BUKU BIMBINGAN PRANIKAH
GEREJA BETHEL INDONESIA
SHEKINAH GLORY MINISTRY
KAMPUNG TOWER
RT 004 RW 009 TELUK BAKAU KEL. BATU BESAR KEC.
NONGSA
KOTA BATAM PROPINSI KEPUALUAN RIAU
GEMBALA JEMAAT : PDT. MANGADAR SIHALOHO,A.Md,S.Pd
DAFTAR ISI
Halaman
Bab I. Pernikahan Kristen......................................................................... 1
Bab II. Tujuan Pernikahan......................................................................... 7
Bab III. Tanggung Jawab dalam Pernikahan........................................... 13
Bab IV. Kebersamaan dalam Keluarga.................................................... 19
Bab V. Komunikasi dalam
Keluarga....................................................... 25
Bab VI. Disiplin dalam Keluarga.............................................................. 33
Bab VII. Ibadah
dalam Keluarga............................................................... 39
Bab VIII. Penatalayanan dalam Keluarga.................................................. 45
Bab IX. Seksualitas dalam Pernikahan.................................................... 51
Bab X. Keluarga dan Gereja................................................................... 57
Bab XI. Keluarga dan Masyarakat........................................................... 63
Lampiran: Pertanyaan-pertanyaan............................................................... 69
I
I PERNIKAHAN KRISTEN
A.
Arti Pernikahan secara Umum
Pernikahan berasal dari akar
kata ”nikah,” yang dalam kamus berarti perjanjian antara seorang pria dan seorang wanita untuk menjadi
suami-istri dengan resmi. Kadangkala kita juga
mengenalnya dengan istilah
”kawin,” yang dalam
kamus juga disebutkan sebagai
perjodohan antara seorang
pria dan seorang
wanita menjadi suami-istri.
Berbicara tentang pernikahan, secara
langung atau tidak langsung pasti berhubungan dengan
negara. Secara umum di pelbagai
negara biasanya pernikahan itu
dicatat oleh negara,
dan kepada pernikahan itu negara
memberi ”kekuatan hukum,” berdasarkan hukum sipil
dan hukum pidana.
Menurut keyakinan Kristen, negara memang mempunyai hak
mengatur hal tersebut dan semua warga
negara wajib mengakuinya. Sebuah pernikahan membutuhkan pengakuan umum
dan kekuatan hukum sipil,
oleh karena itu sebuah
pernikahan tidak boleh
disembunyikan atau dirahasiakan karena
bertentangan dengan hakikat
pernikahan itu sendiri.
Dalam pernikahan, bagi seorang
pria berarti mengambil seorang wanita sebagai istrinya disaksikan oleh sanak keluarga
dan masyarakat. Demikian
pula bagi seorang wanita, menikah
berarti mengakui di depan umum,
bahwa pria tersebut adalah suaminya. Apabila dua orang menikah berarti meminta
pengakuan sah dari masyarakat. Mereka meminta
supaya anak-anak mereka
yang akan dilahirkan dalam pernikahan itu diakui pula sebagai
anak yang sah, dan supaya harta benda yang mereka kumpulkan bersama diakui
pula sebagai milik
yang sah.
Dalam hal ini negara
wajib menetapkan peraturan, supaya pernikahan itu dicatat
dan diakui sah secara hukum,
dan juga secara secara sosial
dalam masyarakat, sehingga dapat menjaga
keutuhan pernikahan itu sendiri. Di sisi lain,
kita nanti juga akan melihat bahwa
kewajiban gereja ialah
memohon berkat Tuhan untuk
pernikahan dan memberi pertolongan rohani kepada mereka
yang menikah.
B.
Arti Pernikahan secara Kristen
1.
Di dalam
pernikahan Kristen haruslah
diimani dan diakui
bahwa per n i kahan adalah sebuah lembaga
suci yang berasal
dari Tuhan dan ditetapkan oleh-Nya untuk kebahagiaan manusia (Kej.
1:27-28, 2:18, 21:15).
2.
Di dalam pernikahan Kristen
haruslah disadari oleh
pria dan wanita
yang memutuskan untuk memasuki pernikahan, bahwa pernikahan adalah
suatu lembaga monogami (Mat.
19:5). Didalam ketentuan pernikahan Kristen,
mengambil istri kedua
atau suami kedua,
sama sekali tidak dapat diterima, bahkan sekalipun dengan alasan ketidakmampuan untuk memiliki keturunan.
3.
Di
dalam pernikahan Kristen hendaknya diakui sebagai persekutuan yang hidup. Secara hukum hal itu berarti bahwa
ada kemungkinan untuk
menikah dengan dasar seharta-semilik.
4.
Di dalam pernikahan Kristen
telah ditetapkan, bahwa
pernikahan adalah suatu persekutuan antara
seorang pria dan seorang wanita
sampai m a u t memisahkan (Rm. 7:1-2). Sesuai
dengan perintah Kristus
maka p e r u n d a n g - undangan hendaknya memberi dorongan
kepada b e r l a n g s u n g n y a persekutuan nikah
itu, juga mendorong dan menguatkan suami- i st r i yang menghadapi konflik dan keretakan rumah-tangga yang m e n j u r u s ke p a d a
perceraian untuk kembali
ke arah perdamaian.
5.
Di dalam pernikahan Kristen yang dilaksanakan dalam Kebaktian Pemberkatan Nikah,
pertama terkandung sifat
meneguhkan nikah yang t e l a h
disahkan. Kedua, waktu
mereka menjawab pertanyaan pendeta dengan ” Ya,” berarti hal itu dilakukan di hadapan Tuhan dan
jemaat-Nya dan m e r e k a
diingatkan
akan Firman Tuhan, ”Jika
ya, hendaklah kamu
katakan ya, jika tidak,
hendaklah kamu katakan
tidak” (Mat. 5:37).
Ketiga, dalam Kebaktian
Pemberkatan Nikah tersebut, di dalam dan oleh jemaat dimohonkan berkat Tuhan untuk kedua
mempelai itu dan di dalam
nama Tuhan berkat itu diucapkan oleh pendeta. Oleh karena kebaktian tersebut menuntut iman
dari sepasang mempelai,
maka kebaktian tersebut tidak boleh
dilaksanakan untuk orang
yang belum percaya.
Kewajiban gereja terhadap
pernikahan belum selesai, gereja masih mempunyai tugas untuk
membimbing kedua mempelai itu dalam
jalan pernikahan mereka dengan pemberitaan Firman Tuhan, pelayanan sakramen, dukungan doa, dan pemeliharaan kerohanian, teristimewa pada masa
krisis dalam pernikahan.
Catatan: Dalam pembahasan bab ini, gereja
dapat melibatkan seorang
ahli hukum untuk menjelaskan Pernikahan Kristen ditinjau dari aspek hukum
di Indonesia
II
TUJUAN PERNIKAHAN
Apakah yang menjadi alasan dan tujuan pernikahan?
Ada banyak jawaban yang dapat kita temukan, diantaranya:
A.
Macam-macam Alasan
Pernikahan
1.
Pernikahan adalah
wujud kasih yang dijalani saat berpacaran dan akhirnya
direalisasikan dalam pernikahan.
2.
Pernikahan
karena orang tua dan lingkungan yang menuntut pernikahan menjadi suatu keharusan, dan seseorang yang tidak menikah
dianggap "kurang normal," sehingga pernikahan harus dilaksanakan.
3.
Pernikahan sebagai
suatu jalankeluar untuk "lari" dari lingkungan ke l u a r ga / rumahyang keadaannya sudah tidak
menyenangkan.
4.
Pernikahan sebagai jalanuntuk
memenuhi kebutuhan biologis/ seksual.
5.
Pernikahan sebagai
cara lari dari rasa kesunyian dan kebutuhan, karena
a d a yang memberi perhatian.
6.
Pernikahan sebagai
akibat ketertarikan secara
fisik dan tidak
t er ken d a l i nya nafsu seksual yang mengakibatkan kehamilan. Sebagai rasa tanggung jawab maka pernikahanlah jawabannya.
B.
Tujuan Pernikahan menurut Alkitab
1.
Tujuan pernikahan adalah
prokreasi dan pemeliharaan yang sesuai d e n g a n
kehendak Allah
Allah yang telah
menciptakan manusia menurut
gambar dan rupa-Nya, memberikan perintah supaya
manusia melalui pernikahan itu beranak
cucu dan bertambah banyak memenuhi bumi dan menaklukkannya (Kej. 1:28). Melalui pernikahan ini diharapkan anak-anak dari manusia dilahirkan ke dalam dunia ini. Mzm. 127:3-5 mengajarkan bahwa
”anak laki-laki adalah milik pusaka
dari Tuhan... seperti anak-anak panah di tangan pahlawan... berbahagialah orang
yang telah membuat
penuh tabung panahnya
dengan semuanya itu.” Artinya
anak-anak yang Tuhan percayakan itu haruslah mendapat pendidikan orang tua, dipersiapkan untuk dapat menghadapi hari
depannya. ”Didiklah orang muda
menurut jalan yang patut baginya, maka
pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang daripada
jalan itu” (Ams. 22:6; bdk. Ul. 6).
2.
Tujuan pernikahan adalah
persahabatan
Allah menciptakan manusia dengan hakikatnya yaitu kebutuhan persekutuan
dengan diri-Nya dan sesamanya; dan
Allah merancang per n i kahan unt uk persahabatan. Persahabatan dinilai begitu luar biasa, ketika
suami-istri yang menjadi tua dan aktivitas
seksual semakin menurun, b a h k a n b e r h e n t i
sekalipun,
maka dalam persahabatan tidak akan pernah
berhenti karena usia. Hidup dalam persahabatan yang terdalam akan menolong manusia
dari rasa kesepian.
Allah memandang rasa kesepian
manusia sebagai hal yang tidak baik (Kej. 2:18). Manusia membutuhkan sesamanya, bahkan khususnya mereka b o l e h
saling mempercayai dan memberi rasa aman saat di dekatnya, bisa berbicara
dari hati ke hati tanpa perlu menyembunyikan kekurangan atau
kelemahannya masing-masing. Mereka dapat menjadi
dirinya sendiri, saling menghibur untuk menguatkan, saling
menegur dan saling
koreksi yang membangun, teman
berbagi dalam suka dan duka, teman doa, dan membangun iman
dalam Kristus.
3.
Tujuan pernikahan adalah
untuk saling melengkapi
Tidak ada manusia yang sempurna, oleh sebab itu tidak ada satupun pernikahan yang sempurna, artinya
tidak akan pernah kita menemukan
pasangan hidup yang
sempurna. Justru dalam
ketidaksempurnaan pasangan hidup, kita saling
melengkapi. Allah merancangkan p e r n i k a h a n d i m a n a
wanita menjadi penolong yang sepadan (Kej.
2:18), artinya wanita
menolong pria dengan cara membuat hidup pria dan hidupnya sendiri
utuh, ia mengisi ruangyang kosong.
Ia membagi hidupnya, membuat pria semakin
mengenal dirinya dan bersentuhan dengan bidang yang lebih luas.
Dalam hubungan pernikahan, masing-m a s i n g p r i b a d i b e n a r - b e n a r
menggenapkan
tujuan Allah dalam
hidup dalam hal kepenuhan dan keutuhan
hidup. Setiap pria dan wanita
harus meninggalkan orang t uanya dan keduanya menjadi satu
(Kej. 2:24). Pernikahan menjadi perpaduan dari dua
pribadi yang berbeda, yang sepadan, dan sebagai tim dalam menghadapi
setiap persoalan yang perlu diselesaikan dalam menempuh baht era kehidupan sebagai suami-istri.
4.
Tujuan pernikahan adalah
mengekspresikan kasih dan menerima seks sebagai anugerah Tuhan
Prokreasi dimungkinkan Allah dengan
cara mengaruniakan kehidupan seksual sebagai suatu
kebutuhan biologis manusia
(Kej. 3:16; 1Kor. 7:2-6).
Melalui hal itu Allah mendemonstrasikan aktivitas kreatifnya dalam pembuahan pribadi yang baru, melalui tindakan/
persatuan intim dalam hubungan suami-istri; dimana setiap anak yang dilahirkan seharusnya ada dalam pemeliharaan kasih dari suami-istri yang
telah mengikat diri satu dengan
lain dengan tali kasih, dimana cinta
mereka selalu dihangatkan dengan aktivitas
seksual yang dikaruniakan Tuhan
yang patut disyukuri. Hubungan suami-istri yang erat dan indah dinyatakan oleh Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Efesus,
seperti hubungan Kristus
dengan jemaat-Nya (Ef. 5:22-33).
Tuhan menghendaki pernikahan sebagai suatu
persekutuan hidup yaitu meliputi seluruh aspek kehidupannya. Tuhan menghendaki yang dua itu menjadi satu, satu di dalam
kasih Tuhan, satu dalam kasih mengasihi, satu dalam kepatuhan, satu
dalam menghayati kemanusiaan mereka, satu dalam memikul pernikahan, satu dalam
menghayati berkat pernikahan, satu dalam menunjukkan
perhatian kepada pekerjaan masing-masing, satu
dalam pengabdian kepada Tuhan dan
rencana-Nya. Pernikahan adalah satu kesatuan dan persekutuan yang
sejati, yang berlangsung terus sampai maut memisahkan.
III
TANGGUNG JAWAB DALAM PERNIKAHAN
A.
Tanggung Jawab
Suami dalam Pernikahan
1.
Inisiator keputusan di dalam
pernikahan
Peran sebagai seorang suami
dalam tanggung jawab pernikahan adalah merupakan suatu hal yang sangat penting
dan hal itu dituliskan dalam Kej. 2:24, ”Seorang
laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan
b e r s a t u dengan istrinya sehingga keduanya menjadi satu daging.”
Artinya ia memiliki suatu kewajiban yang begitu penting, suatu tanggung jawab yang besar dengan
inisiatif dan tindakannya untuk menikah dan menjadi satu dengan istrinya sehingga
keduanya bukan lagi
dua tetapi satu.
2.
Kepala Keluarga
Siapakah yang patut menjadi
kepala keluarga di dalam sebuah
pernikahan, apakah seorang suami, seorang istri,
ataukah keduanya? Kalau ia sebagai suami, namun dalam realitas tidak nampak berfungsi sebagai kepala keluarga,
bukankah istri
harus mampu bertindak sebagai kepala keluarga? B i l a t i d ak ada, apa
yang akan terjadi
dengan kehidupan rumahtangga yang
t i d a k mempunyai pemimpin? Sebaliknya kalau
seorang istri menjadi kepala keluarga apakah hal ini diperbolehkan?
Sejak dalam Kitab
Kejadian, seorang pria
dipilih oleh Allah
untuk menjadi kepala keluarga dan ia juga
bertindak sebagai pencari
nafkah karena kondisi tubuhnya yang lebih kuat
dibandingkan perempuan pada saat itu. Hal ini j uga seringkali
dibawa dalam konteks masa kini, seorang imam yang harus memimpin anggota
keluarganya beribadah kepada Tuhan dan
memimpin untuk menjalani dan berada di dalam segala
rencana dan kehendak
Allah b agi setiap pribadi
mereka (Kej. 12:1;
bdk. Ef. 5:23).
3.
Mengasihi istri dengan kasih
yang rela berkorban
Rasul Paulus dalam Ef. 5:23
menyatakan bahwa suami
adalah kepala istri,
d a n bahwa suami
juga harus mengasihi istrinya seperti Kristus
telah m e n g a s i h i
jemaat-Nya. Otoritas yang diberikan kepada suami bukan
untuk m e n i n d a s ,
tapi untuk menjadi
pelindung yang siap
berkorban bagi istrinya. S u a m i sebagai kepala, bukan pada pengawasan
dan dominasi, tetapi pada pengorbanan dan kasih kepada istri. Bukan memaksakan
kehendak dan mengabaikan perasaan istri, namun seorang suami harus bijaksana
yaitu penuh pengertian ( 1Pet.
3:7).
4.
Merawat dan menjaga/ melindungi istri
Tuhan Yesus tidak berusaha menguasai gereja-Nya dengan mendikte, n a m u n memberikan diri-Nya. Dia berinisiatif mengasihi dan melayani gereja. Pola seperti ini yang seharusnya dipakai oleh para suami dalam
menjaga istrinya. Suami yang
mengasihi istri akan rela memberikan apa yang diperlukan bagi kepenuhan hidup
istrinya. Dia juga
akan siap untuk
melindungi dari segala kondisi yang dapat
mencemari istrinya.
Sebagai kepala keluarga, ia mengasihi dengan
kasih seperti kepada
diri sendiri, merawat dan memelihara istri
seperti pada dirinya
sendiri; ia ingin
m e l i h a t istrinya sebagai
seorang yang patut
dibahagiakan dan didukung penuh. Suami harus menjadi pelindung, karena ia menyadari bahwa istrinya t i dak sekuat
dirinya, ia perlu
melindungi dari situasi-situasi yang menyakitkan
dan juga suami seharusnya mengingat bahwa istrinya mempunyai
hak-hak rohani yang sama dengan
dirinya, yaitu sebagai
ahli waris kasih karunia
Allah. Allah mengasihi para istri
seperti mengasihi para suami, jika
tidak taat akan
menjadi masalah bagi para
suami karena doanya
terhalang (1Pet. 3:7).
B.
Tanggung Jawab
Istri dalam Pernikahan
1.
Menjadi penolong yang sepadan
Alkitab mengajarkan bahwa
wanita diciptakan untuk
menjadi ” p e n o l o n g ” yang sepadan,
yang menjadi pelengkap bagi suaminya. Dalam
p e n g e r t i a n
yang sesungguhnya, menjadi
istri adalah menjadi
pemenuh bagi ke h i d u p a n suaminya (Kej. 2:18-20).
2.
Tunduk kepada suaminya
Sebagai seorang istri, walaupun ia penolong suami,
namun juga perlu
tunduk kepada suaminya
yang dilandasi oleh kebebasan, serta kasih yang utuh; bukan
karena cemas dan takut, seperti gereja menundukan diri kepada Tuhan dengan sukarela, sebagai
tanggapan atas kasih-Nya. Motivasi seorang istri kepada suaminya seharusnya sama
seperti itu. Istri bukan menjadi
pelayan tetapi ia tetap memiliki kekhususan sebagai seorang pribadi
dengan hak dan gagasan, serta perasaannya. Ia tetap memilik tanggung jawab dan kesempatan untuk mengambil keputusan, sama seperti yang dilakukan
suaminya.
Seorang istri perlu memberi
dorongan dan kekuatan
kepada kepemimpinan suami dan
tidak mencoba untuk menghancurkan, merebut, melemahkan, atau meniadakannya. Tugas seorang
istri adalah menghormati suaminya d a n menyetujui kepemimpinannya, tapi hal itu tidak berarti
istri tidak m a m p u berpikir atau tidak boleh
menyatakan ketidaksetujuannya.
3.
Hidup dalam kesucian
Seorang istri hendaknya menjadi
istri yang hidup dalam kemurnian, yang artinya bukan hidup dalam kepalsuan atau
kepura-puraan dalam tingkah lakunya, serta hidup saleh,
yaitu menjaga kehidupannya supaya tidak hidup cemar, karena
pelbagai dosa dalam
pergaulan kehidupan dunia
ini, sehingga hati suaminya percaya padanya, dan
menganggapnya sangat berharga lebih dari permata, yang harus dijaga
jangan sampai hilang
atau tercemar sesuatu hal (1Pet.
2:2; bdk. Ams.
31:10-11).
4.
Bersikap lemah lembut dan mengusahakan kedamaian
Rasul Petrus menyatakan dengan
sangat jelas, betapa seorang
istri seharusnya memiliki perhiasan
yang indah dalam kehidupannya, bukan dengan perhiasan yang lahiriah, namun
batiniah, yaitu suatu
kelembutan dan damai sejahtera
yang seharusnya dimiliki dan dipancarkan seorang
istri. Dengan demikian
suaminya akan merasakan suatu
situasi yang menyenangkan saat berdekatan dan berkomunikasi dengan
istrinya yang penuh dengan kelembutan dan memberikan suatu rasa aman, sehingga suami begitu percaya dengan segala kebaikan istrinya (1Pet.
2:3-6; bdk. Ams.
31:11-12).
5.
Menaruh pengharapannya kepada Allah
Seorang istri yang beriman
harus menaruh pengharapannya kepada Allah yang menjadi tempat sandaran yang kekal,
yang tidak mungkin dapat dibandingkan
dengan suaminya yang mungkin saja dapat menjadi kepala keluarga, ataupun
mengasihi dan siap berkorban dan menjaga, namun semuanya selalu terbatas dengan
ruang dan waktu, tergantung situasi dan kondisi yang
ada. Istri yang
beriman adalah seorang
istri yang takut
akan Tuhan (1Pet.
2:5; bdk. Ams. 31:30).
6.
Cakap dan rajin dalam
mengatur rumah-tangga
Seorang istri perlu cakap
dalam mengatur keadaan
rumah-tangga, memberi tugas kepada
para pelayan dan juga memperhatikan apa yang terbaik
yang perlu didapat oleh suami dan anak-anaknya di dalam menghadapi setiap h a l yang terjadi
(Ams. 31:20-27).
7.
Mengusahakan kebahagiaan
Seorang istri sangat membutuhkan
kehidupan bahagia yang didapat dari keadaan rumah-tangganya, dimana ia dikasihi oleh suami dan anak-anaknya
karena segala kebaikan
yang ditaburkan pasti juga akan
dituainya (Ams. 31:28- 31).
IV
KEBERSAMAAN DALAM KELUARGA
Abad ini kita melihat betapa besarnya pengaruh kehidupan sekular yang
kental dengan corak kehidupan materialisme dan konsumerisme. Banyak
anggota keluarga yang hanya
sibuk dengan urusannya masing-masing. Ayah yang "sibuk kerja" dengan alasan tuntutan
kebutuhan, juga ibu
yang tidak kalah
sibuk sebagai ”wanita karier”
dan sebagai wujud tuntutan emansipasi. Anak yang sibuk dengan kawan-kawannya karena kurangnya
perhatian dari keluarganya; maka kebersamaan keluarga
menjadi sangat kurang,
sehingga rumah menjadi seperti
hotel yang fungsinya hanya untuk melewati malam.
Kondisi inipun melanda banyak
keluarga Kristen yang
tidak lagi memiliki waktu bagi
kebersamaan sebuah keluarga. Maka dalam kehidupan keluarga Kristen perlu pelbagai aktivitas
kebersamaan untuk mempererat arti sebuah keluarga
dan kebahagiaan dari keluarga tersebut.
Membuat rencana bersama adalah
sesuatu yang sangat
penting dalam kebersamaan keluarga. Pepatah mengatakan
bahwa musyawarah adalah lebih baik dari pendapat satu orang. Hal ini juga sangat
tepat untuk diterapkan dalam kehidupan rumah- tangga Kristen.
Pembicaraan dalam perencanaan ini sebaiknya bukan
hanya oleh suami-istri, namun
juga anak-anak sebagai
bagian dari keluarga.
A.
Keuntungan bagi Orang Tua dan Anak
Merencanakan kegiatan bersama keluarga sebagai suatu kelompok akan menciptakan
keakraban di antara
anggota keluarga. Anak-anak
turut menyumbangkan pemikirannya yang menimbulkan rasa percaya diri sebagai
individu yang juga dihargai. Bagi orang tua akan menjadi
sangat menyenangkan bahwa anak-anak mereka pun boleh bertumbuh dalam segala hal, termasuk
mengambil bagian dalam keputusan bersama.
Melalui perencanaan kegiatan bersama juga akan dapat diperkirakan anggaran dalam liburan
bersama ataupun kegiatan lainnya.
B.
Cara Membuat
Rencana
Dalam membuat rencana, tentu tidak setiap usulan harus
dilaksanakan, namun patut dipertimbangkan pelbagai
faktor yang ada, sehingga menciptakan suasana pengertian yang lebih baik,
misalnya:
1.
Segi-segi yang direncanakan dalam
liburan/ rekreasi
Pkh. 3 menyatakan bahwa
dalam kehidupan ini
kita perlu menyadari bahwa segala sesuatu ada waktunya; bahkan Tuhan Yesus mengajak murid-murid- Nya beristirahat sejenak dari segala kesibukan pelayanan (Mrk. 6:31). Maka
dalam perencanaan bersama
kegiatan liburan/ rekreasi
ini perlu adanya penentuan waktu,
tempat tujuan, jeniskendaraan yang akan dipakai, kegiatan apa saja yang akan dilakukan dalam
mengisi liburan tersebut, dan sebagainya.
2.
Bekerja sama
Bekerja sama akan berdampak
anggota-anggota keluarga belajar saling menghargai dan saling mengerti satu sama lain. Ayah dan ibu
akan semakin mengerti tentang sifat dan tindakan dari anak-anak mereka
seperti yang dikatakan dalam Ams.
20:11, ”Anak-anakpun sudah
dapat dikenal dari
pada perbuatannya, apakah bersih
dan jujur kelakuannya.” Dalam hal ini semakin
banyak yang kita alami
bersama, akan semakin
akrab relasinya, dengan
kata lain semakin dalam
saling mengenal.
Melalui bekerja sama orang
tua akan makin
mengenal anak mereka
dan dapat memberi arahan kepada
anak-anak mereka menuju
kepada sesuatu y a n g
semakin baik. Melalui
bekerja sama juga
orang tua akan
dapat m e m b e r i
dorongan kepada anak-anak tentang pentingnya bekerja dan ada kesenangan tersendiri dalam
bekerja, juga bagi
orang tua jangan
berpikir b a h w a
mengerjakan
sendiri lebih baik dan lebih
cepat dibandingkan menunj ukkan bagaimana caranya
mengerjakan suatu hal. Tunjukkanlah t e l a d a n b a hwa pekerjaan bukan suatu hal yang menjemukan, tetapi suatu
h a l y a n g menyenangkan bila dapat menikmatinya.
3.
Belajar bersama
Belajar tidak harus di dalam kelas,
namun dalam segala
keadaan dan tempat. Saat pergi ke suatu tempat kita dapat sambil berdiskusi, bahkan saat menonton TV bersama, maka program dan makna dari acara itu dibahas bersama, atau membaca buku-buku Kristen yang membangun. Ingatlah pepatah “Kita ini
adalah apa yang
kita baca.” Bacaan
sangat mempengaruhi kehidupan anak dalam mempelajari kehidupan
ini. Bisa juga belajar bersama melalui hobi,
seperti mengoleksi perangko, dimana kita belajar t e n t a n g sejarah, negara,
ataupun hobi mengoleksi benda lain seperti
gantungan kunci, buku, dll.
Musik pun memberi andil
sangat besar dalam
belajar bersama. Musik klasik seperti himne, dan musik
kontemporer yang baik mendorong
anak untuk mencintai musik. Ajaklah
anak mendiskusikan lagu
yang indah d a n b a i k .
Kesimpulan
yang kita dapatkan dari
belajar bersama adalah
kita rindu anak- anak
akan mendapatkan hikmat yang nilainya jauh lebih b e r h a r g a dibandingkan mendapatkan harta (Ams.
3:13-14).
4.
Berdoa bersama
Dalam kehidupan sebuah keluarga
Kristen, doa bukan
sekedar nafas r o h a n i
dari orang percaya. Lebih dari
itu, doa bersama
adalah suatu gaya hidup dari orang yang percaya
dimana dan bagaimanapun keadaan mereka, maka doa bersama sangat perlu
dilakukan. Entah itu dilaksanakan d a l a m i b a d a h keluarga, saat
menghadapi krisis kehidupan, ataupun dalam m e n g h a d a p i
tantangan pelayanan; melalui doa bersama ini semua anggota
dipersat ukan sebagai satu
tim dalam menghadapi setiap
tantangan t e r s e b u t . S e m u a anggota keluarga
akan merasakan dukungan yang indah, dan
tidak merasa sendirian dalam
menghadapi kerasnya
kehidupan ini. Keyakinan
inilah yang menunjukkan besarnya
pengharapan kita kepada Tuhan (Flp.
4:6-7).
V
KOMUNIKASI DALAM KELUARGA
Peran komunikasi dalam keluarga
dapat disamakan dengan peran jantung
dalam tubuh. Sama seperti
jantung yang memompa
darah ke seluruh tubuh, komunikasi
memompa “kehidupan” ke seluruh
anggota keluarga. Jadi, seberapa sehatnya keluarga dapat diukur dari
seberapa sehatnya komunikasi dalam keluarga tersebut.
A.
Makna Komunikasi
Kata "komunikasi"
mempunyai makna saling berbagi, khususnya berbagi hidup sehingga menjadi satu kesatuan. Jadi, fungsi komunikasi yang sesungguhnya adalah penyatuan, dalam konteks
keluarga tentu penyatuan antar
anggota keluarga, baik antara suami dan istri
maupun orang tua dan anak.
Namun, pada kenyataannya lebih sering kita berkomunikasi dengan tujuan yang
sangat dangkal, seperti:
- Ingin mengetahui, maka
kita bertanya
- Ingin orang mengetahui, maka kita bercerita
- Ingin memprotes, maka kita berdebat
- Ingin menegur, maka kita mengoreksi
- Ingin mempengaruhi orang,
maka kita membujuk
- Ingin membenarkan diri,
maka kita menjelaskan
Tujuan sebuah komunikasi harus
melangkah lebih jauh lagi,
misalnya: membangun dan
memberi dorongan, mengungkapkan kasih dan kepedulian, menghibur dan menguatkan,
dan lain-lain. Mengapa komunikasi kita seringkali
bukan menjadi sebuah komunikasi yang membangun dan menyatakan kasih? Pada
umumnya penyebabnya adalah pengaruh masa lalu, misalnya:
- Kita direndahkan,
menjadikan kita mudah tersinggung
- Kita dikritik,
menjadikan kita mudah defensif/ membela diri
- Kita didiamkan, membuat kita menyimpan
perasaan di hati
- Kita dimarahi, membuat kita mudah
memarahi orang lain
Jadi, masa lalu yang
buruk membuat kita lebih
memfokuskan pada apa yang SALAH tentang diri
kita, bukan pada apa yang BENAR tentang diri
kita. Sebagai akibatnya, dalam berkomunikasi kita akhirnya berbuat
yang sama: Lebih
fokus pada apa yang
SALAH tentang
orang, daripada apa yang BENAR
tentang orang.
B.
Hal-hal yang
Diperlukan dalam Komunikasi yang Sehat
1.
Listening
Kemampuan untuk mendengar dan menangkap perasaan dan
pola pikir orang lain
2.
Empathy
Kemampuan untuk menempatkan diri dan merasakan apa
yang dirasakan dan dipikirkan orang lain
3.
Understanding
Kemampuan untuk
memahami keadaan orang lain
4.
Acceptance
Kemampuan untuk
menerima orang lain apa adanya
C.
Prinsip Komunikasi yang Sehat
1.
Komunikasi yang bersifat Dialogis
Martin Burber dalam bukunya
“I and Thou” menyingkapkan salah satu rahasia komunikasi manusia yang terdalam
dalam hubungannya dengan
Allah dan sesama adalah bahwa
komunikasi itu harus dialogis, dimana
kedua belah pihak memiliki
kesempatan untuk mengkomunikasikan tentang diri mereka.
Komunikasi yang tidak
dialogis akan menyebabkan seseorang mengalami keterasingan terhadap sesama dan terhadap dirinya
sendiri. Beberapa contoh komunikasi yang tidak
dialogis dalam keluarga:
a.
Komunikasi “I and I”
Dalam komunikasi ini suami-istri
sekalipun sedang berkomunikasi dengan
pasangannya, namun sebenarnya dia sedang berkomunikasi dengan dirinya
sendiri, dia tidak mau mendengarkan apa yang sedang
dikomunikasikan oleh
pasangannya. Biasanya dalam komunikasi “I and I” suami-istri hanya ingin
pasangannya mendengar
perkataannya, memperhatikan, mengerti, dan pada akhirnya
mengenal dirinya, tapi dia sendiri
tidak mau berusaha untuk mendengar, memperhatikan, mengerti, dan mengenal pasangannya. Dalam kominikasi ini pusat komunikasi hanya
didominasi tentang saya, saya, dan
saya.
b.
Komunikasi “I and It ”
Dalam pola komunikasi ini, suami-istri seolah-olah ingin semakin mengenal tentang pasangannya, tapi bukan
semua dari diri pasangan yang ingin dia kenal. Hanya hal-hal
tertentu dari pasangan yang mau dia dengar,
dia mengerti dan dia hargai,
misalnya cara berpikir
dalam hal-hal tertentu, tindakan
atau pelayanan dalam hal-hal
khusus, selera atau hobi tertentu. Seorang
suami akan kelihatan begitu
hangat dan penuh
cinta ketika berbicara dengan istrinya tentang musik, tapi suami yang sama akan membentak istrinya
ketika sang istri memberikan usul tentang masalah
pekerjaan; itulah akibat
komunikasi “I and It.”
c.
Komunikasi “It and It ”
Dalam komunikasi “It and It ” suami-istri kelihatan begitu mesra,
mereka menghabiskan banyak waktu untuk ngobrol dan melakukan kegiatan bersama, tapi ketika mereka
mengikuti acara kuis
“pasangan yang ideal”
yang diadakan di gerejanya yang menanyakan tentang kesukaan, kebiasaan, dan
kedekatan relasi suami-istri, dari 10 pertanyaan yang ditanyakan, tidak ada
satupun yang benar. Mengapa?
Karena dalam komunikasi “It and It ” suami- istri tidak menempatkan pasangannya sebagai seorang pribadi
yang perlu dikenal. Mereka
bisa berbincang berjam-jam soal gereja, politik, kesehatan, dsb, tapi tidak
pernah mengungkapkan diri mereka kepada pasangannya sehingga pengenalan terhadap pasangan tidak
terbentuk dari komunikasi ini.
2.
Komunikasi yang
bersifat Tripartit
Sejak semula Allah menciptakan manusia sesuai dengan
gambar dan rupa Allah. Dalam kondisi
yang ideal sebelum
manusia jatuh ke dalam
dosa, komunikasi antar manusia (Adam
dan Hawa) adalah
komunikasi yang utuh
di hadapan Allah.
Komunikasi ini dimungkinkan karena kehadiran dan partisipasi
Allah. Oleh sebab itu
rusaknya hubungan manusia dengan
Allah mengakibatkan rusaknya
hubungan manusia dengan
sesama. Setelah manusia jatuh dalam dosa, manusia
saling menyalahkan (Adam menyalahkan
Hawa
sebagai orang yang membujuk dia
memakan buah pengetahuan yang baik dan jahat),
bahkan timbul kebencian dan pembunuhan (Kain
membunuh Habel adiknya sendiri).
Di tengah realitas ini, Kristus datang
untuk memperdamaikan manusia
dengan Allah, dan
manusia dengan sesama. Dengan demikian komunikasi antar manusia dikembalikan
pada naturnya yang semula. Oleh sebab itu dalam
komuniasi yang sehat,
harus ada kehadiran dan partisipasi Allah
di dalamnya. Inilah komunikasi yang
bersifat tripartit .
D.
Kebiasaan Positif
dan Negatif dalam
Komunikasi Keluarga
1.
Kebiasaan Positif yang perlu
Diusahakan
a.
Setiap anggota
keluarga berupaya menciptakan suasana gembira ketika memasuki rumah/ ruangan
b.
Setiap anggota
keluarga baik tua ataupun muda harus mengucapkan salam bila
memasuki rumahatau
pamit bila meninggalkan rumah
c.
Biasakan bercerita
kepada anggota keluarga
tentang pengalaman yang diperoleh di sekolah,
tempat kerja, dan lain-lain
d.
Bila anak-anak menanyakan sesuatu, orang tua mendengarkan dengan penuh perhatian, jangan hanya pura-pura mendengar; dibutuhkan
kejujuran dan kesabaran
mendengar cerita anak, juga perlu
memberikan respon
yang positif
2.
Kebiasaan Negatif yang perlu
Dihilangkan
a.
Model komunikasi keluarga yang negatif, antara
lain:
1)
Keluarga kompetitif
Anak-anak bersaing mendapatkan perhatian dengan tingkah laku dan cara-cara negatif
seperti melempar piring,
berteriak, marah- marah, dan lain-lain
2)
Keluarga hening
Disini anggota keluarga jarang
berbicara, makan bersama,
atau berinteraksi dengan anggota
keluarga lainnya, karena
masing- masing
sibuk dengan urusannya sendiri
3)
Keluarga yang kasar
Anggota keluarga jenis ini menggunakan rumah sebagai
tempat pelampiasan perasaan buruk; anggota keluarga saling mengucapkan
kata-kata kasar, bahkan
adakalanya salah satu anggota keluarga menjadi sasaran
kemarahan seluruh anggota keluarga lainnya
4)
Keluarga yang tegang
Hal ini terjadi bila
salah satu anggota
keluarga yang lebih
dewasa sering mengeluarkan ekspresi yang tidak menyenangkan, sehingga anggota keluarga
yang lain ikut
tegang; setiap anggota keluarga kuatir
sebuah tindakan kecil
akan memicu ledakan
b.
Tidak terbuka: suami istri
tidak terbuka satu sama lain
c.
Berasumsi: Kita merasa
tahu apa yang ada di dalam
benak seseorang, dan
mengambil keputusan berdasarkan perasaan tersebut; bahkan dalam beberapa kasus,
kita juga bukan sekedar
berasumsi, namun telah jatuh dalam
dosa menghakimi
d.
Merasa
paling benar, mencari kambing hitam:
Ini adalah kebiasaan mencari penyebab masalah dan bukannya mencari solusi suatu masalah
e.
Mengungkit masalah
lama: Sesuatu yang dulu sudah
selesai diungkit lagi, dan merasa
masih ada hal
yang perlu dibereskan tentang hal tersebut
f.
Generalisasi,
baik pendapat pribadi menjadi pendapat semua
orang “semua orang
tahu kamu tukang marah”,
atau mengeneralisasi sebuah kelemahan “kamu orang
yang selalu gagal”
g.
Menggunakan
komunikasi yang buruk sebagai alat mencari solusi: misalnya menggunakan kemarahan agar kemauan
kita dituruti
h.
Membandingkan dengan
cara yang negatif
i.
Membesar-besarkan masalah
atau keadaan
j.
Menggunakan bahasa negatif yang
cenderung melecehkan atau menghancurkan harga diri
seseorang, dan bukannya
kata-kata positif yang bisa membuat seseorang merasa dihargai dan didukung
VI
DISIPLIN DALAM KELUARGA
A.
Pemahaman
Disiplin tidak sama dengan
hukuman. Disiplin berasal
dari kata Latin yang berarti “mengajar.” Menurut
Kamus Umum, “disiplin” berarti “latihan
batin dan watak supaya segala perbuatannya selalu
menaati tata tertib.” Latihan
itu mencakup memperbaiki, memperkuat, dan menyempurnakan. Kata
kerjanya berarti: melatih dalam mengendalikan diri atau ketaatan kepada peraturan-peraturan
yang diberikan.
B.
Maksud Disiplin
Maksud Allah menempatkan manusia di bumi ini,
yaitu mendidik serta memanfaatkan kesanggupan dan bakat kita sampai
seoptimal mungkin. Dalam
Ibr. 12:6-7 kita mendapat pengertian akan rencana Allah
mengenai hal mendisiplin seseorang. Para orang tua termasuk dalam rencana ini.
Perhatikanlah maksud disiplin:
1.
Mengembangkan Hormat
terhadap Semua Kekuasaan
Penghormatan terhadap orang yang berkuasa
harus dimulai ketika
kita masih kecil, yaitu terhadap orang
tua kita. Demikian
juga seseorang tidak
dapat menghormati kekuasaan
Allah, jikalau ia tidak belajar menghormati kekuasaan dalam keluarga. Kesanggupan orang tua menertibkan anaknya dengan tepat, akan menentukan pengertian dan penghormatan terhadap
kekuasaan. Seorang anak yang tidak belajar menaati orang tuanya dalam keluarga, tidak akan menghormati kekuasaan Allah atau
”segala kuasa yang ada” apabila ia menjadi
dewasa kelak (bdk.
Ibr. 12:9).
2.
Membentuk Kebiasaan yang Baik
Kebiasaan yang baik hendaknya
menjadi tujuan disiplin keluarga. Disiplin bukan hanya memarahi atau memukuli (walau kadang-kadang hal ini perlu, bdk. Amsal
13:24).
3.
Mengubah Kebiasaan yang Buruk
Waktu yang terbaik untuk mengubah kebiasaan yang buruk adalah
segera setelah
kebiasaan itu dilakukan. Tentunya akan
lebih efektif jika
sebelum
kebiasaan buruk tersebut dilakukan, orang tua
terlebih dulu mencegahnya dengan nasihat-nasihat.
C.
Prinsip-Prinsip Disiplin
1.
Tindakan disiplin
didorong oleh kasih dan rasa prihatin bagi si anak,
bukan karena kemarahan.
2.
Pastikan agar
tindakan disiplin tersebut diterapkan dengan maksud
mendidik dan melatih si anak supaya
berjalan di jalan Allah,
bukan sekedar untuk menghentikan kesalahan yang dibuat
saat itu.
3.
Pastikan bahwa kita sudah meletakkan dasar-dasar yang semestinya bagi tindakan tersebut. Sebelum berupaya
memperbaiki kesalahan anak, tanyakanlah pada diri sendiri:
-
Sudahkah saya memberikan pedoman/ garis besar
dalam aspek ini? Ingatlah, Allah selalu memberikan petunjuk pada umat-Nya
sebelum menuntut
pertanggungjawaban dari mereka.
-
Sudahkah saya membuat
petunjuk itu sejelas mungkin,
hingga dapat dipahami oleh anak-anak seusianya? Seorang anak tidak secara otomatis
mengetahui apa yang kita
ketahui. Kita wajib
memberitahukannya sesuai dengan tingkat
pengertian anak. Jika tidak, kesalahan yang mereka perbuat mungkin adalah
karena ketidaktahuan mereka.
-
Apakah permintaan saya itu pantas/
masuk akal bagi
anak-anak seusia itu? Seringkali orang tua mengharapkan apa yang sebenarnya belum sanggup ditangani oleh anak-anak seusia itu.
-
Apakah selama
ini saya konsisten dalam
menangani aspek ini? Jika
orang tua sendiri
tidak konsisten di satu bidang
tertentu, anak
akan merasa tak aman, karena ia tidak pernah dapat memastikan, kapan orang tuanya akan berbuat
sesuatu sejalan/ selaras
dengan apa yang diucapkannya. Dalam
kasus semacam ini ketidaktaatan anak
mungkin saja adalah kelalaian pihak orang tua.
4.
Pastikan bahwa
kita bertindak selaras dengan
suatu pedoman garis besar
tertentu. Ajarkanlah tingkah-laku yang
benar sesegera mungkin, jangan menunggu sampai
anak kita bertingkah laku terlanjur ngawur.
5.
Upayakanlah seia-sekata dengan pasangan sebelum
menerapkan disiplin atas anak-anak. Prinsip: jangan menggunakan cercaan/
hinaan sebagai cara mengoreksi
tingkah-laku dan jangan mempermalukan anak dengan menegurnya
di depan umum
6.
Ajarkanlah bahwa ” Tidak”
berarti ” Tidak.”
Jangan hanya terus
memberi peringatan, namun tanamkanlah disiplin
dan wibawa atas setiap perkataan kita.
7.
Tegakkan rasa
tanggung jawab pribadi dalam diri anak. Dialah yang wajib memberitahukan pada
orang tua, apa kesalahan yang
diperbuatnya.
8.
Jelaskan sekali lagi kepada
anak, apa alasan
orang tua mendisiplinnya.
9.
Pukul
pada bagian tubuh yang tepat dengan alat pemukul, bukan dengan tangan kosong, agar
anak dapat membedakan saat disiplin atau
saat disayang.
10.
Hajarlah dengan
tegas, jangan biarkan
tangis anak menghentikan pukulan orang tua. Seorang anak wajib belajar
mengasosiasikan perbuatan yang salah
dengan hukuman dan
rasa sakit, namun jangan berlebihan dalam memberikan pukulan.
11.
Rangkullah anak setelah selesai
masa disiplinnya, tunjukan
kepadanya bahwa orang tua mendisiplin bukan untuk menyakiti, tapi justru
agar anak semakin berjalan di jalan Allah.
VII
IBADAH DALAM KELUARGA
Dasar hidup ibadah adalah
komitmen pribadi orang tua
untuk hidup sesuai dengan ajaran iman Kristen. Apabila
kehidupan Kristus tidak
nampak dengan nyata
dalam kehidupan orang tua,
maka orang tua
takkan pernah dapat
menjadikan Kristus suatu realita bagi anak-anaknya. Perintah
Kristus wajib menjadi
pusat hidup keluarga.
Ul. 6:4-9 dengan jelas menyebutkan: ”Dengarlah, hai orang Israel: Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu esa!
Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu
dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap
kekuatanmu. Apa yang kuperintahkan
kepadamu pada hari
ini haruslah engkau
perhatikan, haruslah engkau
mengajarkan berulang-ulang
kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila
engkau sedang dalam perjalanan, apabila
engkau berbaring dan apabila
engkau bangun. Haruslah
juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu
dan haruslah itu menjadi
lambang di dahimu,
dan haruslah engkau menuliskannya pada
tiang pintu rumahmudan pada pintu gerbangmu.”
A.
Siapa yang
Bertanggungjawab?
Allah telah menempatkan ayah selaku
kepala rohani dalam
rumah tangga (Ef. 5:22;
1Kor. 11:3). Jadi upaya
memastikan bahwa anak-anaknya mengikuti dan taat
pada jalan Allah
(Ef. 6:4) adalah tugas
yang Allah letakkan
pada bahu ayah.
Setiap laki-laki bertanggungjawab atas tugas tersebut, dan selaku suami, kendati mendapat penolong yang sepadan dengannya; prakarsa ibadah keluarga
tetap di tangan ayah, bukan pada ibu. Ayahlah yang
akan diminta pertanggungjawaban (Kej. 18:19; Kel. 4:24-26; 1Sam. 3:11-14). Bukan
ijazah perguruan tinggi yang dibutuhkan dalam
hal ini, melainkan pengabdian yang benar-benar tulus
ikhlas pada Tuhan dan tekad,
serta kerajinan untuk menyiapkan diri sebaik-baiknya.
B.
Unsur-Unsur Ibadah
1.
Doa
Doa adalah percakapan dengan Allah. Doa bagi kehidupan rohani sama seperti nafas
untuk hidup jasmani.
a.
Waktu berdoa di dalam
rumah
Rasul Paulus dalam 1 Tes. 5:17 menasehatkan untuk “tetap berdoa,” artinya terus berada dalam persekutuan
dengan Allah. Ada banyak kesempatan untuk berdoa,
yaitu:
-
Waktu
makan. Inilah kesempatan dimana anak belajar mengambil bagian dalam
doa. Menundukkan kepala
untuk berdoa singkat
dengan mengucap syukur sebelum
makan, sangat menolong
menumbuhkan rasa terima kasih
anak kepada Tuhan.
-
Waktu pergi
tidur. Jadikanlah saat pergi tidur
menjadi suatu waktu
yang menyenangkan untuk anak-anak. Sebuah cerita Alkitab sebelum
tidur, suatu doa singkat yang diucapkan akan banyak menolong
menimbulkan perasaan aman yang diperlukan oleh anak-anak.
-
Kesempatan-kesempatan
khusus. Pada waktu sakit, kekurangan, kematian, ulang-tahun, naik kelas,
inilah waktu khusus
untuk berdoa.
b.
Doa dalam ibadah keluarga
Doa dalam ibadah keluarga dapat dilakukan
bersama-sama, atau setiap anggota keluarga memimpin
doa bergantian, atau juga dapat berdoa tanpa bersuara. Berdoalah untuk hal-hal
khusus, seperti sekolah,
pekerjaan ayah, tugas-tugas ibu di rumah, rencana-rencana keluarga, dan sebagainya.
2.
Pembacaan Alkitab
Pembacaan Alkitab harus mendapat tempat yang tetap dalam ibadah keluarga. Ayah atau ibu hendaklah menerangkan pembacaan yang mungkin
tidak dimengerti oleh anak-anak. Waktu itu haruslah dijadikan menarik,
sehingga semua anggota akan menantikannya dengan gembira.
3.
Buku-Buku Renungan Rohani
Banyak buku penuntun yang dapat
dipergunakan untuk ibadah keluarga. Bahkan saat ini ada buku-buku khusus untuk
anak-anak, disertai gambar- gambar yang menarik
dan aktivitas setiap hari
bagi anak.
C.
Waktu Ibadah Keluarga
Waktu yang tepat untuk ibadah
keluarga tentulah berbeda antara satu keluarga dengan keluarga lainnya.
Ada keluarga yang menggunakan waktu pagi hari sebelum
anak-anak berangkat sekolah,
namun juga ada yang menggunakan waktu malam hari sebelum tidur. Yang terpenting, janganlah waktu ibadah keluarga terlalu panjang, sehingga membosankan anak.
Pakailah waktu 15-20
menit untuk permulaan.
D.
Contoh Bahan
Ibadah Keluarga
KERINDUAN BAPA DI SURGA
1.
Menyanyi bersama
Bapa Surgawi ajarku
mengenal, betapa dalamnya
kasih-Mu Bapa Surgawi
buatku mengerti, betapa
kasih-Mu padaku Semua yang terjadi
di dalam hidupku,
ajarku menyadari
Kau s'lalu sertaku
B'ri hatiku slalu
bersyukur pada-Mu, kar'na rencana-Mu indah bagiku
2.
Berdoa (Ayah atau Ibu)
Bersyukur atas
berkat Tuhan sepanjang minggu ini
3.
Menghafal ayat, misalnya Kol.
3:23
4.
Membagi pengalaman
Satu atau dua orang anggota keluarga
menceritakan pengalaman yang berhubungan dengan ayat hafalan
5.
Pembacaan Firman Tuhan:
Why. 3:14-22
6.
Renungan (Surat di halaman
berikut menjadi salah
satu contoh)
7.
Berdoa
Mohon pengampunan Tuhan jika anggota
keluarga tidak memiliki
persekutuan pribadi dengan Tuhan setiap hari. Berdoa agar persekutuan
pribadi dengan Tuhan dan ibadah keluarga
setiap minggu dapat dijalankan
dengan teratur, agar kita semakin bertumbuh dalam iman.
SURAT
DARI BAPA
Saat kau bangun
di pagi hari, Aku memandangmu dan berharap engkau
akan berbicara pada-Ku walaupun hanya
sepatah kata, meminta
pendapat-Ku atau bersyukur kepadaKu
atas sesuatu hal
indah yang terjadi didalam hidupmu kemarin
Tetapi Aku melihat
engkau begitu sibuk mempersiapkan diri untuk pergi bekerja.
Aku kembali menanti.
Saat engkau sedang
bersiap, Aku tahu akan ada sedikit waktu bagimu
untuk berhenti dan menyapa-Ku, tetapi engkau
terlalu sibuk.
Di satu tempat engkau
duduk di kursi selama lima belas menit tanpa melakukan apapun.
Kemudian Aku melihat
engkau menggerakkan kakimu
Aku berpikir engkau ingin berbicara
kepada-Ku tetapi engkau berlari ke telepon dan
menelepon seorang teman untuk mendengarkan gosip terbaru.
Aku melihatmu ketika engkau pergi bekerja dan Aku menanti
dengan sabar sepanjang
hari Dengan semua kegiatanmu, Aku berpikir engkau
terlalu sibuk
untuk mengucapkan
sesuatu kepada-Ku
Sebelum
makan siang aku melihatmu memandang ke sekeliling Mungkin engkau
merasa malu untuk
berbicara kepada-Ku.
Itulah sebabnya
mengapa engkau tidak menundukkan kepalamu.
Engkau memandang tiga
atau empat meja di sekitarmu
dan melihat beberapa temanmu berbicara
kepada-Ku dengan lembut sebelum mereka makan, tetapi
engkau tidak melakukannya. Tidak apa-apa. Masih ada waktu yang tersisa
dan Aku berharap
engkau akan berbicara
kepadaKu, meskipun saat engkau pulang ke rumah
kelihatannya seakan-akan banyak
hal yang harus
kau kerjakan
Setelah beberapa hal
tersebut selesai engkau kerjakan, engkau menyalakan televisi.
Aku tidak tahu apakah
kau suka menonton televisi atau tidak,
hanya saja engkau
selalu ke sana dan banyak
menghabiskan waktu setiap
hari di depannya, tanpa memikirkan apapun hanya menikmati acara yang ditampilkan.
Kembali
Aku menanti dengan
sabar saat engkau
menonton TV dan menikmati makananmu, tetapi kembali kau tidak berbicara
kepada-Ku.
Saat tidur Kupikir
kau merasa terlalu lelah.
Setelah mengucapkan selamat malam kepada
keluargamu, kau melompat ke tempat tidur
dan tertidur tak lama kemudian.
Tidak apa-apa mungkin
engkau tidak menyadari bahwa Aku selalu hadir untukmu.
Aku telah bersabar
lebih lama dari yang kau sadari
Aku bahkan mengajarkanmu
bagaimana bersabar terhadap orang lain.
Aku mengasihimu,
setiap hari Aku menantikan sepatah kata, doa atau syukur dari hatimu.
Baiklah...
Engkau
bangun kembali dan kembali Aku menanti dengan
penuh kasih bahwa hari ini kau akan memberi-Ku sedikit waktu.
Semoga harimu
menyenangkan.
Bapamu, ALLAH
VIII PENATALAYANAN DALAM KELUARGA
Penatalayanan menyangkut seluruh kehidupan manusia,
yaitu waktu, bakat,
dan harta. Bagi pasangan muda, dengan pengalaman yang minim akan
kehidupan berkeluarga, tentunya mengalami kesulitan dalam mengelola hal-hal
tersebut. Selain penyesuaian diri satu sama lain, juga biasanya keluarga
baru memiliki banyak kebutuhan yang belum
tercukupi. Sebab itu, penatalayanan sangat
penting dalam keluarga.
A.
Penatalayanan Keuangan
Merencanakan anggaran keluarga
merupakan cara terbaik untuk menghindari persoalan keuangan
dalam keluarga. Tuhan Yesus mengajar
kita untuk tidak menimbun harta di bumi, karena
di mana harta kita berada,
di sana hati
kita pun berada. Niat ”ingin cepat kaya” hampir
selalu didasari oleh motivasi keserakahan dan cara-cara yang tidak jujur. Seringkali materialisme
mempengaruhi banyak keluarga. Ingatlah
Ibr. 13:5, ”Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah
dirimu
dengan apa yang
ada padamu karena
'Aku sekali-kali tidak
akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau.'” Apa yang
perlu diperhatikan dalam penatalayanan keuangan ini?
1.
Berdoa sebelum
menetapkan anggaran keluarga,
agar Tuhan memberikan hikmat dalam penggunaan setiap rupiah.
2.
Kendalikan pengeluaran. Sebagai pasangan suami-istri yang baru, tentunya banyak kebutuhan yang diperlukan, seperti perlengkapan dapur, TV, kulkas, kendaraan,
dan sebagainya. Tentukanlah barang-barang yang perlu diprioritaskan. Ingat, jangan
terpancing dengan iklan
atau diskon, pembelian dengan cara kredit ataupun
hidup bersaing dengan
tetangga. Andaikata perlu membeli dengan cara kredit,
pastikanlah kalau itu satu-satunya
cara yang paling baik
dan perhitungkanlah dengan
cermat.
3.
Pikirkan dan catatlah pengeluaran rutin, agar tidak
lebih besar pasak
daripada tiang. Pengeluaran rutin adalah uang yang dibelanjakan untuk kebutuhan yang pasti dipergunakan setiap bulannya, seperti
beras, listrik, air, telepon, bensin, koran,
dan sebagainya.
Usulan Pola
Rencana 10-10-60-20:
- 10% Persepuluhan
- 10% Tabungan
- 60% Pemakaian sehari-hari
- 20% Keperluan tak terduga
4.
Buat pembukuan rumah-tangga dengan teliti, catatlah
setiap pemasukan dan pengeluaran. Hal ini sangat penting,
khususnya bagi pasangan baru, agar
terhindar dari kecurigaan yang tidak perlu
tentang pemakaian uang. Dengan demikian, istri mengetahui gaji suami, begitupun sebaliknya dan setiap
rupiah dikeluarkan bersama
dengan bertanggungjawab.
B.
Penatalayanan Waktu
Menjadi hamba yang setia
dalam mengelola waktu
bukan berarti kita memadatkan lebih banyak
aktivitas ke dalam satu hari, melainkan menyesuaikan prioritas kegiatan-kegiatan kita
sesuai nilai-nilai yang kita yakini.
Berbeda dengan uang, waktu tidak bisa
dikembalikan/ diulang. Kita tak dapat
menciptakan waktu, namun kita dapat mengatur waktu kita (sebelumnya) dengan bijaksana. Bagaimana kita mempergunakan waktu
kita?
1.
Aturlah waktu!
Rasul Paulus dalam Ef. 5:15-16
berkata, ”Karena itu, perhatikanlah dengan seksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal,
tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat.”
2.
Waktu bagi Allah
Tuhan Yesus dalam Mat. 6:33
berkata, ” Tetapi carilah
dulu Kerajaan Allah
dan kebenarannya, maka semuanya itu akan
ditambahkan kepadamu.” Allah harus menjadi
yang terutama dalam kehidupan keluarga Kristen. Para orang
tua hendaklah memprioritaskan waktu dalam kegiatan keluarga
setiap hari untuk pembacaan
Alkitab dan doa. Anak-anak akan dipengaruhi oleh cara
orang tua mereka menggunakan
waktunya. Persiapkan waktu sebaik-baiknya
untuk ke gereja,
persekutuan doa dan kegiatan rohani lainnya. Ingat, seberapa banyak waktu yang
orang tua berikan kepada Tuhan, akan
mempengaruhi
seberapa banyak waktu
yang akan anak
berikan juga kepada Tuhan.
3.
Waktu bagi diri sendiri
Suami-istri harus menyediakan
waktu untuk berdua. Sesibuk apapun, kita harus menjaga supaya tidak mengabaikan
pasangan yang sudah Tuhan berikan.
Jika suami-istri kurang berkomunikasi, maka lebih mudah benih- benih
kecurigaan, kecemburuan, kesalahpahaman, bahkan perpecahan masuk dalam
keluarga. Gunakanlah waktu untuk membangun pernikahan
yang bahagia, nikmatilah bersama kegiatan-kegiatan yang ada, nyalakanlah terus api cinta seperti
pada masa berpacaran.
4.
Waktu bagi anak-anak
Beberapa orang tua menggantikan waktu bermain mereka
dengan anak-anak, dengan game,
komputer, video,
dan sebagainya, namun
cara itu tidak akan berhasil. Keberhasilan kesatuan antara anak dengan orang
tua adalah memberi waktu langsung
untuk anak. Bermainlah dengan mereka, membaca bersama, rekreasi bersama,
dengarlah cerita-cerita mereka dan
ambillah waktu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka.
5.
Menghemat waktu
Cegahlah pemborosan waktu dengan
membuat suatu daftar kegiatan
yang biasa dilakukan setiap
hari. Evaluasi setiap
kegiatan, apakah penting
atau tidak penting, sehingga keluarga dapat menilai
langsung waktu yang dipergunakan selama ini.
C.
Penatalayanan Kepribadian
Diri kita bukan milik
kita sendiri, segala kepunyaan kita adalah
dari Allah, termasuk bakat, kesanggupan, dan kepribadian.
1.
Pengembangan bakat
Perumpamaan dalam Mat. 25:14-30 menjelaskan bahwa Allah sudah mengaruniakan tiap-tiap orang dengan suatu
tingkat kemampuan. Pada saat
ia mempergunakan kemampuan tersebut, ia akan
lebih berkembang lagi.
2.
Penyerahan hidup
Rasul Paulus menasihatkan dalam Rm. 12:1 agar kita mempersembahkan tubuh menjadi kurban yang hidup kepada Allah, iInilah inti dari penatalayanan. Persembahan yang paling dirindukan Allah adalah diri kita sepenuhnya diserahkan kepada Allah.
Dalam buku ”Growing with Our Children,” Gertrude Nystrom memberikan suatu definisi penatalayanan dari seorang anak laki-laki, “Penatalayanan ialah kehidupan yang bagaikan
kapal besar, yang membawa
muatan yang berharga, yaitu banyak
barang yang harus
dibawa kepada banyak
orang di banyak tempat. Allah adalah pemilik
kapal itu, tetapi saya menjadi
nahkodanya. Segala yang
ada di kapal saya – semua
milik, bakat-bakat, waktu,
kesehatan, kekuatan, kesanggupan, uang, kepribadian, dan hak-hak
istimewa saya – adalah bagian dari muatan yang harus dibawa. Allah sudah mempercayakannya kepada
saya dan tugas saya adalah
mengantar kapal ini ke pelabuhan yang tepat untuk
membongkar muatan. Segala
sesuatu yang ada pada
saya (di kapal itu) adalah untuk
orang lain, dan
bukan untuk saya pakai sendiri.”
IX
SEKSUALITAS
DALAM PERNIKAHAN
A.
Seks dalam
Pola Ciptaan Allah
Dalam pola ciptaan Allah, seks
merupakan suatu kasih karunia. Sebagaimana perkembangan ilmiah membuktikan kebijaksanaan Pencipta, kasih karunia
Allah dalam seks juga menyatakan keajaiban-Nya. Seks merupakan suatu bagian yang vital
untuk setiap makhluk hidup.
Pembuahan pada tumbuh-tumbuhan jenis betina
oleh jenis jantan
terjadi dalam variasi
yang berbeda. Hewan mempunyai struktur seks yang lebih kompleks bila
dibandingkan dengan tumbuh-tumbuhan, tetapi seks
dalam bentuk yang paling kompleks dan yang mempunyai nilai paling tinggi terdapat pada manusia.
Dalam kitab Kejadian semua ciptaan Allah disebut "baik," tetapi kesepian
Adam yang tidak mempunyai pasangan
oleh Allah disebut
"tidak baik." Maka Allah menciptakan manusia sebagai
lelaki dan perempuan. Hawa diciptakan untuk
menemani Adam; hubungan heteroseksual antara mereka sangat
berarti dan indah
dalam pola ciptaan Allah. Manusia pada fase
kehidupannya sangat membutuhkan lawan seks, baik dalam hal fisik, jiwa,
maupun kerohanian.
B.
Seks dalam
Pernikahan
1.
Hubungan Seks dan Kesucian
Pernikahan
Kehidupan seks dalam pernikahan merupakan
hal yang penting
karena kegagalan atau kesalahan dalam hubungan seks menempati urutan
ketiga sebagai penyebab keluarga
tidak berfungsi. Selain
itu ada banyak peringatan hukuman yang akan
berlangsung bagi mereka
yang melanggar kekudusan seks ini.
Hukuman-hukuman yang berhubungan dengan penyalahgunaan seks banyak digambarkan dalam Alkitab, misalnya
dalam 2Sam. 13:13; Kej 38:6-10; Roma 1:26-28; Mat. 5:27-29. Dalam ayat-ayat tersebut dijelaskan tentang
hukuman yang diterima oleh orang yang
melanggar kekudusan pernikahan. Jadi jelas bahwa
Allah menghendaki adanya
kekudusan seksual yang
hanya boleh dilakukan oleh
seorang pria dan
seorang wanita yang
sudah menikah.
2.
Hubungan Seks dan Dosa
Hubungan seks diluar pernikahan adalah dosa. Dalam
Alkitab kita menemukan
kisah bahwa orang yang melakukan perzinaan harus menerima
hukuman yang berat yaitu dirajam
batu sampai mati.
Saat ini kekudusan seksual dalam pernikahan seakan semakin memudar dan banyak orang
mengganggap hubungan seksual itu menjadi
sesuatu yang wajar
untuk dilakukan asalkan suka sama suka dan tidak ada yang dirugikan.
3.
Hubungan Seks dan Kebahagiaan Keluarga
Allah menciptakan pernikahan untuk kebahagiaan manusia
dan karena itu hubungan seksual harus dilakukan dengan benar. Keindahan suatu hubungan intim bukanlah diukur dari banyaknya pengalaman dari
keluarga tersebut, karena hubungan seks merupakan puncak
dari relasi antara
suami dan istri yang merupakan karunia Allah bagi
manusia.
4.
Hubungan Seks dan Keintiman dalam Keluarga
Hubungan seksual seharusnya bisa
menjadi suatu karunia yang memberikan keindahan dan ikatan
cinta yang kokoh bagi
pernikahan. Hubungan seks yang
baik akan membuat suami-istri semakin saling mengerti, semakin mampu
berkomunikasi dengan mendalam,
dan semakin mencintai serta bergairah didalam kehidupan pernikahannya.
C.
Beberapa Masalah
Seksualitas dalam Keluarga
1.
Pandangan yang Salah tentang Seks
Banyak agama dan kebudayaan
timur yang menyangkal keindahan seks sebagai
karya Allah. Mereka
menganggap seks adalah
najis dan merupakan suatu akibat dosa manusia. Sesungguhnya seks adalah ciptaan
dan pemberian Allah kepada umat manusia; Tuhan sudah mengaturnya sedemikian rupa sehingga seks hanya diperbolehkan dalam ikatan pernikahan. Dengan kata lain, relasi
badaniah terintim
ini hanya dapat
terjadi dalam kasih
pernikahan.
2.
Ketidaksesuaian frekuensi
Tubuh kita mempunyai kebutuhan seksual
yang tidak sama, jadi, kita perlu
membicarakannya dengan terbuka namun tidak memaksa. Nyatakanlah kebutuhan kita.
Sebaliknya, pihak yang
tidak membutuhkan banyak,
jangan memandang rendah pasangannya atau menunjukkan sikap menolak. Pada intinya yang
membutuhkan sedikit harus
meningkatkan batas maksimalnya sedangkan yang membutuhkan banyak perlu menurunkan batas minimalnya.
3.
Masalah biologis
Yang dimaksud masalah biologis misalnya adalah disfungsi ereksi dan nyeri dalam berhubungan memerlukan
pemeriksaan dan penyembuhan medis. Namun adakalanya problem disfungsi ereksi
lebih bersifat psikologis dan masalah nyeri lebih
merupakan ketergesaan belaka
sehingga tidak memberi waktu persiapan untuk terjadinya pelumasan.
4.
Ketakutan hamil
Seringkali ketakutan ini menghalangi wanita untuk
berhubungan, itu sebabnya perlu konsultasi penggunaan alat kontrasepsi.
5.
Menjadikan seks sebagai penghargaan atau hukuman
Menjadikan seks sebagai hadiah
ketika pasangan menyukakan hati kita dan
sebaliknya menjadikan seks sebagai hukuman dalam artian
tidak mau melayani pasangan ketika
pasangan mengecewakan atau tidak mau menuruti
keinginan kita adalah sebuah
tindakan yang dapat merusak keindahan seksualitas dalam
keluarga.
6.
Keletihan
Tubuh dan jiwa yang letih membuat kita kehilangan keinginan
untuk berhubungan, jadi perlu keseimbangan hidup.
7.
Kehilangan minat karena tidak
tertarik pada pasangan secara
fisik
Penting sekali mendasarkan ketertarikan pada pasangan bukan pada keadaan fisiknya, karena
dengan bertambahnya usia maka fisik seseorang akan berubah, atau karena sebab
tertentu seperti
sakit atau kecelakaan akan menyebabkan fisik
seseorang mengalami perubahan. Jika keadaan seperti ini yang terjadi,
lakukanlah seks kepada pasangan anda atas dasar cinta dan kerinduan memberi
yang terbaik padanya.
8.
Keengganan berhubungan akibat dampak
masa lalu
Ada orang yang tidak
ingin berhubungan karena
menganggap seks sebagai alasan runtuhnya pernikahan orangtua. Seks dikaitkan
dengan perselingkuhan dan penyebab kehancuran keluarga. Ada pula
orang pernah menjadi
korban pelecehan
seksual dan ini
berakibat pada ketakutannya berhubungan.
Catatan:
Dalam pembahasan bab ini, kita bisa
melibatkan seorang dokter
untuk menjelaskan tentang hal-hal medis
tertentu, misalnya:
1.
Perlunya
pemeriksaan kesehatan bagi
kedua mempelai sebelum
pernikahan
2.
Masalah seksual apa yang secara
medis biasanya terjadi
dalam sebuah pernikahan?
3.
Bagaimana cara mengatur jarak kelahiran yang sehat dan sesuai dengan
iman Kristen. Alat/ metode kontrasepsi apa yang direkomendasikan bagi pasangan Kristen?
X
KELUARGA DAN GEREJA
Ketegangan antara keluarga dengan gereja seringkali terjadi disebabkan ketidakmengertian
akan hubungan akrab di antara
keduanya. Dalam Perjanjian Baru jelas terlihat
bahwa rumah-tangga adalah sangat penting kedudukannya dalam kehidupan gereja mula-mula (Kis. 2:44-47).
Pengajaran-pengajaran yang diterima di rumah-rumahibadah dimaksudkan untuk dilakukan dalam kehidupan sehari-hari di rumah-tangga. Earl C. Worf mengatakan bahwa ”keluarga membutuhkan gereja dan gereja
membutuhkan keluarga. Keluarga Kristen dan gereja Kristen bersama-sama mempunyai satu tugas
yaitu penginjilan dan
pendidikan Kristen.”
Jika kita ingin
mencapai tujuan tersebut, maka hubungan antara
gereja dan rumah- tangga harus diperkuat. Masing-masing
tidak dapat melakukan tugasnya sendiri
tanpa saling membantu. Satu jam di sekolah
minggu, walaupun dengan
guru yang cakap, tidak dapat memberi semua pendidikan yang dibutuhkan oleh murid.
Begitupun rumah-tangga Kristen
tidak dapat memberi
pendidikan rohani yang lengkap, tanpa kerjasama dengan
gereja.
A.
Penghargaan terhadap Gereja
Rumah-tangga Kristen
dan gereja adalah
sekutu, kedua-duanya saling memerlukan.
Mereka hendaknya berjalan bergandengan tangan dalam menyediakan makanan rohani untuk anak-anak. Gereja menjadi pelengkap, bukan pengganti. Orang
tua bertanggungjawab untuk mengajar anak
untuk menghargai gereja
melalui:
1.
Sikap dan percakapan
Sikap orang tua terhadap gereja
menentukan tingkat penghargaan anak terhadap gereja.
Orang tua perlu
menunjukan sikap positif
dan gembira terhadap Rumah Allah, sehingga anakpun memiliki
perasaan yang sama. Sebaliknya percakapan yang negatif terhadap
gereja, akan menumbuhkan antipati anak terhadap
gereja. Jangan biasakan mengkambing-hitamkan gereja di depan anak,
karena kerugian akan
ditanggung orang tua
sendiri.
2.
Penghormatan terhadap
para pemimpin
Dalam 1Taw. 16:22
dicatat, ”Janganlah mengusik
orang-orang yang Kuurapi, dan berbuat jahat terhadap
nabi-nabi-Ku!” Apa pendapat
anak-anak tentang pemimpin-pemimpin gereja?
Adakah mereka dihormati? Jika orang tua tidak
menghormati pemimpin-pemimpin gereja,
maka anak-anak juga tidak akan menghormatinya.
Bagaimana khotbah pendeta atau penginjil dapat mempengaruhi anak-anak, jika orang tua tidak menanamkan sikap hormat terhadap mereka?
Beberapa saran untuk menolong mengembangkan rasa
hormat terhadap pelayan gereja, misalnya:
a.
Mengundang guru sekolah minggu
ke rumahuntuk makan
bersama
b.
Adakan kesempatan bagi gembala untuk
bercakap-cakap dengan anak
c.
Berdoa untuk para pemimpin
gereja
d.
Ingatlah
mereka dengan memberi penghargaan pada waktu-waktu istimewa. Tunjukkanlah bahwa orang tua menghargai jerih payah
guru sekolah minggu dalam
mengajarkan Firman Tuhan bagi
anak
B.
Bekerjasama dengan
Gereja
Beberapa hal yang
perlu diperhatikan:
1.
Datang ke gereja
dengan setia
Kesetiaan ke gereja
dapat mencegah ketawaran hati dalam menghadapi saat- saat sulit. Para orang
tua tidaklah cukup
hanya menyuruh anak
untuk ke gereja, namun
perlu mengajak anak
bersama-sama ke gereja. Para orang tua harus waspada dalam merencanakan liburan pada akhir minggu, yang menyebabkan mereka tidak datang
ke gereja.
2.
Tindak lanjut
Rumah-tangga dapat menjadi
tempat yang baik
sekali dimana ajaran-ajaran sekolah minggu
dilaksanakan. Tanyakanlah cerita Alkitab yang didapat di
sekolah minggu, ulangi ayat hafalannya
dan tegaskan kembali
apa yang harus dilakukan sehubungan dengan cerita Alkitab tersebut.
3.
Kesetiaan dalam pelayanan
Doronglah anak untuk mengambil bagian dalam pelayanan di gereja, tentunya orang tua harus memberi
teladan dalam hal
ini. Kita diselamatkan untuk melayani. Jadikanlah keluarga sebagai
keluarga yang melayani.
C.
Gereja sebagai
Pelengkap Keluarga
Setiap orang tua bertanggungjawab atas kesejahteraan rohani
anak-anak mereka. Tidak ada
yang dapat menggantikan peran orang tua dan gerejapun tidak dapat menggantikan peran tersebut. Gereja
berfungsi sebagai pelengkap dan penolong orang tua dalam tugas
yang penting itu. Gereja hadir
sebagai pelengkap keluarga:
1.
Dalam ajaran dan ibadah
Cara penyelidikan Alkitab yang
tersusun dengan teratur, guru-guru yang cakap, persekutuan dengan orang Kristen
lainnya; semua itu memperlengkapi usaha-usaha rumah-tangga untuk mendidik anak pada jalan yang
patut baginya.
2.
Pada waktu-waktu istimewa
Gereja adalah Rumah Allah di mana ikrar nikah diucapkan, di mana sanak keluarga dan
kerabat menyaksikannya. Itulah tempat Firman Allah diberitakan, di mana
manusia bertobat dan masuk kepada
rencana keselamatan Allah. Gereja juga
tempat di mana
anak-anak Allah menantikan makanan rohani untuk
menguatkan mereka dalam pergumulan hidup. Kesadaran
baru tentang pentingnya gereja dalam
keseluruhan hidup kita, menyebabkan kita lebih
menghargainya dan hendaknya hal tersebut semakin membuat kita bekerjasama dalam
pelayanan gereja dengan
segala cara dan bentuk yang memungkinkan.
XI
KELUARGA DAN MASYARAKAT
Keluarga Kristen hadir di tengah-tengah masyarakat sebagai garam dan terang dunia. Garam meresap dalam makanan, tanpa kehilangan rasa
asinnya, namun justru memberikan rasa sedap
bagi makanan. Demikian
juga keluarga, membaur
dalam masyarakat dengan tanpa
kehilangan identitas
sebagai anak Allah,
namun justru memberikan suasana damai
sejahtera bagi lingkungannya. Terang berfungsi menyatakan yang salah
dan memberi teladan,
demikian juga keluarga
Kristen di tengah masyarakat.
A.
Pengaruh Masyarakat Setempat terhadap
Keluarga
Manusia sangat dipengaruhi oleh lingkungannya. Mereka
meniru orang lain, mengikuti saran-saran dan merasa terdorong untuk
menyesuaikan diri kepada kecenderungan atau corak-corak adat kebiasaan yang
berlaku. Sebagaimana tiap anggota
keluarga dipengaruhi oleh lingkungannya, begitulah satuan keluarga seluruhnya dipengaruhi oleh lingkungannya.
Keluarga Kristen terlibat dalam suatu pergumulan. Ia harus mempertahankan rumah-tangga terhadap unsur-unsur masyarakat yang bukan Kristen. Kita berada
di dunia, namun janganlah menjadi milik dunia.
Hal ini tidak
berarti bahwa semua pergaulan masyarakat berdosa atau tidak
sehat. Kita harus menyokong program dalam masyarakat jika
memang itu baik dan benar. Namun, keluarga juga perlu menentukan sikap terhadap kebiasaan yang merusak. Rasul Paulus dalam
Rm. 12:2 berkata, ”Janganlah kamu
menjadi serupa dengan
dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan
manakah kehendak Allah: apa yang baik,
yang berkenan kepada
Allah dan yang
sempurna.”
Beberapa komponen dalam masyarakat yang
biasanya mempengaruhi keluarga.
1.
Tetangga
Salahsatu berkat terbesar dalam
kehidupan adalah persahabatan. Kadang- kadang tetangga menjadi sahabat
kita, tetapi kadang-kadang tidak. Lingkungan yang akan kita tempati harus dipilih
dengan teliti karena
memainkan peranan besar dalam membentuk pikiran,
kebiasaan, dan nilai kehidupan pada anak-anak kita.
Anak-anak seringkali membantah orang tua dengan alasan
bahwa semua orang
juga berbuat demikian. Akan tetapi suatu
kenyataan, bahwa hal itu dilakukan tidak
berarti itulah perbuatan yang pasti tepat dan benar. Tanamkanlah kepada
anak, nilai-nilai kristiani yang selalu berlaku kekal dan tidak
luntur oleh zaman.
2.
Sekolah
Sekolah yang dimasuki anak kita akan menjalankan pengaruh yang sangat besar atas kehidupannya. Orang
tua harus tahu sikap
sekolah dan disiplin sekolah, bahkan pergaulan murid-murid pada umumnya di sekolah itu, karena
hal itu sangat
mempengaruhi perkembangan sosial
seorang anak. Pilihlah sekolah yang baik, sehingga
anak dapat bertumbuh secara sehat dan benar.
3.
Organisasi
Kita harus memilih dari
banyak perkumpulan itu, mana yang berguna, mana yang akan
memberi sumbangsih bagi kehidupan keluarga
kita.
B.
Pengaruh Keluarga terhadap Masyarakat Setempat
Melalui kehidupan setiap hari,
kita harus menunjukkan kepada
anak-anak apakah tujuan hidup kita. Ukuran sukses dalam keluarga adalah sampai dimana keberhasilan kita sebagai
garam dan terang dunia? Sejauh manakah pengaruh
keluarga kita bagi lingkungan masyarakat? Ada beberapa kesempatan praktis untuk
menjalankan
pengaruh kita dalam masyarakat.
1.
Menerima tanggung jawab sebagai
warga negara
Apakah kita mengikuti pemilihan umum? Terlalu banyak
orang Kristen yang acuh tak acuh
terhadap kegiatan negara.
Bahkan di lingkungan daerah kita, apakah kita menaati jadwal
siskamling.
2.
Membayar pajak
Tuhan Yesus dalam Luk. 20:25
berkata, ”Berikanlah kepada
Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada
Kaisar dan kepada
Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah!” Demikian
juga Rasul Paulus
dalam Rm. 13:7 berkata,
”Bayarlah kepada semua
orang apa yang harus kamu bayar; pajak kepada
orang yang berhak menerima pajak, cukai kepada orang yang
berhak menerima cukai; rasa takut kepada orang
yang berhak menerima
rasa takut dan hormat
kepada orang yang
berhak menerima hormat.”
Pajak yang perlu kita bayar, misalnya pajak
kendaraan bermotor, televisi, Pajak Bumi dan Bangunan, kebersihan, dan sebagainya.
3.
Jabatan pemerintahan
Apabila ada kesempatan untuk
melayani dalam suatu
jabatan pemerintahan, seorang Kristen
hendaklah berusaha memperoleh jabatan itu sesuai dengan pimpinan Allah.
Masyarakat setempat membutuhkan orang yang dapat dipercaya,
jujur, dan adil sebagai pimpinan.
Hendaklah ada orang-orang percaya dalam kantor-kantor pemerintahan, dalam badan-badan sosial, dan sebagainya. Mengapa?
Agar menyinarkan cahaya
kehidupan Kristus dalam masyarakat.
4.
Bersaksi secara
langsung
Keluarga Kristen dipanggil untuk
memberitakan kasih Allah
secara langsung dari mulut mereka.
Amanat Agung dalam Mat. 28:19
yaitu ”menjadikan sekalian bangsa murid
Tuhan Yesus” adalah
tugas yang diemban
oleh setiap orang percaya.
Hendaknya dalam setiap
bidang kehidupan dan pekerjaan,
kita
menjadi saksi Tuhan yang
menceritakan Injil Keselamatan. William Carey
berkata, ”Pekerjaan saya ialah
meluaskan Kerajaan Kristus. Saya membuat dan memperbaiki sepatu hanya
untuk menolong pembiayaan pekerjaan itu.”
LAMPIRAN
PERTANYAAN UTAMA
(Ditanyakan pada calon
suami dan istri bersamaan)
Apakah
Saudara berdua sudah menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat?
PERTANYAAN PRIBADI
(Ditanyakan pada kedua calon suami dan istri secara terpisah)
1.
Apakah Anda sudah memeriksakan kesehatan ?
2.
Apakah
Anda sudah pernah menikah sebelumnya, baik secara resmi maupun tidak resmi? Bila ya, kapan dan dengan siapa?
3.
Apakah Anda sudah mempunyai anak,
baik diluar nikah maupun dari pernikahan sebelumnya? Bila ya, kapan
dan berapa jumlah anak
Anda? Saat ini di mana anak-anak Anda?
4.
Apakah Anda pernah bercerai? Bila ya, kapan
Anda bercerai dan
siapa nama mantan suami atau
istri Anda? Mengapa
Anda bercerai?
5.
Apakah Anda pernah melakukan
hubungan intim suami-istri dengan calon istri atau suami Anda?
6.
Apakah saat ini Anda atau pasangan
Anda dalam keadaan
hamil? Bila ya, sudah berapa
bulan?
7.
Apakah Anda
atau pasangan Anda pernah atau
berusaha melakukan aborsi?
8.
Apakah Anda masih tersangkut dengan perkara hukum?
9.
Apakah Anda saat ini berutang uang
atau kredit? Bila
ya, kepada siapa?
PERTANYAAN PRANIKAH
(Jawaban atas pertanyan ini bersifat rahasia; pasangan juga tidak akan mengetahui jawaban, kecuali atas
seizin yang bersangkutan)
A.
Hal-Hal Umum
1.
Sebutkan tiga sifat pasangan Anda yang Anda
sukai.
2.
Sebutkan dua sifat pasangan
Anda yang tidak
Anda sukai.
3.
Hal-hal apakah
yang menguatirkan Anda tentang pernikahan Anda
kelak?
4.
Apakah Anda sudah merasa
siap untuk menikah?
5.
Berapa lama Anda telah berkenalan dengan pasangan Anda; dan berapa lama
Anda telah berpacaran dengannya?
6.
Apakah alasan-alasan perceraian menurut
Anda?
7.
Hal-hal
apakah yang menyebabkan Anda cemburu terhadap pasangan Anda, dan
juga sebaliknya?
8.
Sebutkan tingkat pendidikan Anda
dan pasangan Anda.
9.
Menurut Anda,
apakah setelah menikah,
pasangan Anda akan mengizinkan
Anda menggunakan satu
waktu tertentu
untuk kepentingan sendiri?
B.
Keluarga dan
Rumah-Tangga
1.
Apakah
Anda mempunyai masa kanak-kanak yang bahagia? Jika tidak, mengapa?
2.
Apakah Anda
menganggap pernikahan orang
tua Anda sebagai
pernikahan yang bahagia? Mengapa? Siapa yang
dominan dalam keluarga
anda: ayah atau
ibu?
3.
Dari suku atau bangsa
manakah ayah-ibu Anda
dan pasangan Anda?
4.
Berapa jumlahkakak- adik Anda dan pasangan Anda?
5.
Apakah
Anda mengenal baik keluarga pasangan? Ceritakan bagaimana
hubungan Anda dengan
mereka.
6.
Apakah ada anggota keluarga
atau teman pasangan
Anda yang Anda tidak
sukai?
7.
Apakah keluarga
dan orang tua pasangan menyetujui rencana pernikahan Anda?
8.
Apakah keluarga dan orang tua Anda menyetujui rencana pernikahan Anda?
9.
Di mana
Anda akan tinggal
setelah pernikahan nanti,
dengan orang tua
atau rumahsendiri?
10.
Berapa anak yang Anda inginkan? Apakah
sudah dibicarakan dengan pasangan Anda?
11.
Dalam konflik yang timbul
selama ini dengan
pasangan, pada umumnya bagaimana konflik itu diselesaikan?
a.
Anda yang mengalah
b.
Pasangan Anda yang mengalah
c.
Dengan
diskusi atau kompromi
d.
Konflik tidak diselesaikan
e. Lainnya: …………………….
12.
Bagaimana pandangan Anda tentang istri
yang bekerja?
C.
Keuangan
1.
Kira-kira berapa
banyak uang yang diperlukan setiap
bulan bagi keluarga
Anda kelak?
2.
Siapa yang akan bekerja
mencari uang?
3.
Sistem keuangan yang bagaimana yang
ingin saudara terapkan
dalam keluarga saudara?
-
Suami dan istri memiliki keuangan
terpisah dan ada pembagian tanggung jawab dalam
memenuhi kebutuhan keluarga
-
Suami yang memegang keuangan
secara tertutup
dan istri diberi sejumlah uang
tertentu setiap
bulan untuk kebutuhan rumah- tangga
-
Mengelola bersama-sama
-
Lainnya.....
D.
Seks
1.
Dari mana Anda mendapat
pengetahuan tentang
seks?
2.
Apakah Anda merasa pengetahuan itu sudah
cukup?
3.
Apakah secara jujur Anda dapat
berkata bahwa Anda
tertarik pada tubuh pasangan Anda?
4.
Apakah secara
jujur Anda dapat
berkata bahwa pasangan
Anda tertarik pada tubuh Anda?
5.
Apakah pendapat Anda dan pasangan tentang hubungan seks diluar pernikahan?
6.
Berapa anak yang Saudara
harapkan dalam pernikahan? Laki-laki atau
perempuan?
7.
Bagaimana
jika senadainya Tuhan tidak
mengaruniakan anak dalam keluarga Saudara?
8.
Jika ingin menjaga jarak kelahiran, metode
kontrasepsi apa yang ingin Saudara ingin gunakan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar