliki resiliensi,
memiliki kesadaran diri, memiliki selera humor, mempunyai daya cipta, memiliki
dedikasi dan komitmen diri (Posthuma, 1996; Corey 2005). Konselor merupakan
seorang professional, hal ini ditunjukkan pada penguasaan terhadap keterampilan
dalam memimpin kelompok, mampu menjadi pendengar aktif, tanggap terhadap
kondisi dan keadaan tertentu, memiliki kemampuan menjelaskan, kemampuan membuat
ringkasan, memfasilitasi, memiliki empati, mampu membuat penafsiran,
keterampilan dalam bertanya, mampu membuat hubungan baik dengan anggota
kelompok, keterampilan konfrontasi, keterampila memberikan dorongan, kemampuan
membuat batasan, mampu melakukan asesmen, dapat menjadi teladan, mampu
menyampaikan alternative dan saran, keterampilan berinisiatif, keterampilan
evaluasi. Konselor juga dituntut memiliki tiga kompetensi dasar yaitu dapat
dipercaya, memiliki pengetahuan dan keterampilan.
Isu-isu yang
berkaitan dengan etika dalam konseling kelompok adalah pemberian informasi
kepada anggota kelompok berkenaan dengan aktivitas yang akan dilakukan, perlu
diperhatikan terhadap keanggotaan yang tidak sukarela, kebebasan untuk
mengundurkan diri dari anggota kelompok, menjelaskan resiko psikologis yang
kemungkinan akan dialami oleh anggota dan masalah kerahasiaan. Permasalahan
yang berhubungan dengan isu etis sebaiknya disampaikan kepada anggota kelompok.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah tentang anggota kelompok yang beragam
karena untuk melakukan proses kelompok dalam seting populasi yang beragam perlu
ditanamkan nilai-nilai keragaman, memberikan pemahaman standar-standar etis,
pemahaman pada isu-isu khusus yang berorientasi pada jenis kelamin.
Beberapa hal yang
diperhatikan dalam membentuk kelompok adalah penyaringan anggota dan
pertimbangan-pertimbangan praktis dalam membuat kelompok. Adapun pertimbangan
praktis yang dilakukan adalah berkaitana dengan komposisi kelompok, ukuran
anggota kelompok, frekuensi dan lamanya
pertemuan pada setiap sesi, panjangnya kelompok, kesepakatan tempat pertemuan
dan sifat keanggotaan yang terbuka atau tertutup. Sebelum kelompok dibentuk
seorang konselor juga dapat memberikan klarifikasi tentanf konselor yang akan
memimpin kelompok dan harapan-harapan dari anggota kelompok terhadap proses kelompok.
Proses konseling
kelompok paling tidak melalui tahap-tahap berupa ; tahap awal dalam kelompok,
tahap transisi, tahap pelaksanaan dan tahap akhir dari proses kelompok. Tahap
awal dalam kelompok memperhatikan karakteristik anggota yang tidak sama, hal
ini akan berpengaruh pada mekanisme pelaksanaan proses kelompok pada tiap-tiap
tahap. Karakteristik yang Nampak pada tahap awal adalah mempunyai perhatian
yang terlalu dini, memiliki kepentingan yang tersembunyi, beresiko sebagai awal
konflik, ada konflik antara diri dengan orang lain, konflik antara keperntingan
saat ini dengan masa datang, ada perasaan percaya tetapi juga muncul
kecurigaan. Salah satu strategi dalam membangun kepercayaan adalah keteladanan
dan sikap serta tindakan untuk percaya. Pemimpin kelompok pada tahap awal
diharapkan mampu mengidentifikasi dan menjelaskan tujuan umum pada anggota,
disamping itu membantu anggota mendefinisikan tujuan pribadi. Perhatian utama
pada tahap ini adalah pembagian tanggung jawab, kesepakatan bersama, membuka
dan menutup sesi kelompok.
Tahap
transisi dalam proses kelompok, pemimpin kelompok bertanggung jawab untuk
membantu anggota kelompok keluar dari situasi dan kondisi krisis yang dialami.
Situasi krisis tergambar dalam krakteristik anggota yang menampakkan ;
1.
Munculnya kecemasan; perasaan cemas anggota kelompok baik yang berasal
dari factor internal maupun eksternal berpengaruh pada efektivitas anggota
kelompok. Kecemasan dapat diakibatkan karena merasa tidak mampu untuk
berinteraksi dan berpendapat dalam kelompok.
2.
Kepercayaan diri; anggota kelompok memiliki tingkat kepercayaan diri
yang berbeda sehingga bagi anggota kelompok yang kurang percaya diri maka tugas
utama pada awal konseling kelompok adalah membangun kepercayaan diri anggota kelompok.
3.
Perilaku yang defensive dan resisten; kesulitan awal seorang konselor
adalah mendapatkan partisipasi dari anggota. Anggota kelompok dapat menunjukkan
perilaku defensive dan cenderung melawan terhadap topic diskusi, terhadap
anggota kelompok maupun kepada pemimpin kelompok. Gejala perilaku defensive dan
resisten dapat terlihat melalui pola hubungan emosional dengan anggota
kelompok, gaya bicara yang singkat dan langsung, tidak berpendapat, dan
memperlihatkan ekspresi terhadap perasaan yang sedang dialaminya.
4.
Ketakutan yang biasanya dialami anggota kelompok; anggota kelompok yang
sering diliputi oleh perasaan
takut diantaranya takut kelihatan bodoh, takut ditolak,
takut dianggap tidak bisa, takut kurang control, takut dianggap menutup
diri karena mereka merasa diminta terbuka sebelum mereka secara mental siap
untuk berpendapat.
5.
Berusaha untuk mengontrol diri sehingga partisipasi dalam kelompok
menjadi kurang karena anggota bersikap pasif.
6.
Konflik; konflik pribadi yang berkaitan dengan jenis kelamin, umur,
bahasa, status social ekonomi, rasial, dan latar belakang pendidikan. Konflik
disebabkan karena kurangnya attending yang dilakukan oleh konselor.
7.
Konfrontasi; selama proses kelompok akan terjadi pertentangan diantara
anggota kelompok, pemimpin harus bertanggung jawab untuk menjadikan konfrontasi
sebagai upaya konstruktif untuk membangun proses kelompok.
8.
Pergantian pimpinan kelompok; dalam proses konseling kelompok seorang
leader diganti disebabkan oleh factor kepribadian dan profesionalitas, karena
pemimpin kelompok tidak memiliki kompetensi dan keterampilan yang memadai.
Dalam proses
kelompok sering ditemukan beberapa perilaku dan kesulitan yang dialami oleh
anggota kelompok. Pemimpin kelompok bertanggung jawab untuk meminimalisir
perilaku problematic secara rasional sehingga akan menjadikan kepemimpinan yang
efektif. Pemimpin yang efktif ditunjukkan melalui sebagian perilaku berupa ;
tidak menyalahkan konseli, mendidik konseli bagaimana berinteraksi dalam kelompok,
tidak merespon sarkasme dengan sarkasme. Beberapa perilaku anggota kelompok
yang terlihat dalam proses kelompok adalah sebagai berikut ;
1.
Diam dan kurang berpartisipasi; konseli cenderung berdiam diri dan tidak
partisipatif. Perilaku yang tampak adalah menunjukkan sikap menunggu, merasa
tidak mempunyai bahan untuk dikatakan, merasa tidak penting membicarakan
sesuatu, takut ditolak, kurang percaya dengan kelompok, dan takut tentang kerahasiaannya.
2.
Perilaku monopoli; pemimpin kelompok harus peka terhadap anggota yang
memonopoli dalam aktivitas kelompok.
3.
Bercerita dan menutup diri; merupakan perilaku yang menunjukkan
ketidaktahuan anggota kelompok. Pemimpin kelompok dapat memulai diskusi dengan
menceritakan hal-hal yang mendorong anggota kelompok untuk dapat terbuka dan
mau berpendapat.
4.
Bertanya; pertanyaan yang diajukan antar anggota kelompok harus
dikontrol agar tidak terjebak pada model interogasi. Diusahakan untuk tidak
bertanya tetapi dengan membuat pernyataan yang kemudia dapat direspons oleh
anggota kelompok yang lain.
5.
Memberi nasehat; problem perilaku yang berhubungan dengan bertanya
adalah member nasehat. Kecenderungan dari anggota kelompok adalah memberikan
nasehat kepada anggota lain yang menyampaikan
pendapat/permasalahan.
6.
Dependensi; berperilaku bebas tidak selalu menjadikan masalah apalagi
jika dilihat dalam perspektif cultural.
7.
Dukungan yang palsu; hal ini berkaitan dengan pemberian nasehat yang
dilakukan oleh anggota kelompok yang lain karena dimungkinkan nasehat dan
support yang diberikan belum sepenuhnya sesuai dengan kata hati.
8.
Perilaku memusuhi diantara angota kelompok; dapat muncul perilaku yang
memusuhi anggota kelompok lain, gejala ini dapat disebabkan oleh banyak factor.
9.
Berperilaku superior; ada anggota kelompok yang memiliki perilaku superior
sehingga ketika berinteraksi akan menunjukkan superioritasnya dan bahkan
mengundang untuk bermusuhan.
10.
Sosialisasi; kemampuan bersosialisasi dapat menjadikan kendala bagi
anggota kelompok karena jika tidak terbangun kohesifitas dapat membantuk klik
diantara anggota kelompok.
11.
Intelektualitas; dalam proses konseling seorang pemimpin kelompok
dituntut peka untuk memperhatikan aktivitas anggota kelompok karena mekanisme
pertahanan diri dapat dilakukan melalui rasionalisasi dan kemampuan intelektualnya.
12.
Menjadikan anggota sebagai assistance leaders; anggota kelompok yang
memiliki interpersonal bagus dapat berperan sebagai asisten bagi pimpinan kelompok.
Konselor dalam
tahap pelaksanaan konseling kelompok dapat melakukan intervensi kepada anggota
kelompok berkenaan dengan kondisi dan situasi krisis yang dihadapi oleh anggota
kelompok, terutama perasaan-perasaan takut yang dapat mengganggu jalannya
proses konseling kelompok. Proses intervensi konselor pada tahap awal adalah
mendorong anggota membicarakan tentang ketakutan yang dihadapi, memposisikan
bahwa anggota kelompok lain juga memiliki perasaan yang sama, membantu
mengeksplorasi dan memahami perasaan takut yang muncul. Peran konselor dalam
tahap transisi adalah memberikan intervensi dengan berfokus pada eksplorasi
tentang munculnya perasaan- perasaan yang mengganggu selama proses konseling,
sedangkan intervensi konselor pada proses konseling kelompok adalah berdasarkan
pada reaksi dan persepsi anggota kelompok terhadap situasi kelompok.
Tugas konselor yang
harus dilaksanakan berkenaan dengan proses kelompok terutama berkaitan dengan ;
perilaku dan norma kelompok yang didasari bahwa anggota kelompok maupun
pemimpin kelompok memiliki tanggung jawab untuk menjamin efektivitas proses
konseling. Pemimpin kelompok berusaha memakai variasi teknik-teknik terapi agar
lebih efektif dan efisien sedangkan dari pihak anggota kelompok adalah adanya
dorongan untuk berubah. Hal lain yang perlu diperhatikan oleh konselor adalah
tingkat kepercayaan selama tahap pelaksanaan konseling kelompok karena anggota
kelompok dapat bersikap menarik diri dan pasif disebabkan keraguan akan
kemampuan yang dimiliki oleh konselor/pemimpin kelompok. Proses konseling
kelompok bagi anggota akan dihadapkan pada pilihan-pilihan yang menuntut
anggota kelompok membuat pilihan
seperti ; menutup diri atau terbuka,
kejujuran atau berlebih-lebihan,
spontanitas atau terkontrol, menerima atau menolak, dan kohesif atau terpecah.
Pilihan-pilihan yang akan dibuat oleh anggota kelompok senantiasa diarahkan
oleh pemimpin kelompok dengan mendasarkan pada pertimbangan sisi negative dan
positif sesuai dengan permasalahan yang akan direspons. Anggota kelompok
diharapkan memperoleh pelajaran tentang perilaku-perilaku baru, keterampilan
hidup dan dapat mempraktikannya dalam sesi-sesi kelompok di luar kelompok.
Langkah-langkah
konseling yang dilaksanakan dalam proses konseling kelompok ditujukan untuk
mengubah perilaku konseli. Perubahan diharapkan terjadi karena dampak positif
dari proses kelompok yang diikuti. Adapun teknik yang dapat dilakukan selama
proses konseling kelompok adalah membuka ketertutupan konseli, konfrontasi,
umpan balik, kohesifitas dan universalitas, harapan, kesiapan menghadapi resiko
dan kepercayaan, terbuka dan menerima, kekuatan, katarsis, komponen kognitif,
komitmen untuk berubah, kebebasan dalam bereksperimen dan humor.
Tahap terminasi
dalam konseling kelompok adalah proses konsolidasi dengan anggota kelompok
untuk mengembangkan strategi dalam rangka mengaplikasikan hasil konseling
kelompok dalam kehidupan sehari-hari. Tahap ini merupakan waktu yang diperlukan
anggota untuk mengekspresikan pengalaman-pengalaman mereka selama sesi. Tahap
terminasi proses kelompok meliputi ;
1.
Yang berhubungan dengan perasaan; jika dalam tahap awal anggota kelompok
didorong untuk menjelaskan perasaan takut dan harapan-harapannya maka dalam
tahap terminasi hal esensial adalah mendorong mereka mengekspresikan reaksinya.
2.
Persepsi awal dan akhir dalam kelompok perlu di follow-up kepada anggota kelompok.
3.
Yang berhubungan dengan topic/diskusi yang tidak selesai; bahwa selama
proses konseling dimungkinkan belum selesai dalam pemecahan masalah maka
dituntut adanya komitmen antara pimpinan dengan anggota untuk menindaklanjuti
pada sesi- sesi lain.
4.
Review pengalaman dalam kelompok; dilakukan review kepada anggota
kelompok untuk mengeksplorasi pengalaman yang diperoleh setelah dilakukan
treatment dalam kelompok.
5.
Praktik mengubah perilaku; pertemuan-pertemuan selanjutnya dapat dipakai
untuk latihan mengubah perilaku baru pada anggota kelompok, hal ini bermanfaat
bagi anggota untuk melatih diri pada waktu-waktu di antara sesi.
6.
Menentukan langkah-langkah selanjutnya; fungsi terpenting pemimpin
kelompok adalah membantu anggota untuk segera bertindak sehingga anggota
kelompok dapat melakukan tindakan dengan cepat untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
7.
Memberi dan menerima umpan balik; antara anggota dan pemimpin kelompok
di akhir sesi dapat melakukan koreksi, memberi dan menerima umpan balik yang
akan bermanfaat untuk mengukur efektivitas jalannya konseling kelompok.
8.
Memakai kontrak perilaku; jika memungkinkan dapat dilakukan kontrak
secara tertulis dalam upaya perubahan perilaku dan akan menjadi tanggung jawab
untuk merealisasikannya. Suatu pekerjaan besar jika ada anggota kelompok yang
merasa tidak memperoleh wawasan baru dari proses kelompok yang diikuti, tetapi
yang lebih penting untuk dilakukan adalah mendiskusikannya dengan anggota
kelompok tersebut. Beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan adalah
memelihara kerahasiaan setelah proses kelompok berakhir. Mendorong kelompok
untuk mengadakan perubahan perilaku walaupun lingkungan memandangnya negative.
Evaluasi dilakukan untuk
mengetahui tingkat efektivitas proses kelompok yang berlangsung. Proses follow
up oleh konselor kepada anggota kelompok dilakukan setelah menyelesaikan sesi
konseling kelompok dan dapat menggunakan wawancara secara individual kepada
anggota kelompok.
Aplikasi konseling
kelompok kepada kelompok umur dapat dilakukan dalam kategori kelompok untuk
anak-anak; kelompok remaja; kelompok orang dewasa dan kelompok lanjut usia.
Konseling kelompok untuk seting anak-anak tidak terbatas pada permasalahan yang
dihadapi tetapi kecenderungan permasalahan yang berhubungan dengan rendahnya
harga diri, ketidakmampuan berinteraksi dalam kelompok sebayanya, merasa gagal,
kekerasan fisik dan seksual, merasa diasingkan dan sendirian, depresi dan
cemas. Aspek yang penting untuk diperhatikan adalah personal dan kualifikasi
professional konselor. Karakteristik personal menjadi penting ketika melayani
anak-anak karena dituntut untuk sabar, penuh perhatian, memiliki rasa humor dan
lain-lain, sedangkan kualifikasi professional yang harus dikuasai adalah
memahami tahap-tahap perkembangan khususnya kelompok umur, mengerti dengan baik
keterampilan konseling, mengetahui referensi yang signifikan berkaitan dengan
proses konseling kelompok untuk anak-anak.
Isu penting untuk
masa remaja adalah kuatnya interaksi diantara kelompok sebaya sehingga
konseling dengan pendekatan kelompok merupakan pilihan yang strategis karena
peer groups merupakan kekuatan yang harus didorong dan difasilitasi. Teknik
konseling kelompok secara khusus digunakan karena pada usia-usia remaja telah
mampu mengidentifikasi pengalaman mereka. Hal-hal yang berkaitan dengan masalah
remaja sekaligus merupakan tantangan bagi konselor untuk memfasilitasi
perkembangan mereka. Problematika yang cenderung dihadapi oleh remaja dalam
konseling kelompok adalah kepercayaan diri, pemahaman tentang bantuan yang akan
diberikan karena factor ketertutupan diri anak remaja, serta keengganan anggota
kelompok untuk berpartisipasi. Dimensi lain yang harus diperhatikan konselor
adalah pengaruh kepribadian pimpinan kelompok karena pemimpin kelompok
mempunyai pengaruh yang besar terhadap berjalannya proses konseling kelompok.
Remaja menginginkan posisi pemimpin kelompok harus orang yang memhami
permasalahan yang dihadapi remaja. Konselor dituntut untuk menjaga sesi yang
cenderung tidak pasti karena tidaklah mudah mengundang partisipasi remaja ke dalam
konseling kelompok yang diselenggarakan oleh konselor. Ada kecenderungan anak
remaja memeliki tendensi untuk mengelaborasi pengalaman- pengalaman masa
lalunya daripada kondisi saat ini.
Pada kelompok
untuk orang dewasa, orientasi topic merupakan keunggulan dalam proses kelompok.
Jika topic yang dibahas merefleksikan kehidupannya maka akan berpartisipasi
penuh. Beberapa factor yang haruis diperhatikan adalah pertimbangan struktur
kelompok terhadap topic sehingga pemilihan topic merupakan representasi dari
anggota kelompok. Berbeda dengan kelompok orang dewasa, kelompok lanjut usia
merupakan kelompok yang memiliki karakteristik unik sehingga konselor dituntut
memiliki keterampilan dan pengetahuan yang khusus. Pengetahuan khusus berkaitan
dengan kehidupan social, religi, pandangan hidup dan orientasi karir. Beberapa
hal yang diperlukan dalam konseling kelompok bagi lanjut usia adalah ; lanjut
usia memiliki perhatian terhadap orang lain lebih singkat karena ada kesulitan
secara fisik dan psikologis sehingga prose kelompok menjadi lebih lambat. Para
orang tua lebih sering memerlukan dorongan daripada konfrontasi, memerlukan
perawatan medis dan ada kekuranganmampuan untuk berdialog secara penuh, orang
tua memiliki kebutuhan untuk didengarkan dan
dimengerti.
C.
Analisis terhadap Konseling Kelompok
Strategi konseling
kelompok dikembangkan dalam tiga isu sentral yaitu isu tentang kelompok, tahap
konseling kelompok dan proses dan aplikasi konseling kelompok. Isu tentang
kelompok sebagai kerangka teori yang melandasi tentang proses dan dinamika
kelompok, sebagai integrasi dalam berbagai perspektif teori. Kekuatan kelompok
merupakan salah satu dimensi yang diambil dalam proses konseling sehingga
konseling kelompok berusaha memadukan antara dimensi kelompok, kohesifitas dan
perubahan perilaku. Konseling kelompok jika dianalisis memiliki basis teori
psiko-sosial yang berkatian dengan ;
1. Isu Kultural
Keunggulan
kelompok merupakan poin yang tidak dapat ditinggalkan dalam konseling kelompok
namun demikian aspek multikulturalisme juga menjadi bagian yang tidak
terpisahkan. Keragaman masyarakat menjadi salah satu indicator bahwa kelompok
merupakan gambaran dari masyarakat. Konsep multicultural sebagai perspektif
budaya akan menjadi bagian dari dinamika individu. Gambaran konsep ini seperti
dalam gambar berikut ;
Individu
Keluarga
Multikultural
Universal
Gambar 1. Empat landasan sudut
pandang terhadap manusia
Berdasarkan pandangan bahwa layanan
bimbingan dan konseling merupakan building blocks yang memiliki empat landasan
sudut pandang yaitu ; individual, keluarga, universal dan multicultural.
Individu sebagai makhluk hidup yang unik dan memiliki keunggulan berupa akal, di
samping persamaan-persamaan yang diwujudkan dalam struktur anatomis dan
fungsi-fungsinya memiliki perbedaan yang esensial pada masing-masing inidividu.
Dalam kajian psikologi, perbedaan pada individu dapat dilihat dari potensi,
kemampuan berpikir dan kondisi psikis yang lain. Eksistensi inidividu tidak
terlepas dari sebuah komunitas yang disebut dengan keluarga sebagai unit
terkecil dalam masyarakat yang memberikan pola pendidikan kepada individu
merupakan seting yang secara kuat mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan
individu. Keragaman individu yang membawa kepada kompleksitas masyarakat dengan
nilai-nilai yang terbentuk secara universal dengan consensus diantara anggota
kelompok. Universalitas merupakan konsep tentang sebuah tatanan masyarakat yang
lebih luas dan memberikan ikatan kepada individu untuk senantiasa berpedoman
pada konsep-konsep universal. Namun perspektif yang tidak dapat diabaikan,
walaupun masyarakat memiliki tatanan yang universal tetapi sebagai gabungan
dari berbagai budaya dan karakteristik masyarakat sehingga perspektif
multicultural nerupakan sebuah pendekatan yang menempatkan individu pada seting
budayanya masing- masing.
Karakteristik
konseli dari berbagai belahan dunia memiliki stereotype yang berbeda dan
beragam. Komunitas orang-orang latin memiliki pendekatan yang dianggap cocok
yaitu model psychoeducational yang menggunakan unsure proses social dalam
kelompok dan pendekatan multicultural merupakan factor yang dominan (Torres dan
Rivera, 2001). Pendekatan kelompok lebih ditekankan pada perspektif cultural
dengan memakai model psychoeducational sebagai teknik untuk membangun interaksi
dan kesadaran social anggota kelompok dalam membentuk sikap terhadap budaya
yang dominan di kalangan mereka. Pendekatan ini difokuskan pada internalisasi
nilai dan keyakinan masalah waktu, sikap terhadap perilaku yang berhubungan
dengan jenis kelamin dan religi serta
ketertutupan.
Ciri khas dari pendekatan ini adalah mengabaikan kajian teoretis seperti
behavioral, humanistic, kognitif, psikoanalitik, eklektik.
2.
Pendekatan teoretis
Corey (2005)
mengemukakan tentang variasi kelompok yang meliputi ; task group,
psyoeducational group, counseling group, psychotherapy group dan brief groups.
Variasi kelompok digunakan berdasarkan orientasi tujuan pelaksanaan proses
kelompok. Kajian secara mendalam dalam variasi kelompok belum ditemukan pada
konsep kelompok yang diajukan oleh Corey. Berbeda dengan Postuma (1996) yang
menyajikan pendekatan secara teoretis seperti client centered therapy, behavior
therapy, psychoanalytic therapy dan rational emotif therapy, sebagai pendekatan
yang dapat dipakai dalam perspektif kelompok.
Tabel 1. Comparitive Group Approaches
Approach |
Leader Behavior |
Therapeutic Focus |
Leader-Member Relationship |
Contents |
Client |
Non directive, |
Subjective |
Warm, open, positive |
Anxieties, feelings, |
Centered |
conveying
warmth, |
experiences,
some |
friendly, |
relationships, |
|
empathy, |
what
intrapsychic |
companionable |
personal |
|
acceptance,
active |
|
|
experiences |
|
listening, |
|
|
|
|
paraphrasing
linking |
|
|
|
Behavioral |
Reinforcing |
Specific
behavior |
Contracting, |
Symtomps, |
|
modeling,
limit |
|
businesslike, |
anxieties,
problems, |
|
setting |
|
straightforward |
overt
behavior, |
|
|
|
|
rehearsal for
new |
|
|
|
|
behavior |
Psychoanalitic |
Non directive, |
Intrapsychyc |
Vague,
changeable, |
Symptoms,
live |
|
passive,
interpreting, |
behavior |
spontanues,
health |
events, free |
|
probing |
|
professional-client |
association |
Rational- |
Active,
directive, |
Irrational
thoughts, |
Tolerant,
impersonal, |
Cognitions, |
Emotive |
persuading, |
values,
beliefs |
teacher-learner |
behaviors,
attitudes, |
|
challenging |
|
|
belief
systems |
Sumber : Adapted from J.L Shapiro. Methods of Group Psychotherapy : A Tradition
os Innovation. Itasea F.E. Peacock, 1978 (Posthuma, 1996:128)
Terlepas dari ada
tidaknya kajian teoretis dalam sebuah konsep kelompok, hal yang penting
dilakukan adalah mengeksplorasi teori dan proses yang berkaitan dengan
konseling kelompok. Yalom dalam Posthuma (1996) mendeskripsikan pendekatan
socio-process yaitu
; menanamkan informasi, membangun
harapan, universalitas, altruism, keluarga, mengembangkan teknik sosialisasi,
perilaku imitasi, interpersonal, kohesivitas dan katarsis. Mendiskusikan
tentang kelompok memang tidak akan lepas dari interaksi di dalam kelompok dan
dinamika kelompok. Interaksi merupakan kondisi dinamis antar anggota kelompok
yang berkembang karena adanya komunikasi diantara mereka. Komunikasi dapat
membangun sebuah belief diantara anggota kelompok. Berdasarkan asumsi tersebut
pengembangan prosedur kelompok lebih menekankan proses kelompok daripada
pendekatan dan kajian secara teoretis.
3.
Teknik dan keterampilan
Dalam proses kelompok, peran
dan fungsi seorang pemimpin kelompok merupakan salah satu kunci keberhasilan.
Pihak yang paling berkepentingan untuk menyiapkan diri agar proses kelompok
berjalan efektif dan efisien adalah konselor, sehingga sikap dan keterampilan
yang dimiliki harus sesuai dengan tuntutan anggota kelompok, Sebagai bahan
kajian mengenai sikap dan teknik yang harus dikuasai oleh konselor adalah
sebagai berikut ;
a.
Sikap seorang pimpinan kelompok; memiliki kepercayaan diri yang memadai,
mempunyai tanggung jawab terhadap proses kelompok dan anggota kelompok secara
professional, mampu melakukan attending dan mendengarkan anggota kelompok,
bersikap obyektif, jujur, empatik, hangat dan care, menaruh rasa hormat kepada
anggota kelompok, bersikap fleksibel,
kreatif dan spontan, memiliki antusiasme dan optimis, berselera humor, memiliki
pola berpikir kritis dan mampu menginternalisasi keterampilan tersebut di dalam
dirinya.
b.
Teknik yang harus dikuasai oleh pimpinan kelompok adalah restatement,
kemampuan merefleksi, membuat kesimpulanm mengklarifikasi, mendorong, mampu
memberikan umpan balik, kemampuan konfrontasi, mampu menganalisis dan menginterpretasi,
dan mampu membuat kesimpulan untuk kelompok. (Posthuma, 1996: 95-125).
Penguasaan teknik dan keterampilan
konseling merupakan jaminan bahwa proses kelompok dapat berjalan lancar. Faktor
pengetahuan dan keterampilan dengan didukung oleh integritas kepribadian
seorang konselor akan mampu memberikan layanan bantuan kepada konseli.
D.
Simpulan
Prosedur kelompok
merupakan salah satu strategi dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling.
Tujuan dari proses kelompok adalah membantu mengembangkan kepribadian,
menngembangkan kemampuan interaksi social dan mengatasi permasalahan yang
sedang dihadapi dengan melakukan sharing dengan orang lain. Tujuan akhir dari
proses kelompok adalah adanya perubahan perilaku berdasarkan hasil interaksi
dan diskusi dalam kelompok. Strategi kelompok berimplikasi pada pemenuhan
kebutuhan social anggota kelompok untuk dapat eksis di masyarakat. Hal-hal
penting yang merupakan pertimbangan utama dalam kelompok adalah ; pertama,
memiliki perspektif multibudaya dan lintas budaya karena akan membantu memahami
konseli dari latar belakang budaya. Kedua, penguasaan kompetensi konselor
menjadi salah satu instrumen penting dalam proses konseling kelompok. Pada
akhirnya, konseling kelompok merupakan salah satu pilihan strategis untuk
membantu mengembangkan potensi dan kemampuan anggota kelompok.
DAFTAR PUSTAKA
Corey, M.S. & Corey, G. (2006). Groups Process and Practice. (7th edition). Belmont.
Thompson Brooks/Cole
Ivey, AE., Ivey,
MB., & Simek-Morgan, L. (1993). Counseling
and Psychotherapy A Multicultural Perspective. Needham Heights. Allyn and
Bacon.
Muro &
Kottman, (1995). Guidance and Counseling
int The Elementary and Middle School.
A Practice Approach. Dubuque. Wm. C. Brown
Communications. Inc.
Posthuma, B. W.
(1996). Small Group in Counseling and
Therapy. Allyn & Bacon. Needham Heghts. Massachusetts.
R. Natawidjaja,
(1987). Pendekatan-pendekatan Dalam
Penyuluhan Kelompok I. Bandung. Diponegoro.
Schmidt, J. J. (2003). Counseling in Schools. Essential Services
and Comprehensive Programs. 4th edition. Boston. Allyn and
Bacon.
Torres, E. Rivera & Phan, Loan,. (2001). “Working With Latino Clients: A Group Approach”.
Journal of Nebraska
Counselor.
[Online]. Winter
2001.
13
halaman.
Tersedia
:http://n-c-a.org/archive/journals/journal2001.pdf [18 September 2005].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar